✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏
Malam sudah larut, Silam sudah dipulangkan dirumahnya tadi Sore. Bendera kuning terpasang jelas didepan rumah Silam, membuat semua orang berkumpul dirumah duka. Warga sempat tidak percaya kalau Silam sudah pergi, namun saat melihat wajah jenazah yang terbaring kaku di ruang tamu membuat mereka menangis pilu.
Walau pemuda itu nakal, tapi kalau soal membantu warga sekitar dirinya itu sangat sering dibutuhkan. Ada warga yang mengatakan, Silam sering sekali membantu mencarikan ayamnya yang hilang, ada juga yang sering dibantu memasang gas, dan lain-lain. Kepergian pemuda itu, jelas sekali menjadi luka mendalam untuk warga sekitar.
Silam sudah dimandikan, dan sekarang sudah dipakaikan kain kafan. Ibu dengan mata sembabnya duduk disamping jenazah putranya, dan Sandi duduk disamping ibu sambil mengelus pundak Ibu berusaha untuk menenangkan ibu.
"Bu, liang lahat sudah selesai. Silam sudah siap dikuburkan. " ucap salah satu warga.
Ibu mengangguk. Mau bagaimanapun Silam harus dikuburkan, dan dia harus rela putranya diambil dari dia.
Para pria yang ada disana mulai masuk satu persatu, kemudian berjejer dan bersama-sama untuk mengangkat jenazah Silam. Dan disaat itu juga jantung ibu berdetak cepat, rasanya tak karuan saat melihat Jenazah putranya sudah diangkat keluar.
Ibu memeluk erat Sandi, menangis sejadi-jadinya saat jenazah itu sudah dikeluarkan dari rumah dan akan dimasukkan kedalam keranda. Sandi menahan mati-matian air matanya yang sudah dari tadi ingin jatuh, tapi usahanya gagal. Kali ini Sandi ikut menangis bersama ibu.
Ibu Sandi yang juga ada disana menghampiri ibu dan Sandi, "Sabar yah, bu? " Ucapnya menepuk pelan pundak ibu.
Sandi menatap ibunya dan langsung mendapat senyuman tipis. Ibu Sandi mengelus rambut anaknya itu dengan lembut, lalu ikut memeluk ibu Silam.
"Ayok, kita temani Silam ke tempat peristirahatan Terakhirnya. " ucap Ibu Sandi.
Sandi mengangguk, lalu menatap ibu, "Ayok bu! "
"Ibu Silam biar sama ibu ajah yah, San? Kamu bantu orang-orang angkat keranda ajah kejujuran! "
Sandi mengangguk, lalu segera beranjak dari tempat duduknya. Ibu Sandi kemudian membantu ibu Silam untuk bangun dari tempat duduknya, lalu mengelus pundak wanita itu dengan lembut.
"Yang kuat yah, bu?"
Ibu Silam mengangguk pelan, lalu kemudian mereka ikut keluar menyusul Sandi yang sudah lebih dulu ada diluar.
Sandi yang sudah ada didekat keranda itu terdiam sejenak. Dia menatap keranda itu dengan lekat, dia rasanya tidak kuat melakukan ini.
Lo beneran pergi, Silam. Bahkan sekarang gw harus angkat keranda yang ada lo disana.
Batin Sandi.
"Ayo nak Sandi! Malam semakin larut, jenazahnya harus segera dikuburkan! "
Sandi mengangguk. Dengan tangan yang sedikit gemetar dan berkeringat dirinya memegang pegangan keranda itu lalu menaikkannya keatas pundak. Sandi mengambil nafas dalam-dalam lalu kemudian ikut berjalan bersama yang lain.
"La ilaha illallah.. La ilaha illallah... La ilaha illallah... "
Begitu seterusnya diperjalanan. Orang-orang juga ada beberapa yang mengikuti di belakang, dan ada juga yang mendahului memakai motor.
Sandi sepanjang perjalanan ikut mengucapkan itu, namun hatinya teriris dengan sangat sakit. Tawa renyah milik Silam seakan terus menghantuinya disepanjang perjalanan, langkah yang terus diambilnya hanya langkah untuk membawa Silam ke peristirahatan terakhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Before You Say Love [Markhyuck]✔
Fiksi Penggemar❛❛ 𝘿𝙚𝙠𝙖𝙥 𝙖𝙠𝙪, 𝘼𝙡𝙖𝙢. 𝙎𝙚𝙠𝙖𝙡𝙞 𝙨𝙖𝙟𝙖 𝙡𝙖𝙡𝙪 𝙠𝙖𝙩𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙠𝙖𝙪 𝙢𝙚𝙣𝙘𝙞𝙣𝙩𝙖𝙞𝙠𝙪. ❞ · · ─────── ·𖥸· ─────── · · || SELESAI ||✔ ⚠️WARNING⚠️ BOYSLOVE STORY/GAY! DON'T PLAGIAT! JANGAN SALAH LAPAK! ©keripikpi...