9

19.1K 1.6K 58
                                        

Aku melihat semua orang ketika baru saja mengatakan informasi penting. Rahasia yang selama ini ia pendam, alasan terbesar dirinya pergi dari rumah.

Aku sudah menyiapkan scenario jika Deva akan bertanya tentang Rega, mengapa aku tidak mengatakannya, mengapa semua bisa terjadi. Semua-muanya aku sudah persiapkan.

Tetapi jawaban Deva justru membuatku terdiam, "Aku tau."

Aku melihat semua orang juga tidak memberikan reaksi kaget, mereka semua santai.

"Bapak juga sudah tau." Ucap Bapak pelan, "Kita semua sudah tau, Inka."

"Hah?"

Aku tidak pernah menyangka jika semua di luar dari scenario dan alasan-alasan yang sudah aku siapkan sebelumnya. Kenapa semua jadi bisa tau, papa Deva adalah Rega?

Aku mendekat ke arah Deva, yang lain aku tidak terlalu khawatir, tetapi anakku ini harus aku khawatirkan.

"Kamu tau dari mana?"

Deva melihat Rega sebentar, jangan-jangan Rega sudah memberi tahu Deva sebelumnya. Rega mencurangi aku kalau begitu. Dia sama sekali tidak mengikuti pilihan yang aku berikan.

"Aku pernah lihat foto Om Rega di laci kamar Mama."

Aku mengedipkan mata bahkan aku menggigit bibirku tanpa aku sadar. Harusnya foto itu sudah aku simpan dengan rapi. Harus aku akui, setelah kepergianku waktu itu, aku masih senaif itu. Aku masih belum bisa melupakan Rega. Aku mencetak foto Rega yang kuambil dari Instagram miliknya. Tapi, yang sudah aku yakini adalah aku menyimpannya dengan benar. Bagaimana Rega bisa tau?

"Jadi, Deva udah tau dari awal?" kali ini Rega membuka suaranya.

Deva mengangguk.

"Kenapa kamu nggak bilang?"

Deva melihat sekeliling satu persatu, lalu ia berhenti menatapku. "Kalau Mama sampai nggak ngomong ke aku tentang Om Rega, berarti Mama nggak mau aku tau tentang Om Rega, kan?"

Aku menghembuskan napas kasar, lalu menggeleng, "Bukan maksud mama begitu."

"Kalau gitu, kapan kalian menikah?" Ucap Pak Setya. "Sudah ada Deva diantara kalian. Nggak mungkin kan tidak ada pernikahan? Deva butuh ayah."

"Deva nggak setuju." Ucapnya lantang, "Mama nggak boleh nikah karena Deva butuh papa. Deva nggak butuh papa. Deva bisa sampai sebesar ini tanpa papa kok. Deva nggak butuh papa, tapi Deva akan terima kalau Mama memang butuh suami."

Semua orang diam, aku tidak pernah menyangka jika Deva akan mengatakan itu. Aku akui, semua kesalahan ada padaku kan? Deva bisa seperti ini yang memiliki andil yang cukup besar jelas itu aku.

"Ayo kita pulang, Ma." Ucap Deva lagi, "Udah waktunya Deva untuk tidur."

Deva menarik tanganku dan mengajakku pergi dari sini.

"Deva mau nginep disini?" Tanya Nyonya Ratna.

Deva menggeleng, "Deva mau ikut Mama."

Semua orang melihat ke arahku. Jelas saja aku tau, maksud mereka adalah untuk membujuk Deva agar mau menginap disini kan? Itu sudah jelas.

"Kita nginep sini ya?"

"Sama Mama?"

Aku mengangguk.

Aku tau, kami semua memiliki pemikiran sendiri setelah jawaban dari Deva. Kita semua butuh waktu mengistirahatkan otak kita semua dari kejutan-kejutan yang bertubi-tubi.

Aku dan Deva sudah merebahkan diri di kamar tamu. Di rumah utama tentunya.

"Kok Deva nggak bilang kalau kamu tau Rega itu papamu?"

"Kaya yang aku bilang tadi, kalau memang Mama mau tau dia papaku, pasti Mama akan ngomong kaya hari ini."

"Deva udah tau lama?"

Deva mengangguk.

"Kok Deva nggak manggil Om Rega Papa?"

Kali ini Deva diam sejenak tidak menjawab aku ingin sekali tahu apa isi kepalanya. Aku tak ingin Deva merasa tidak diinginkan.

"Nggak apa. Toh, nanti Om Rega akan menikah dan punya anak lagi."

"Emangnya kenapa kalau Om Rega punya anak lagi?"

"Om Rega akan lebih fokus ke keluarganya kan? Deva sama Mama aja kaya sebelum-sebelumnya." Ucap Deva pelan, "Kata Kakek, kalau keluarga Mama nantinya nggak nerima Mama. Mama harus tau Kakek dan Nena akan selalu nerima Mama."

Air mataku tergenang kembali, "Kapan Kakek ngomong gitu?"

"Udah lama." Jelas Deva, "Kakek bilang, suatu saat Deva akan ketemu keluarga Mama. Tapi, kalau mereka nggak memperlakukan Mama dengan baik. Kakek dan Nena akan selalu ada untuk kita, Ma."

Aku memeluk tubuh Deva dengan erat. Aku nggak pernah tau ternyata Pak Cakra sangat menyayangi kami. Aku juga tidak pernah menyangka anakku sendiri menyimpan banyak kepahitan, rahasia dan sakit hati tanpa ia bertanya kenapa.

"Deva sekarang tau keluarga Mama kaya gimana. Menurut Deva Eyang sayang Deva nggak?"

Deva mengangkat kedua bahu, "Deva nggak tau."

"Semua yang disini sayang sama Deva semua." Ucapku pelan, "Sekarang Deva tidur. Besok kita ke rumah belakang lihat rumah Eyang. Oke?"

**

Setelah memastikan Deva tidur, aku kembali ke bawah. Aku tau semua orang menunggu. Banyak hal yang tidak bisa dibicarakan di depan Deva. Banyak pertanyaan dan spekulasi yang membutuhkan jawaban kan?

"Deva sudah tidur?" Tanya Pak Satya.

Aku mengangguk, "Sudah, Tuan."

"Jangan panggil kami Tuan dan Nyonya lagi. Baik sebelum atau sesudah adanya Deva bukannya Tante selalu bilang itu?" ucap Nyonya Ratna tegas. "Malah seharusnya kamu sudah memanggil saya dengan sebutan mama." Suara sayup itu masih terdengar di telingaku. Tapi, mungkin aku salah dengar kan?

Aku melihat ke arah Bapak menunggu persetujuan darinya. Tetapi Bapak hanya diam seakan memberi aku kesempatan untuk mengambil keputusan itu.

"Kamu tau, kami semua khawatir sama kamu, Inka?" tanya Tante Ratna lagi. Wanita itu memaksaku memanggilnya tante sekarang. "Sebenarnya apa yang terjadi antara kamu dan Rega itu bisa dibicarakan baik-baik. Ditambah emosi Agung yang meluap-luap seakan tidak ada jalan keluar terbaik."

"Maaf, tante."

"Kalau sudah begini semua orang susah. Kamu susah, Rega susah dan lebih susah lagi itu Deva. Tega ya kalian ini."

"Ma." Ucap Rega pelan.

"Ini semua salah saya." Ucap Bapak akhirnya, "Kalau saja saya tidak mengikuti emosi saya. Semua tidak akan terjadi seperti ini."

"Ya memang. Ini semua salah kamu." Jawab Tante Ratna. "Terus rencana kalian apa?"

Kali ini aku harus menjawab, aku harus tegas kali ini. Tidak bisa membiarkan Rega mengaturku kembali kan? Aku juga tidak ingin Rega memberikan ide-ide diluar kemampuanku untuk menolak.

"Saya akan kembali ke Bandung dengan Deva."

"Nak." Ucap Ibukku sambil memegang tanganku. Aku melihat kearahnya dan tersenyum.

"Kehidupan Deva sudah berjalan disana. Kehidupanku juga begitu dan kehidupan Rega juga. Aku nggak akan melarang Rega bertemu dengan Deva atau kalian tentunya. Kalian adalah Oma, Opa, dan Eyang Deva. Tetapi, keadaan memang sudah seperti ini."

"Kamu sudah punya calon?" tanya Pak Satya.

Aku tersenyum kikuk. Tidak menjawab. Sayup-sayup aku mendengar decakan dari Tante Ratna dan dari ujung mataku, aku bahkan bisa melihat Tante Ratna menyenggol Rega.

"Tapi, kalian sudah tau Rega adalah laki-laki yang menghamili saya dari kapan?"

**

Ini bab terakhir yang akan up hari ini. diusahakan besok bisa up, kalau tidak see you hari Minggu yaaaaa.. 

makasih kalian udah mau bacaaa he he he 

Hanya Tentang Waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang