Januari, 2011
Manusia tidak akan jatuh ke kesalahan yang sama. Manusia lebih pandai dari keledai yang selalu jatuh ke dalam lubang yang sama.
Tidak denganku. Aku bahkan lebih buruk dari keledai. Aku bukan hanya jatuh kekesalahan kedua kali tapi masih ada ketiga, keempat dan seterusnya.
Aku selalu menggunakan kesempatan itu untuk tidur dengan Rega. Aku dengan sadar merelakan diriku sendiri sedangkan aku juga dengan sadar tau bahwa Rega hanya menjadikanku pelarian dari Cantika.
Bodohkan?
Aku yang dengan sadar menggunakan kesempatan menunggu Rega pulang mabuk, sedangkan Rega menggunakanku untuk pelarian semata dari Cantika. Kami adalah dua orang yang sama-sama menggunakan kesempatan.
Aku sendiri heran dengan diriku sendiri. Bisa-bisanya aku rela ditiduri oleh Rega meskipun aku tau, di hatinya dan di masa depannya tidak ada aku. Hanya ada aku wanita remaja yang dibudaki oleh yang namanya cinta. Rela memberikan segala duniaku untuk laki-laki itu.
Aku sudah tidak tau harus menamai diriku sendiri apa, pasalnya aku yakin tidak mungkin ada wanita sebodoh aku kan?
"Inka, sebelum kamu balik ke paviliun. Tolong tante kasih susu cokelat ini ya ke Rega." Ucap Nyonya Ratna. Nyonya Ratna memang tidak pernah membiarkanku memanggilnya nyonya. Sedangkan aku harusnya sadar dari aku memanggil ibu dari laki-laki itu saja sudah ada jarak jenjang.
"Baik, nyonya."
Aku mendengar Nyonya Ratna berdecak kasar, ia selalu saja seperti itu. Akan selalu berdecak atau mencubitku pelan ketika aku tetap keukeuh memanggilnya nyonya. Tidak tanpa alasan, tentu saja Bapakku berperan besar. Bapakku tidak membiarkan aku memanggil bossnya dengan tante meskipun notabennya aku tidak bekerja dengan Nyonya Ratna.
Pernah sesekali aku memanggilnya dengan Tante Ratna, aku harus mendapatkan rotan besar yang memukul telapak tanganku ketika aku sampai di paviliun.
"Anak itu beberapa minggu ini suka banget pulang malem. Pusing aku dibuatnya." Samar-samar suara Nyonya Ratna terdengar lalu aku yakin semua penghuni rumah ini sudah masuk ke dalam kamarnya masing-masing. Kak Raja sendiri sudah di kamarnya sejak berakhirnya waktu makan malam.
Aku mengetuk pintu kamar yang sebenarnya sudah tidak asing lagi untukku.
"Masuk."
Aku membuka pintu tersebut dan menaruh susu cokelat di samping Rega yang sedang fokus dengan bukunya. Sebenarnya aku ingin berlama-lama hanya untuk memperhatikan wajah itu, tapi aku harus tau diri. Aku segera berbalik tetapi tanganku ditahan oleh Rega.
Rega berdiri dengan cepat sehingga aku tidak bisa bereaksi apapun dan menempelkan bibirnya pada bibirku.
Ketika sedang mabuk, aku dengan sadar tidak bisa berharap pada laki-laki ini. Tapi sekarang? Tidak ada aroma alkohol dari tubuhnya, hanya ada aroma dari sabun mandinya.
"Ini Inka, bukan Cantika. Aku mendorongnya."
Aku memang memanfaatkan mabuknya Rega, tetapi jika dengan sadar Rega menganggapku Cantika aku tidak rela juga.
Entahlah, hanya hatiku saja yang mengerti tentang sikapku ini. Aku yang rela tidur dengan Rega ketika mabuk, tetapi tidak ingin dicium ketika Rega sadar. Jangan bertanya padaku, karena aku sendiri tidak tau jawabannya.
"Aku tau." Lalu ia menarik tekuk belakangku memperdalam ciumannya. "Harusnya kita menyudahinya. Kamu buat aku nggak bisa berhenti mikirin kamu, Ka." Rega menempelkan keningnya di keningku.
"Hah?"
"Kamu pikir, aku mabuk sampai tidak sadar?" ucap Rega masih dengan jarak dekat, aku merasakan ia menggeleng, "Aku sadar ketika melakukannya denganmu, Ka."

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Tentang Waktu [END]
RomanceCinta di waktu yang salah. Waktu yang tepat ketika cinta yang salah.