3|| Seharusnya, sadar.

292 22 0
                                    

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Silam berjalan sembari menikmati angin yang menerpa Surai kecokelatannya . Membiarkan dirinya merasakan kesejukan yang menerpa tubuhnya. Dirinya berfikir, katanya konon cinta itu menyenangkan, katanya cinta itu pelengkap kehidupan. Itu katanya. Bagi Silam, Cinta itu semi menyakiti diri sendiri. Entah sudah berapa kali Silam gagal dalam percintaan, namun entah mengapa cintanya kali ini berbeda. Lebih menyakitkan.

Silam kembali memejamkan matanya, sambil meregangkan kedua tangannya. Dia menghirup udara dalam-dalam membuat udara masuk menghasilkan kesesakan. Ditempat ini dia bertemu Alam. Disini, andai Silam tidak memperdulikan Alam saat dijembatan itu mungkin dia tidak terjebak dalam perasaan terlarang ini.

Tadi Silam melihat Alam bersama Sarah, kemarin, Minggu lalu, bulan lalu, tahun lalu. Senyum tipis terukir dibibir pemuda itu, mengingat senyum Alam ketika dia bersama dengan Sarah. Begitu bahagia, begitu sempurna, begitu saling menyayangi. Silam tau, berharap lebih kepada Insan itu sama saja tidak mengharapkan apapun tanpa hasil apapun.

"Ada apa silam? Lo sebenarnya nggak perlu sakit."

Silam berdiri dipinggir pembatas jembatan.  Tempat dimana Alam berdiri waktu itu. Silam tergelak sendirinya mengingat dia berteriak dan berlari mengira bahwa Alam akan bunuh diri. Lalu teringat lagi saat dia malah memanggilnya Om.

Silam menatap langit yang sudah mulai gelap. Tadi dia menyuruh Sandi untuk pergi duluan, dia hanya ingin sendiri. Dia melihat langit masih sama, kalau tidak hitam, biru, orange, kelabu. Lantas Silam lebih suka yang berwarna kelabu entah apa alasannya.

"Al, maaf yah. Gw tau nggak pantes suka sama Lo."

Saat sedang asik-asiknya sendiri, tiba-tiba lampu motor datang menyilau Silam. Sejenak Silam hanya berdiri disana menatap kedatangan pemuda yang tiba-tiba saja sudah ada didekatnya.

"Mau bunuh diri?"

Silam menatap malas pemuda itu,"Nggak. Ngapain."

Pemuda itu mendekat kearah Silam, lalu merangkulnya,"Gw udah anterin Sarah, nggak perlu khawatir."

Silam menatapnya,"Nggak ada yang nanya, Alam!" Kemudian mendorong kepala Alam menjauh.

Alam kembali mendekat dan kembali merangkul Silam,"Lo tu tolol. Tapi juga buat nyaman."

Silam terdiam sejenak, lalu mengalihkan pandangannya kearah Alam yang tengah tersenyum menatap lurus kearah sungai dibawah jembatan.

"Maksud Lo?"

Alam menoleh menatap Silam,"Gw nanya sama Sarah, gw bilang dia cinta sama gw apa nggak."

"Terus?"

Alam kembali menatap lurus,"Dia bilang iya." Kemudian tersenyum lebar.

Silam tak bisa tidak ikut tersenyum. Melihat senyum Alam itu sangatlah penting dan indah bagi Silam.

"Lam, kalau suatu hari gw bilang sesuatu yang mungkin nggak masuk akal bagi lo. Lo janji nggak berhenti jadi temen gw?"

Alam kembali menoleh menatap Silam, lantas menaikkan alis kirinya,"Apa emeng?"

Silam menggeleng,"Nggak papa. Nanti suatu hari Lo bakal tau."

Alam mengangguk paham. Lalu mengeratkan rangkulannya kepada Silam dan tersenyum senyum sambil melihat Silam dari samping. Silam ikut menoleh menatap Alam yang sepertinya sudah sinting tersenyum-senyum tidak jelas seperti itu.

"Kenapa si?"

"Kita baru sahabatan 2 tahun Lam, tapi Lo udah kayak saudara gw."

"Saudara?"

Before You Say Love [Markhyuck]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang