20

36.9K 1.8K 147
                                    

Aku membuka mata perlahan, memegang kepalaku yang sedikit berat. Menggerang sedikit dan langsung terduduk karena teringat yang terjadi semalam. Aku melihat ke sampingku dan laki-laki itu sedang melihatku sambil bersandar.

"Jam berapa ini?" tanyaku panik.

"Jam 10."

"Kenapa nggak bangunin aku? Aku harus kerja, Deva harus sekolah." Ucapku langsung bangkit dan tiba-tiba aku mengaduh merasakan nyeri dilukaku.

"Pelan-pelan aja. Deva udah sekolah, kamu nanti ijin sakit aja."

Aku melirik tajam pada Rega, menggaruk kasar kepalaku. "Kenapa kamu bisa santai gitu sih, Ga? Kamu tau kan semalem kita ngapain?"

"Tau."

Tau? Tau dia bilang? Hanya tau? Harus aku akui, disini bukan hanya Rega saja yang salah, tapi aku juga cukup punya andil besar melakukan kesalahan.

"Kamu gila."

"Hmm."

"Please lah, kamu kenapa bisa santi kaya gini?" aku sudah panic mondar-mandir seperti cacing tetapi Rega hanya diam saja.

"Jadi kamu mau aku gimana?"

Aku menghembuskan napas kasar, aku merasa sangat bodoh. Masa dua kali jatuh dikesalahan yang sama? Masalahnya Rega ini sudah menjadi calon suami orang kan? Apa sih yang dikepalaku ini? Kalau sampai Cantika melabrakku sekarang, aku pasti Cuma bisa diam dan meminta maaf. Minta maaf juga tidak akan cukup kan?

Aku menghembuskan napas lemas, "Dulu aku nggak akan nyesel atas yang kita perbuat karena kamu bukan milik orang lain. Sekarang kamu itu calon suami orang, Rega. Aku juga wanita, aku bener-bener nggak bermoral." Ucapku lesu.

"Suami orang gimana sih, Ka? Aku calon suami siapa?" tanya Rega tetap tenang. Aku heran dengannya kenapa bisa setenang itu. Ini kita mencari masalah bukan masalah mencari kita.

"Ya, kamulah. Kamu mau nikah sama Cantika kan akhir tahun? Terus kita kaya affair dibelakang Cantika, aku? aku kaya cewek yang nggak punya moral tidur sama calon suami orang." Ucapku berapi-api.

Aku sangat tidak suka dengan wanita yang masih saja berhubungan dengan laki-laki yang jelas-jelas sudah memiliki tunangan dan sekarang aku melakukannya.

"Kenapa sih, Ga?" tanyaku melihat kearah Rega yang melihatku tanpa khawatir sedikitpun, "Ini kita tuh bisa berhenti semalam. Aku akui, aku juga terlena semalam dan aku salah. Tapi, harusnya kamu ingat harusnya kamu punya Cantika. Ini kita kaya sengaja."

"Emang."

Aku mengerutkan kening kearah Rega, "Sengaja apa?" tanyaku kesal, "Kalau aku hamil gimana?"

"Bagus."

Aku akhirnya duduk, lelah memikirkan semuanya. Memegang kepalaku yang semakin sakit.

"Udah?" tanya Rega.

Aku hanya melihatnya lesu, "Udah apa?"

"Berasumsinya."

"Berasumsi apa sih, Ga?"

"Aku nggak ada rencana nikah akhir tahun ataupun punya tunangan." Ucap Rega mendekat kearahku, ia duduk di pinggir kasur yang jaraknya dekat sekali denganku, "Aku nggak ngerti kenapa kamu bisa berasumsi kaya gitu."

"Herdi bilang kamu bikin kafe itu buat calon istri kamu dan kamu akan menikah sama dia akhir tahun. Lalu kita ketemu kamu dan Cantika di restaurant."

Rega menggeleng, "Kalau gitu kamu tanya aja sendiri ke Herdi kenapa bisa bilang gitu. Aku nggak ngerasa akan menikah."

Hanya Tentang Waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang