14|| Alam tidak mengerti

155 16 0
                                    

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Hari sudah berlalu, perban dimata Silam sudah dilepas sehari yang lalu. Waktu itu dirinya sangat senang kembali melihat senyum sang ibu di depannya lalu memeluknya dengan tangisan bahagia. Kini Silam sudah kembali bisa melihat indahnya taman dirumah sakit, senja disana, dan banyak hal yang ada didunia. Yang miris hanyalah Silam tidak mampu melihat Alam untuk pertama kalinya. Saat perban itu akan dibuka dirinya berharap pemuda itu ada disana ikut bahagia, tapi nyatanya Alam tidak ada disana, hanya ada ibu, sandi, dan dokter.

Silam tak tau pasti kenapa Alam tidak ada disana, padahal dirinya sangat menginginkan sosok itu ada disana. Silam yang bertanya kepada Sandi, anak itu tidak pernah menjawab pertanyaannya hanya berlalu lalu mengucapkan selamat atas mata barunya.

Silam menghela nafas pelan, memang dirinya tidak pantas terlalu berharap kepada Alam, pemuda itu mungkin memiliki kesibukan lain yang membuatnya tidak bisa pergi menemani Silam dirumah sakit.

Silam tersenyum, menatap langit yang berwarna oranye. Senja hari ini menurutnya sangat indah, lebih indah dari sebelumnya.

"Al, lo lagi ngapain yah?"

"Lo nggak kangen sama gw?" tanyanya sendiri.

Silam turun dari kursi lalu memeluk tubuhnya diatas rumput hijau ditaman rumah sakit itu, netranya tidak di palingkan dari langit yang sudah mulai menggelap.

"Gw kangen loh, semenjak gw bisa ngeliat lagi lo kok nggak ada disana?"

Silam berdecak sebal, lalu kembali tertawa kecil, "lucu juga sih kalau gw ngarepin elo!"

Pemuda itu mengacak rambutnya, lalu menenggelamkan wajahnya kelipatan lutut miliknya. Membiarkan matanya terpejam, namun naasnya seberapa pun Silam berusaha, segelap apapun disana, Alam selalu ada dengan senyuman manisnya.

"Brengsek lo, Al!"

"Lo bilang gw brengsek, lam?"

Silam bergidik kaget, secepatnya kepala miliknya dia angkat lalu menatap pria itu. Itu Alam. Silam menggosok matanya, siapa tau itu mimpinya lagi. Namun sosok itu tak kunjung pergi malah tersenyum di depannya.

Alam melangkah mendekat kearah Silam, setelahnya memeluk anak itu erat, "Akhirnya lo bisa ngeliat lagi, lam."

Silam terdiam, mencoba menyadarkan diri atau bangun kalau memang ini mimpi. Tapi setelah mencoba mencubit dirinya Silam tau ini bukan mimpi.

Silam membalas pelukan Alam, menyalurkan rindunya yang memang sudah lama dia pendam akhir-akhir ini.

"Kemana ajah, Al?"

"Kenapa kangen?"

Silam mengangguk pasrah dalam dekapan Alam, membuat Alam terkekeh. Cukup lama mereka berdua berpelukan rasanya Silam tidak rela kalau harus melepas pelukan ini, seakan-akan dia akan kehilangan Alam kalau dia melepaskannya. Namun tak lama Alam mengakhiri pelukan mereka, lalu menatap Silam dengan dalam.

"Akhirnya lo bisa kayak dulu lagi Lam, bisa main gitar lagi, bisa nyanyi, bisa kekampus, bisa main game, dan lain-lain. Gw seneng banget!" Ucap Alam penuh antusias.

Silam membalas perkataan panjang lebar Alam dengan senyuman, lalu kemudian bertanya, "Terus kenapa lo nggak datang waktu gw dioperasi?"

Alam nampak menjauh dari Silam, dan menatap Silam yang juga menatapnya. Dirinya tersenyum membuat silam bingung.

"Nemenin sarah, Lam. Gw balikan sama dia!"

Silam diam lalu mengalihkan pandangannya dari Alam. Dadanya kembali seperti teriris, entah memang cuman Silam yang terlalu lebay atau memang begitulah rasanya sakit hati.

Before You Say Love [Markhyuck]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang