22. Berpamit?

0 0 0
                                    

Satu Minggu sudah Daniel berada di Amerika. Pikiran nya sangat kacau, semua mimpi nya tentang kehadiran Ela. Mimpi itu membuat pikiran Daniel semakin kacau. Perasaan buruk selalu datang di setiap saat.

Di apartemen miliknya pribadi, pria itu memandangi langit sore yang sangat indah ini. Tangan kanan Daniel memegang sebuah cap kopi favoritnya.

Saat ini bukan cuma Rana saja yang berada di otaknya, tapi juga seorang lainnya.

Daniel menghembuskan nafasnya. Langkah kakinya menghampiri meja karja. Ia meletakan cap copi bergantian mengambil ponsel milik nya.

Tangan nya sibuk mencari kontak rekan kerja yang saat ini berada di Indonesia. Tidak begitu dekat, namun jika bekerja sama Daniel sangat puas dengan hasilnya begitupun sebaliknya.

Setelah terhubung dengan sambungan telpon itu, Daniel menaruh ponselnya di sebelah telinga. Menunggu hingga panggilan itu di angkat. Tidak lama dari itu pun panggilan segera di angkat.

"Hallo pak Daniel selamat siang, ada yang bisa saya bantu?"

"Iya, siang, tapi di sini sore,"

"Ooohaha iya-iya pak maaf, saya baru ingat kalo pak Daniel sedang di Amerika."

Daniel tertawa kecil. "Apa mengganggu jam siang anda?"

"Nggak pak, udah masuk jam istirahat siang kok. Ada apa Pak? Apa dokumen saya kemarin ada yang salah?"

"Nggak, bukan itu yang saya ingin sampaikan." Sebelum melanjutkan perkataannya Daniel menghembuskan nafasnya sebentar.

"Ar, jangan ada rasa tidak enak. Saya akan transfer uang 100 juta ke kamu, un---"

"100 juta Pak? Bukan nya kerja sama kita belum selesai ya?"

"Tunggu saya ngomong dulu Ar,"

"Oh iya Pak maaf, silahkan,"

"Alden saat ini menangani pasien bernama Diel kan?"

"Iya Pak, Pak Daniel sendiri yang minta waktu itu. Kenapa ya Pak?"

Baru saja ia ingin mengucapkan sesuatu, dada nya menjadi sesak dan sedikit berdebar-debar. Hal itu membuat Daniel sebentar menenangkan diri nya.

"Nafas terakhir kita nggak ada yang tau, saya akan transfer uang 100 juta untuk pengobatan Diel. Saya harap kamu lah orang yang tepat dan amanah untuk memegang nya."

"Tapi Pak, Diel si----"

"Cukup jaga pesan dan amanah saya saja,"

"Pak---"

Tut

Daniel mematikan sambungan telepon kepada rekan kerja nya. Setalah mematikan sambungan telepon itu tubuh Daniel perlahan jatuh ke atas lantai. Rasanya sangat sakit.

"Jemput aku El, Diel udah aman,"

💬💬💬

"Gib," panggil Daniel ke sebrang sana. Tepatnya ke sang adek Gibran melalui sambungan telepon.

"Why? Sebenarnya gw ini mau marah ya, lu nel---"

"Iya marah aja besok ke gw, besok gw balik kok,"

"Iya lah. Kenapa ini hyeong ku tersayang? Lu mau tanyain gw soal oleh-oleh ya?"

"Nggak, bukan itu, tapi masalah uang, mau?" Tanya Daniel dengan menatap layar laptop nya yang kini menampilkan jumlah banyaknya saldo rekening nya.

"Aduh hyeong, nggak usah deh. Gw adek durhaka ke lu, kalo lu ikhlas kasih ke gw, gw pun dengan senang hati menerimanya,"

Daniel tertawa kecil. "Gw bakal kasih ke lu, tapi bukan buat lu gimana?"

"Oooo jadi ini lu mau kasih duit ke gw, terus duit nya harus gw kasih ke Rana gitu? Dia bilang nya sih tadi mau beli es krim,"

"Iya gitu maksud gw, duit yang gw akan transfer ke lu itu buat Rana. Bukan cuma Rana tapi anak gw yang cowok juga. Duit nya buat biaya sekolah mereka,"

"Hah hyeong, lu kan mau pulang, masak iya titipin duit ke gw buat mereka sekolah. Kan aneh,"

"Iya Gib gw mau pulang, lu dan Stev jagin anak-anak gw ya besok?"

"Iya hyeong, besok gw bakal ke rumah lu deh, nunggu lu pulang bawa oleh-oleh."

"Hahaha, iya. Gw besok pulang ya?"

💬💬💬

Pukul 9 malam waktu Amerika ini, Daniel sedang melakukan sambungan telpon bersama putri cantik kesayangannya, Rana. Perbandingan waktu Amerika dan Indonesia adalah -18 jam.

Jadi lebih cepat waktu Indonesia dari pada Amerika.

"Terus kemarin itu ada paket datang, album yang Papah waktu itu beliin buat Rana udah datang Pah, belum Rana buka. Rana mau nunggu Papah aja."

"Jangan nunggu Papah dong, biasanya ada paket datang langsung di buka, apalagi ini album yang Rana tunggu-tunggu."

"Iya Rana tau, tapi Rana mau nya buka paket nya sama Papah,"

"Kalo Papah nggak pulang?"

"Rana kan nggak ngusir Papah, kenapa Papah nggak mau pulang?"

Daniel menggelengkan kepalanya. "Bukan gitu maksud nya cantik,"

"Iya emang anak Papah Daniel cantik."

Daniel dan Rana sama-sama tertawa kecil. Memang tidak lucu, kesederhanaan Papah dan anak ini pasti akan menghasilkan sebuah tawa dari kedua nya.

"Saking cantiknya Papah besok udah siapin buanga mawar dari Amerika,"

"Mawar putih ya Pah?"

"Iya, melati putih pun Papah bawain,"

"Janji ya?"

"Iya janji nggak bohong,"

"Besok pagi waktu Indonesia Papah bakal siapin bunga bagus buat Rana. Papah bakal bikin kejutan banyak bunga buat Rana. Rana mau?"

"Mau banget!"

Rana, kisah mu terlalu indah untuk aku tulis. Saking banyaknya cerita tentang mu aku tidak tau harus menulis bagian yang mana.

Bahkan episode selanjutnya pun aku tidak tau harus mengambil kisah mau yang mana.

Rana itu.........

Hai semuanya

Bagaimana menurut kalian?

Tinggal dua lagi lho ini, story Daniel & Rana bakal selesai.

Namun kisah ini akan berlanjut, namun di saat Rana menginjak usia remaja.

Di mana saat itu lah momen Rana yang selalu aku ingat.

Untuk itu jangan lupa follow akun WP dan masukkan cerita ini di perpustakaan kalian biar bisa mendapatkan notifikasi cerita ini saat up.


Aku  up cerita ini bersamaan dengan bab 21.




Daniel & Rana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang