Aku melihat pantulan wajahku di cermin. Sembab, kantung mata terlihat jelas dan lesu. Tentu saja, bagaimana tidak? Aku tidur satu ruangan dengan Rega untuk pertama kalinya. Aku bahkan merasakan wangi parfumnya menempel pada tubuhku. Kamar mandi ini dan semuanya sudah tercemar dengan wangi tubuhnya. Membuatku nyaman.
Iya, nyaman. Hanya dalam semalam aku nyaman, membuatku harus terus terjaga menunggu kapan pagi sehingga aku bisa melewati hari bersamanya. Gila kan? Ini gila, aku tau. Tapi bisakah aku melakukan itu? Menikmati hanya 5 hari 4 malam, setelah itu aku janji akan benar-benar melupakannya. Bukan bualan semata seperti sebelumnya. Aku akan berusaha sekuat tenaga.
Aku juga sadar, Rega sudah milik wanita lain dan ditambah Rega tidak memiliki perasaan padaku juga kan? Jadi, aku merasa tidak apa jika aku menikmati liburan ini.
Menikmati sebagai keluarga Bahagia? Ayah, ibu dan anak yang sedang berlibur Bersama. Mungkin ini adalah kesempatan terakhir kan? Apalagi Rega akan menikah akhir tahun.
Ini tidak salah bagiku, mengapa? Karena Rega tidak membalas perasaanku. Beda lagi jika aku sadar Rega membalas perasaanku dan kami dengan sadar menjalin hubungan. Itu selingkuh. Sekarang kan, hanya aku yang menikmati. Yakan? Bisakan? Bolehkan?
Aku menghembuskan napas kecil, Kembali memoleskan make up tipis untuk menutupi dosaku. Kantung mata ini bukti nyata dari dosa pikiran jahatku.
Aku tau aku tidak boleh seperti ini, bagaimana jika posisinya dibalik jika aku menjadi Cantika kan? Tentu saja, aku akan memotong rambut wanita yang berani-beraninya mendekati calon suamiku. Ternyata, aku merasakan besarnya godaan di hadapan mataku sendiri. Tidak heran, pasangan berselingkuh itu banyak. Godaan dan ditambah kesempatan yang terbuka lebar membuat hati nuraniku hampir saja tertutup.
"Mama, ayo cepet. Aku laper." Suara Deva dan ketukan pintu menyadarkanku untuk segera keluar.
Aku membuka pintu melihat dua laki-laki ini sudah berdiri menatapku. "Bentar, aku ambil tas dulu."
Rega dan Deva sudah berjalan di depanku beberapa langkah. Harusnya aku tidak boleh berpikir jahat seperti tadi. Deva mendapat kesempatan jalan-jalan dengan Rega saja sudah sangat bersyukur. Setidaknya Deva bisa merasakan Rega sebelum menjadi suami orang.
Aku tidak akan marah atau kecewa jika tiba-tiba Rega harus berubah atau tidak menjadikan Deva prioritas pertamanya lagi Ketika ia nanti menikah dan memiliki anak dari Cantika. Skala prioritas utama Rega sudah pasti anak dan istrinya kan? Aku harus menerima itu sudah jelas.
Aku harus menjelaskan perlahan pada Deva agar anak itu tidak kecewa. Karena semenjak kemarin, Deva sangat menjadi anak penurut dan senyumnya tidak pernah pudar dari bibirnya itu.
Ditambah, skinship yang Rega lakukan pada Deva menbuatku merasakan mereka sudah jadi bapak-anakable banget yang sangat kompak.
Rega yang merangkul, mengusap rambut dan selalu membiarkan Deva jalan sejajar dengannya membuatku semakin terlena. Perasaan yang harusnya aku bunuh, malah semakin bertambah.
Ingin rasanya aku Kembali ke Bandung saja meninggalkan mereka berdua.
"How about your wife? Same?" suara pramusaji menyadarkanku. Apa? Your wife?
"Kamu mau pesen apa? Aku sama deva pesen chicken rice salted egg."
"Oh, samain aja."
"Yes, 3 portions chicken rice salted egg."
Aku masih diam saja, masih hangat Ketika mendapat status menjadi istri Rega meskipun hanya 2 menit. Ketika memesan makanan.
Rega sedang membawa kami makan di salah satu restaurant salted egg terbaik katanya. Setelah ini, Rega akan membawa Deva ke Art Science Museum karena jika langsung ke Garden by The Bay akan terik.
Antrean untuk menggunakan MRT sedang ramai, mungkin sedang break makan siang atau memang selalu ramai di jam segini.
Rega sudah merangkul Deva dan memperingati Deva agar hati-hati melangkah membuatku juga mau tidak mau memperhatikan langkahku.
Nyatanya, tetap saja aku tersenggol laki-laki bertubuh yang lumayan besar di sampingku. Membuatku harus sedikit oleng. Sebuah tangan menggandengku akhirnya membuatku sudah tidak focus dengan laki-laki yang menyenggolku, aku hanya focus dengan tangan yang menggandeng tanganku.
Hangat. Nyaman. Ketagihan.
Aku mencoba melepaskan tanganku, jelas. aku tidak ingin tangan ini terlalu nyaman. Tetapi, Rega menahannya. "Ramai. Nanti kesenggol lagi." Ucapnya.
Membuatku tidak berkutik. Jika saja ini malam hari, sudah pasti aku akan meminta bintang berjatuhan dan membuat satu permintaan. Hentikan waktu. Agar kami bisa seperti ini terus.
Rega merangkul Deva di kiri, sedangkan tangan kanannya menggandeng lenganku. Sampai keluar MRT dan berjalan Bersama menuju Marina Bay.
Seperti keluarga sangat Bahagia kan? Kalau aku sih jujur saja, Bahagia banget memang. Tidak usah munafik, tapi aku segera sadar. Otakku tidak membiarkan aku melakukan hal diluar adat dan norma.
Mencintai Rega secara diam boleh, tetapi secara terang-terangan menikmati dan tidak menghindar itu sangat dilarang. Aku tidak akan rela merebut dan merusak kebahagian wanita lain. Mungkin beda cerita jika Rega sendiri dan tidak memiliki hubungan apapun. Masalahnya Rega dan Cantika akan menikah. Menikah. Aku tidak ingin menjadi antagonis disini.
Sesampainya di Art Science Museum tentu saja Deva sudah sangat antusias. Jangankan Deva, aku juga sudah antusias. "Foto yuk, Va." Ucapku.
Aku sudah mengarahkan kameraku untuk mengambil foto aku dan Deva dan tiba-tiba saja Rega meminta bantuan orang lain untuk membantu mengambil foto kami bertiga. Iya bertiga.
"One.. Two.. Three.." laki-laki itu menghitung lalu aku sudah siap senyum Ketika tangan Rega ternyata merangkul kami berdua.
Laki-laki itu memberikan ponselku, aku melihat hasilnya. Kami bertiga tersenyum Bahagia, benar-benar sangat seperti keluarga.
"Bagus." Ucap Rega. "Kirimin ke WA ku ya.."
Setelah itu Rega berjalan Bersama Deva meninggalkanku yang diam karena masih belum bisa Kembali pada kenyataan.
Sumpah, aku tidak bisa begini terus. Ini baru hari kedua tapi aku sudah tidak bisa mengontrol segalanya. Apalagi nanti? Masih ada beberapa hari ke depan kan?
Aku takut, aku tidak bisa bertahan selama itu. Tapi, aku juga tidak bisa mengatakan apapun. Karena aku yakin Rega hanya melakukan hal yang ia anggap biasa, hanya aku saja yang lebay seperti ini.
Sungguh. Aku takut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Tentang Waktu [END]
RomantikCinta di waktu yang salah. Waktu yang tepat ketika cinta yang salah.