a supplementary story | 2

244 21 3
                                    

1 | gone ➳ park jimin

Ketika hari itu tiba. Hari di mana Yerin berjalan menjauhinya.

"Aku juga menyukaimu, Jim. Sebagai teman terdekatku."

Punggung gadis yang disukainya, mulai menjauh.

Ah, sial. Hari itu, Jimin ingin berkata, tidak. Ia ingin berteriak lantang. Ia ingin menentang hubungan mereka saat ini. Dan ia ingin ...

Menentang hubungan Yerin dan Taehyung.

"Yerin, kembalilah." Jimin berbisik.

Punggung gadis yang disukainya, semakin menjauh.

"Yerin, apapun masalahnya. Kau bisa menganggapku sebagai rumah cadanganmu. Kapanpun, dan di mana pun itu."

Hatinya terus-terusan berteriak, meronta-ronta, hingga panas di seluruh tubuhnya secara perlahan mengalir ke kedua matanya. Dan saat itu juga, detik itu juga, air mata yang tidak ingin  ia keluarkan, meluruh tanpa izin. Yang membuat dirinya semakin kesal, namun air mata ini malah semakin meluruh deras. Sialan. Sialan. Sialan.

Dan akhirnya, punggung gadis yang dicintainya, sudah menghilang tanpa bekas setelah kedua matanya tidak lagi memburam karena air mata.

***

"Jimin, hei!"

"Eoh?"

"Hei," Yerin tersenyum persegi. Badannya agak menunduk, menatap Jimin yang terbangun kaget. "Kau tertidur, ya? Padahal, aku merasa kalau diriku tidak telat."

"Ah, ya ..." Jimin mengusap-usap wajahnya kasar. Pandangannya mengeliling. Bunyi lonceng, ketukan sepatu, dentingan cangkir, serta berbagai konversasi orang dewasa di sekitarnya membuatnya sadar. Ia berada di kafetaria.

"Maaf, tugas akhirku sangat sulit."

"Jadi, kau bergadang?"

"Yah ..." Jimin terkekeh, tersenyum sipit membuat Yerin agak memerah. Sungguh lelaki menggemaskan seperti biasanya. Namun, ah, bukan itu yang harus dipikirkannya.

Oh, Yerin yang ingat kalau dia masih berdiri di sisi meja, lantas menarik kursi dan duduk di depan Jimin. Gadis itu memangku dagunya, memasang wajah manis. Ia rindu teman lelakinya ini. Satu minggu, ah, mungkin dua minggu lamanya mereka jarang mengobrol. Hanya berpapasan dan saling menyapa canggung. Berhubung Yerin dan Jimin sibuk, jadi mereka tidak terlalu memikirkannya.

Sayangnya, itu hanya pikiran Yerin belaka.

Nyatanya, Jimin sangat merindukan temannya ini. Apalagi mengetahui kabar bahwa hubungan Yerin dan Taehyung yang kian membaik, membuat hatinya agak teriris. Tapi sialnya, ia harus menahan semua perasaan ini dan hanya bisa terus mendukung Yerin sepenuh hatinya.

Walau nyatanya tidak begitu.

"Kenapa?" tanya Jimin heran karena terus-terusan ditatapi Yerin.

Yerin menggeleng. "Mm, tidak ada. Hanya merindukanmu."

"Kalau begitu kita sepemikiran, Nona."

Mendengar itu, tawa Yerin meledak dengan hangatnya. Membuat Jimin sejenak tergugu karena merasakan debaran hangat di dalam dadanya yang berontak ringan. Ia kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha fokus terhadap kenyataan yang terjadi.

End of The Road ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang