9|| Ada rasa sakit yang dia abaikan

189 16 0
                                    

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Memang benar, bahwa jangan pernah mencintai seseorang yang hatinya dimiliki orang lain. Mungkin kita bisa memilikinya tapi tidak untuk cintanya. Alam ternyata terlalu egois mempertahankan hubungannya bersama Sarah, padahal dari awal dia tau Sarah tidak pernah menginginkannya. Namun dia kira, bertahun-tahun bersama, Sarah bisa belajar menerimanya. Tapi ternyata tidak. Gadis itu masih saja kekeh mempertahankan cintanya kepada Justin, dan tidak ingin mencintai Alam. Seharusnya Alam sadar dan pergi. Bukanlah malah menetap untuk menyakiti hatinya.

Kamu pantas bahagia Alam, tapi mungkin bukan dengan Sarah.
Ucap alam dari batinnya.

Alam memang bukan pengecut, tidak lemah, oleh karena itu dirinya menahan diri untuk tidak menangisi hubungannya dengan Sarah. Walau sesak didadanya semakin bertambah seiring langkahnya menyusuri koridor rumah sakit, tapi dirinya menahan sepenuhnya agar air matanya tidak tumpah.

Setelah sampai didepan kamar rawat Silam, Alam menarik nafas dalam-dalam, dirinya meyakinkan diri untuk tidak menunjukkan kesedihannya didepan Alam.  Anak itu walau tidak bisa melihat, namun mendengar suara Alam saja dia sudah tau moodnya. Kemudian bibir Alam mengukir senyum di bibirnya, lalu perlahan memegang gang pintu ruang rawat lalu dibukanya perlahan pintu itu.

Silam yang tengah duduk diranjangnya menoleh kearah pintu yang terbuka,"Alam? Itu kamu?" Tanyanya.

Alam tersenyum tipis. Melihat wajah mungil dari sosok sahabat nya membuat dirinya entah mengapa ingin menangis dipelukan pemuda didepannya itu.

"Iya Lam, ini gw. Gimana kabarnya?" Jawabnya, kemudian menghampiri Silam.

Silam tersenyum manis kearah Alam,"Baik Al, rasanya udah lebih mendingan dari sebelumnya."

Alam hanya membalasnya dengan deheman. Lalu setelahnya diam hanya memandang wajah polos Silam. Seakan ada yang menusuk-nusuk dada Alam melihat wajah pucat itu, serta wajah yang mulai menirus itu. Silam memang sering mengatakan, dia baik- baik saja. Namun tidak jarang Alam memergokinya menangis tengah malam sambil meringkuk diranjangnya. Tak jarang juga Alam sengaja berpura-pura pergi dari sana hanya untuk menyaksikan Silam yang menangis sesengguhan.

"Alam? Lo masih disini?"

"Maaf Lam. Maafin gw karena ngehancurin hidup Lo."

"Al? Kamu-"

Belum selesai perkataan Silam, Alam segera memeluk Silam dengan erat. Membiarkan bahu anak itu basah karena air matanya, membiarkan semua sakitnya dia salurkan dalam pelukan sahabatnya itu, membiarkan semua rasa bersalahnya meluap disana, membiarkan perasaan sakit hatinya disembuhkan oleh kehangatan dekapannya.

"Gw- salah."

Silam mengelus rambut Alam dengan lembut, "Bagaimana cara agar gw ngejelasin ini bukan salah Lo Al?"

Sialan sekali. Elusan lembut dari tangan silam berhasil membuat Alam semakin mengeraskan tangisnya. Kalau Silam mengatakan bagaimana cara agar dia menjelaskan ini bukan salahnya, Alam ingin meyakinkan kalau ini memang salahnya.

Semakin Alam mengeratkan pelukannya, semua rasa sakit itu semakin terbayang dan terputar bagai film dalam pikirnya. Lalu semuanya dengan bodoh hanya bisa mampir ke dadanya, menambah kesesakan.

"Sarah aku mencintaimu."

"Sarah, Kita akan bahagia sampai tua."

"Sarah, kita akan tua bersama."

"Sarah, mau jadi pacarku? Atau istriku?"

"Sarah, nanti kamu sakit."

"Sarah... Kamu mencintaiku?"

Before You Say Love [Markhyuck]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang