Dengan langkah gontai aku berjalan pulang ke rumah. Hari ini cukup sial, aku kehilangan pekerjaan. Kafe tempatku bekerja harus tutup permanen karena pemiliknya pindah rumah ke luar kota. Kenapa, sih, orang-orang tidak mengerti kalau cari pekerjaan itu sulit untuk orang biasa sepertiku?
Aku menendang kerikil di jalan. Baru saja aku ingat uang sewa rumah belum kubayar. Jika aku pulang sekarang pasti anak pemilik rumah yang cerewet itu akan memintanya, sedangkan gaji terakhirku harus kugunakan sebaik mungkin sebelum aku punya pekerjaan baru. Akhirnya aku berjalan putar arah. Malas pulang ke rumah, aku butuh menemui seseorang.
-
-
-
Setelah menempuh waktu satu jam menggunakan bus, aku sampai di bagian barat kota ini. Salah satu tempat kesukaanku karena jauh dari kebisingan, selain itu ada dia yang membuatku ingin berkunjung.
Kakiku melangkah memasuki halaman rumah besar yang terlihat tidak berpenghuni. Bukan karena usang atau rusak, tapi karena selalu tertutup dan memberi kesan seram seperti tidak ada kehidupan di dalamnya. Padahal jika seseorang berani masuk, interior bergaya eropa beserta perabotan modern siap menyambutnya.
Tanpa mengetuk, aku langsung membuka pintu utama rumah ini dan sesuai dugaan, tidak pernah dikunci. Dasar!
"Jake!" Aku memanggil si pemilik rumah. Keadaan di dalam sangat sepi, kemana dia?
Sudah sore, tidak mungkin dia masih di luar. Aku meletakkan tasku di sofa, lalu menyisir seisi rumah untuk mencarinya. Namun nihil, di lantai dua pun aku tidak menemukannya.
"Jake, aku tau kamu di rumah." Baiklah, ini mulai menyebalkan. Aku sudah naik-turun tangga, awas kalau dia hanya mengerjaiku.
"Sstt." Baru saja kembali menginjak lantai satu, aku mendengar bisikannya.
Aku menoleh, tapi tidak ada siapa pun. "Itu kamu?" Hening. Tidak ada respon lagi.
"Sstt."
Sialan, anak ini!
"Jake Sim!" Aku menyentaknya. Mood-ku sudah buruk, jangan membuatnya lebih buruk, Jake.
Setelah itu aku mendengar tawanya dari lantai dua. Aku mendongak dan menemukan dia bersandar di pagar pembatas dengan wajah menyebalkan.
"Turun!"
Jake menggeleng. "Kamu yang naik."
Aku mendengus, tapi sebelum aku menaiki anak tangga, Jake menghilang. Detik berikutnya dia sudah duduk di sofa.
Jake tersenyum dan aku langsung memeluknya. Untung saja dia tidak menghilang lagi.
"Kenapa gak bilang kalau mau datang?" Jake membalas pelukanku lalu mengecup keningku sekilas.
Aku hanya mengendikkan bahu. "Dadakan." Kulepaskan pelukan kami. "Kamu kenapa jarang ke rumah akhir-akhir ini?"
Memang biasanya Jake yang lebih sering mengunjungiku, kalau pun aku ingin ke sini pasti Jake juga yang akan menjemputku. Makhluk sepertinya tidak akan lelah bolak-balik, lumayan juga waktu perjalanan bisa dipersingkat.
"Aku harus hindarin manusia sampai besok pagi, tapi sekarang malah kamu yang ke sini."
Benar juga, seingatku nanti malam adalah bulan purnama. Jake harus menghindari manusia sejak beberapa hari sebelumnya karena nafsu makhluk seperti Jake akan meningkat hingga bulan terbentuk sempurna.
Aku memegang kedua pipi Jake, menatap matanya dalam. "But you look fine."
"Kamu gak tau aku nahan setengah mati, Sea." Sekilas mata Jake berkilat merah. "Sebelum malam kamu harus pulang, okay?"
KAMU SEDANG MEMBACA
EN- Universe
FanfictionImagine: You x Enhypen Mau Enhypen sebagai pacar, kakak, adik, selingkuhan, teman, suami, musuh, atau apa? ⚠️ Warning: adult content on some chapters.