10. Tamu Tak Terduga

127 36 1
                                    

Sehari setelah operasi, Tara diizinkan pulang. Tadinya umminya ingin ia ikut ke Surabaya saja sampai sembuh baru kembali ke Semarang tetapi pakde dan budenya menahan agar ia tetap di Semarang agar memudahkan kontrol.

Tara paham, hati orang tua mana yang sanggup melihat anaknya sakit? Kalau bisa, mereka saja yang sakit. Meskipun ia di Semarang dirawat dengan baik, tetapi akan lebih lega jika bisa merawatnya sendiri. Akhirnya umminya tinggal lebih lama lagi dari perkiraan demi bisa merawat Tara.

Kemudian,Tara yang pulang siang, sorenya mendapatkan tamu yang tak disangka-sangka. Tamu yang dikiranya hanya bercanda ternyata betulan datang. Itu pun tidak sendiri. Ada sepasang kekasih? Suami-istri?

Tara berkedip melihat rombongan di depannya. Mereka yang sudah duduk segera berdiri ketika ia keluar menemui. "Saya kira nggak datang," katanya canggung dengan suara serak dan besar, efek pasca operasi yang belum memudar. Kata DPJP, ia tak perlu khawatir, nanti akan hilang dengan sendirinya.

Bagas pun tampak canggung ketika tersenyum, lalu ia menyerahkan buket berisi rangkaian bunga daisy, gardenia dan mawar. "Semoga lekas sembuh," ucapnya yang kemudian mendapatkan dehaman lelaki satunya.

Tara sempat melihat dari balik punggung Bagas bahwa perempuan di sebelah tampak mencubit lengan lelaki di sebelahnya yang hanya dibalas dengan ringisan lalu seolah tak terjadi apa-apa. Ia sendiri hanya bisa menahan tawa. "Makasih." Ketika buket sudah di tangannya tanpa sadar ia mencium harumnya.

"Bang, Mbak, kenalin ini yang namanya Mbak Tara," kata Bagas menunjuk Tara, "dan Mbak Tara, ini senior saya, Bang Arka dan calonnya, Mbak Fyneen."

Senior? batin Tara.

"Tara."

"Fyneen."

"Arka."

Ketiganya bersalaman.

"Silakan duduk." Tara pun duduk diikuti oleh ketiga tamunya.

"Oh ya, ini juga. Saya bingung mau bawa apa buat orang operasi gigi," kata Bagas sambil nyengir.

"Ya masa dikasih donat," komentar Fyneen, "makan saja masih agak susah itu."

Mendengar kata donat, kedua bola mata Tara otomatis melihat ke arah meja dan ia tak bisa menyembunyikan tawanya tatkala membaca merek yang tercetak di kresek dan kotaknya.

"Tuh, Mbak Tara aja ketawa," ejek Arka.

Tara menggeleng sembari mengibaskan tangannya. "Bukan donatnya tapi mereknya." Ia terkekeh canggung. "Anu, itu, donat BeladonaT ini Pakde yang punya rumah ini pemiliknya."

"Wealah!" Ketiga tamu Tara pun tertawa tak menyangka. Tara sendiri kembali nyengir.

"Tapi makasih sudah repot-repot," ucap Tara. Selain sekotak donat, ada juga kresek berisi roti tawar, roti mari, susu dua liter dan sekeranjang buah.

"Mbak Tara ini kemarin operasinya di tempat Mbak Fyneen," beritahu Bagas.

"Oh ya? Opname di ruang apa? Berapa hari?" Kedua alis Fyneen terangkat. Tetapi, Tara juga terkejut. "Sayang kita baru kenal ya?"

"Empat hari," jawab Tara sembari menyebut ruangannya. "Mbak Fyneen perawat atau dokter? Eh, kayaknya familiar ya wajahnya eh ehm ..." Tiba-tiba wajahnya memucat dan ia terdiam ketika sebuah ingatan berkelebat di kepalanya.

Fyneen adalah perempuan yang bersama dokter ganteng yang pernah ditemuinya di rumah sakit tersebut saat anemianya kambuh.

Takdir apa ini? Sungguh, seolah takdir tengah mempermainkannya.

"Kenapa, Mbak?" tanya Fyneen yang direspon gelengan kepala oleh Tara.

"Nggak, nggak apa-apa kok. Keingat sesuatu aja," jawab Tara sembari tersenyum yang tentu saja tidak mencapai matanya.

ROSC (Return Of Spontaneous Circulation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang