13|| Tidak perlu dikatakan

164 14 0
                                    

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Hari ini Silam masih dirawat dirumah sakit, dokter menyarankan dirinya dirawat dulu disana karena keadannya yang semakin memburuk. Silam sebenarnya tak suka ditempat itu, tapi dirinya memilih untuk memendam semua itu dan lebih memilih menuruti perkataan dokter dan ibunya.

Kini silam masih saja berada di ranjang rumah sakitnya, duduk disana sambil meringkuk. Kalau dulu saat dirumah sakit dirinya pasti selalu duduk di taman untuk menghirup udara segar, menghabiskan harinya disana sambil melihat pemandangan yang menurutnya luar biasa apalagi saat senja. Begini-begini dirinya sering masuk rumah sakit, seperti dulu dia masuk rumah sakit karena kepalanya terjedot dikolam berenang karena mencoba gaya lompat yang baru.

Silam tersenyum sekilas, pernah juga dirinya terjatuh dari sepeda bersama Sandi. Yang parahnya dia dan Sandi terjatuh dari sepeda karena tertabrak mobil, jadinya dia dan Sandi masuk ke rumah sakit. Dan itu mengakibatkan dirinya harus dioperasi.

"Ekhem, gw masuk yah? "

Silam dapat mendengar suara yang tak asing itu, suara Sandi yang memanggilnya dari ambang pintu. Silam hanya menanggapinya dengan anggukan yang cukup membuat pemuda itu masuk kedalam ruangan Silam.

Sandi menghampiri Silam yang duduk meringkuk diranjangnya, lalu menepuk pelan pundaknya, "Gimana keadaan, lo?"

Silam tidak mengubris sedikit pun. Sandi menghela nafas pelan, "Kenapa, Lam? Galau bener! "

"Gw bakal mati, San? "

Sandi menatap silam seienak lalu merangkul pemuda itu, "Semua orang bakal mati, lam."

Silam menggeleng, "Tapi gw belum siap mati sekarang. "

Sandi tersenyum tipis lalu mengacak rambut Silam dengan pelan. Dia juga belum siap kehilangan Silam saat ini, dan kalau bisa tidak mau kehilangan dia Selama-lamanya. Tapi Sandi tau kalau makhluk Tuhan tidak ada yang abadi.

"San, masih banyak yang belum gw lakuin. Gw belum mau pergi sandi! "

"Masih ada 3 bulan, Lam!"

Silam tertawa miris. 3 bukan yah? Dia memang hampir lupa kalau hidupnya tinggal menghitung bulan. Dirinya kira ini hanya mimpi, mimpi buruk yang membuatnya segera ingin bangun dari tidurnya itu. Namun kini dia sadar ini kenyataan pahit yang harus dia telan bulat-bulat.

"Gw bakal bantu lo ngelakuin apapun yang mau lo lakuin! "

Silam menolehkan wajahnya kepada Sandi, walau silam tidak bisa melihat senyum Sandi yang mereka lebar Silam tau anak itu tersenyum kearahnya.

"Lam, lo dapat donor mata! Seminggu lagi lo bakal bisa ngeliat dunia seperti dulu! "

"Sandi?"

Sandi memeluk tubuh Silam dengan erat, dan kembali menangis disana namun kini tangisannya bukan tangis kesedihan tapi sebaliknya. Keluarga Sandi menemukan pendonor mata untuk Silam, dan itu membuat Silam sangat bersyukur karena sahabatnya akhirnya bisa melihat kembali. Walau Silam masih harus melawan penyakitnya yang lain, Sandi janji akan berusaha terus ada disamping Silam.

"Lam, gw janji gw bakal cari pendonor buat lo! Lo bakal bisa sehat kayak dulu lagi."

Silam hanya diam lalu mengeratkan pelukannya kepada Sandi. Mendengar kabar bahwa ada pendonor mata, dirinya sangat bersyukur kepada Tuhan. Silam tidak berharap lebih benar-benar tidak berharap lebih, tapi dirinya menginginkan saat dia melihat dunia kembali dirinya ingin melihat Alam terlebih dahulu. Jujur saja, sekian banyaknya insan di dunia ini dirinya sangat merindukan Alam.

Ibu berdiri didekat pintu menatap sendu Sandi dan Silam yang berpelukan, rasanya dia juga ingin ikut memeluk mereka tapi dia singkirkan rencana itu karena dirinya tau mereka membutuhkan waktu bersama untuk menyalurkan rasa senang mereka.

Before You Say Love [Markhyuck]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang