Salah ini salah. Aku tau, ini sangat salah. Aku benar-benar terbuai dengan kondisi ini. Kondisi dimana aku benar-benar nyaman dengan calon suami orang meskipun laki-laki ini adalah ayah dari anakku. Rumit. Kondisi ini rumit.
Masalahnya tingkah Rega membuatku semakin baper. Bukan satu kali saja Rega menggandeng tanganku atau sekedar merangkul dikala ramai. Mungkin ini hal biasa untuk Rega, tetapi untukku gimana? Efeknya sangat bahaya untukku. Lampu merah di kepalaku sudah menyala, benar-benar memperingatkanku untuk bersikap, bertingkah, berpikir dan paling penting untuk berhenti.
Bahkan Ketika foto saja, Rega selalu mengajak kami foto bertiga. Iya bertiga, selalu.
Aku sudah duduk di MRT, sedang ingin kembali ke hotel. Kami baru saja puas bermain di Universal Studio Singapore. Tentu saja ayah dan anak itu benar-benar menikmati waktu Bersama. Untung saja Rega ikut, kalau tidak sudah pasti Deva akan marah. Nyaliku ciut sekali dengan permainan theme park seperti itu. Sedangkan Rega, mereka berdua sangat mirip. Mereka cocok dan suka mencoba hal-hal yang memicu andrenalin. Tenang saja, aku masih berguna untuk menjaga tas mereka. Lumayan kan?
"Ka, aku mau ngomong." Ucap Rega.
Saat ini kami sedang berhadapan di dalam MRT, karena MRT cukup penuh. Sehingga kami harus berdiri.
"Apa?"
"Aku udah pesen kamar di Marina Bay Sands. Kalau kita pindah boleh?"
"Oh, yaudah. Kamu nanti sama Deva langsung beresin barang kalian aja. Besok aku susul kesana."
"Kita itu, kamu termasuk."
"Hah?"
"Iya, kita. Hotel kamu bisa dibatalin nggak ya hari ini?"
"Kamu pesen dua kamar?"
"Kaya yang kita pesen kemarin, pake ektra kasur aja."
"Udah bayar?"
"Udah."
"Ekstra kasurnya juga udah?"
Rega hanya mengangguk dan aku hanya menghela napas. Kalau begini, aku harus apa?
"Kenapa baru bilang?" tanyaku lesu.
"Pas kemarin ke Garden by The Bay, Deva merhatiin hotel itu terus. Pas aku tanya, dia juga mau tapi pasti nggak mungkin kalau ijin sama kamu."
"Iya, emang nggak mungkin." Harga semalam disana bisa membiayai jajan aku dan Deva selama di liburan ini. Aku tidak mungkin menghamburkan uang hanya untuk fasilitas dan melihat pemandangan semalam. Mungkin nanti akan, tapi tidak sekarang. Uangku masih pas-pasan ditambah aku merasakan sesusah apa mencari uang itu.
"Gimana?"
"Itu kamu kaya lebih kasih informasi sih, dibanding tanya. Kalau tanya tuh belum bayar dan baru ide aja. Kalau ini kan udah bayar dan udah beres tinggal pindah." Jawabku jengkel.
"Yaudah, kalau gitu anggap aja ini informasi sesuai kata kamu." Jawab Rega.
Aku memutarkan mataku kesal. Sangat kesal. Tetapi sekesalnya aku, buktinya sekarang aku sudah menikmati pemandangan negara Singapura di malam hari dari Marina Bay Sands. Aku menertawakan diriku pelan. Hanya pelan, bisa-bisanya kesal tetapi tetap menerima?
Aku jadi merasa tidak memiliki pendirian jika dihadapan Rega. Sebegitu mudahnya luluh atau bahkan mengiyakan ucapan Rega. Kesal? Iya, untuk diriku sendiri aku kesal. Tetapi, Ketika melihat wajah terlelap Deva di Kasur empuk dan hotel mewah yang mungkin tidak pernah aku bisa berikan padanya, mungkinkah aku masih bisa kesal?
Rega berbuat seperti itu untuk Deva jugakan? Memang untuk Deva, tidak mungkin juga untuk aku kan? Aku tidak bisa egois hanya memikirkan perasaan aku, aku harus melihat betapa bahagia anakku itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Tentang Waktu [END]
RomanceCinta di waktu yang salah. Waktu yang tepat ketika cinta yang salah.