25 - Return, then a Laugh [─]

3.5K 360 65
                                    

:: Last Chapter ::

•|•

Taehyung itu bodoh atau idiot? Bagaimana bisa dia seakan-akan tidak peduli dengan perasaan yang Yerin rasakan sekarang. Ingin menangis, tentu saja. Namun saat ini air mata Yerin telah kering. Amat sangat kering.

Yerin masih berada di tempat wahana bermain. Tempat ia dan Taehyung bersenang-senang, tempat Taehyung yang membuatnya malu dengan cara merengek seperti orang bodoh, merentangkan tangan lebar-lebar dengan meksud ingin digendong dan dipeluk olehnya, digendong Taehyung ditempat ramai itulah, lalu Yerin yang menangis.

Mereka kembali—karena Taehyung yang tibanya menarik tangan Yerin untuk kembali ke tempat destinasi mereka. Dengan alasan memperbaiki mood Yerin, namun semakin memburuk.

Taehyung selalu, dan selalu meninggalkannya.

Mengingat sebelum Taehyung pergi dengan mengucapkan beribu-ribu permohonan minta maaf, seseorang menguhubunginya. Dan itu Eunbi.

Taehyung tak mengucapkan apa-apa dan hanya terus memotong perkataan Yerin. Membuat Yerin pasrah dan hanya mengangguk.

Lantas Yerin menggeleng perlahan, disaat memorinya kembali mengingat kejadian itu.

"Kau melamun?"

Yerin tersontak kaget sekejap, kepalanya menoleh kearah sumber suara. "Jimin?! Kau, sedang apa kau disini?" pekik Yerin seketika merasa senang saat Jimin ikut berada ditempat seperti ini.

Jimin tersenyum manis, lalu ikut duduk disebelah Yerin. "Karena... aku merindukanmu."

Yerin terdiam sebentar. Perkataan Jimin sama seperti benaknya. Tak dipungkiri Yerin juga merindukan Jimin, mengingat hubungan mereka tidak sedekat dulu.

"Kau merindukanku, ya? Mengapa kau menjauh dariku? Apa kau masih menyukaiku?" tanya Yerin bertubi-tubi, menaik-turunkan alisnya berusaha menggoda Jimin.

Jimin tergagap, lalu berdehem dan tersenyum kearah Yerin yang mampu membuat gadis itu bungkam seketika. "Aku memang menyukaimu—"

Seketika Jimin tertawa renyah melihat ekspresi Yerin yang terdiam membeku. Dengan tangannya yang terangkat melingkat pada bahu Yerin, dan berujar kembali, "Aku akan selalu menyukaimu, sebagai teman dekatku."

Yerin tersadar akan lamunannya lalu menatap Jimin, seketika ia ikut tertawa renyah, "Aku juga menyukaimu, Jim. Sebagai teman dekatku." jawan Yerin seraya membalas rangkulan yang Jimin berikan.

Yerin tersenyum lebar saat Jimin tidak membencinya karena ia tidak bisa membalas perasaan Jimin. Namun Jimin yang berbalik terdiam membeku. Dia masih menyukai Yerin, lebih dari teman, dan itu masih dirasakannya.

Sesaat setelah itu, Jimin berusaha menetralkan jantungnya yang berdegup kencang disana. Ia berdehem dan membalas tawa Yerin tadi, namun dengan tawa yang canggung.

Membuat Yerin mengerutkan dahinya seraya menatap Jimin heran, "Kenapa kau tertawa seperti kakek-kakek?"

"Ha?" Jimin menghentikan tawa canggungnya. Mengernyitkan alisnya saat mendengar perkataan Yerin yang belum dimengertinya.

Berusaha mencerna, dan Jimin membulatkan matanya terkejut, menatap Yerin dengan wajah yang suram membuat Yerin menahan tawanya. "Maksudmu? Aku itu kakek-kakek, huh?!"

Pertahan Yerin lepas, telak ia meledakkan tawanya sembari mencubit pipi Jimin yang merah karena marah.

"Ini sakit!"

•••

Senyumnya tak pernah luntur sejak dua puluh menit yang lalu. Berkali-kali melirik kearah jam dinding yang ada diapartemennya.

End of The Road ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang