4. C'est la vie

161 29 0
                                    

Setelah pulang dari rumah sakit, untuk pemulihan, Tara istirahat total yang artinya pekerjaannya hanya berbaring, makan dan tidur. Masih pusing? Sekali lagi, ia tak pernah merasakan pusing. Hanya terasa berat membawa tubuhnya. Lemas. Seperti tak memiliki tulang.

Benar saja bahwa Tara dibuat bosan dengan menu makanan yang itu-itu saja padahal kaya gizi. Meskipun ia tak ada pantangan makan, tapi demi mempercepat pengembalian staminanya, asupan yang dikonsumsinya hanya berkisar di olahan bahan itu-itu saja. Sungguh ia rindu jajan dan makan tanpa memikirkan apapun.

Jadi siapa bilang sakit itu enak? Istirahat karena sakit sesekali saja mungkin masih bisa dirasakan 'istirahatnya' walau apapun judulnya tetap saja sakit itu tak enak. Hanya saja sepertinya banyak orang lupa bersyukur masih diberikan nikmat dan rezeki sehat.

Hari ini Tara ada jadwal kontrol ke rumah sakit. Ia pergi diantar oleh Bella karena pulangnya sekalian pergi ke hotel untuk melihat venue acara pernikahannya dan bertemu WO.

"Kita makan siang dulu ya?" ajak Bella sembari menyetir meninggalkan rumah sakit.

"Iya, Mbak. Nggak berasa udah mau mendekati hari H aja. Apa gegara aku tepar itu kali ya?" gumam Tara seraya menempelkan kepalanya di kaca jendela.

Bella tertawa. "Bisa jadi. Kamu kuat kan ikut ke hotel sebentar? Atau mau aku antar pulang dulu?"

"Nggak! Kuat kok, bismillah. Bosen deh di rumah terus," rengek Tara menolak usulan sepupunya. Ia meyakinkan Bella dan dirinya sendiri juga mensugesti otaknya bahwa ia baik-baik saja.

Tara memang sudah lebih baik tapi ia masih belum bisa beraktifitas terlalu banyak bahkan untuk sekedar mondar mandir saja. Ia ingat saat skripsi dulu, mungkin karena terlalu stres dan lelah hati, pikiran juga tenaga, kondisinya kembali drop tetapi ia memaksakan diri untuk tetap pergi bimbingan. Ia tak bisa mundur dari jadwal skripsi dan wisuda. Terlalu memaksakan diri? Memang, sebab jika tidak, ia justru tidak yakin bisa lanjut hingga wisuda mengingat kondisi ekonomi orang tuanya yang tidak bagus. Ia ingin segera lulus dan kerja.

Tara mangkir dan izin tidak ikut bimbingan hanya jika kondisinya sudah terlalu drop dan tak bisa beraktifitas. Bersyukur dosennya mengerti.

Tak lama Tara dan Bella sampai di hotel. Setelah memarkirkan mobilnya, Bella mengajak sang adik sepupu menuju salah satu restoran yang ada di hotel. Hanya ketika baru di lobi hotel, Tara melihat wajah yang tak asing. Dokter yang ia lihat di IGD rumah sakit tempatnya dirawat dengan pakaian semi formalnya dan perempuan yang juga perawat di rumah sakit yang sama dengan dress sederhana tapi anggun warna mint tengah melintas seraya bergandengan tangan di depannya.

"Hhh, pacar orang. Tapi emang ada gitu dokter yang jomlo?" gumam Tara. "Untung deh kemarin dulu itu bukan dia yang tangani aku. Bisa naksir betulan kan gawat."

"Kenapa, Dek?" tanya Bella yang mendengar sepupunya gumam.

"Pasangan di depan itu, yang cowok dokter rumah sakit kemarin. Ganteng deh, Mbak," bisik Tara hingga mendekati sepupunya.

Bella terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. "Kamu tuh. Ada ceweknya loh."

"Iya itulah," desah Tara. "Untung mbaknya bukan perawat yang rawat aku, kan malu."

Bella menoleh. "Loh, perawat di sana juga?"

Tara mengangguk. "Iya. Pernah lihat."

"Kamu kebanyakan nonton drakor sama sinetron." Setelah mengatakan itu, Bella tertawa kecil.

Keduanya pun menuju restoran yang berbeda dengan arah tempat dua sejoli pergi.

🥯🥯🥯

Pernikahan Bella akan menggunakan adat Jawa Jogjakarta lengkap mengingat kedua mempelai berasal dari Jogja. Bedanya, jika Cielo Ananta tunangan Bella memang lahir dan besar dengan keluarga besar di Jogja, sedangkan Bella termasuk Tara tentunya adalah turunan orang Jogja. Ketika buyutnya menikah dulu diboyong ke Surabaya dan terus menetap.

"Yan, emang nggak bisa apa aku pakai sneaker aja?" pinta Bella.

Yani, pemilik WO yang sekaligus sahabat Bella dari SMA itu menatap horor. "Kamu mau pakai jarik, kebaya anggun terus sneakeran?" desisnya.

Bella mengangguk semangat. "Kan keren."

"Keren palamu!" dengkus Yani sebal. "Acaranya formal ya, Non. Bukan private party gitu. Kalau kamu maunya gitu kan ngomong dari awal, bukan mepet gini ah!"

Bella mendesah sedih. "Nggak mungkin. Mamanya Cielo nggak akan kasih izin. Dari awal sudah diwanti-wanti sekali seumur hidup aku disuruh pakai high heels."

"Kenapa nggak nego pake heels pendek aja, Mbak?" celetuk Tara yang sedari tadi hanya diam menyimak sambil makan.

Rasa lelah mulai menghampiri karena berada di luar terlalu lama, sehingga untuk menyimpan energi, ia memilih diam.

"Mamanya Cielo itu pengusaha perhiasan perak dan sandal-sepatu. Sudah dibikinin khusus buat nikahan besok. Jatahmu juga ada," terang Bella seraya mengaduk jusnya lalu meminumnya.

"Oh ya? Wah ... " ujar Tara dengan mata berbinar. "Tapi punyaku nggak tinggi kan? Aku bisa jungkel nanti," tambahnya sembari terkekeh mengingat sudah lama tidak mengenakan sepatu atau sandal yang terlalu feminin dengan heels di atas lima sentimeter sejak kuliah.

"Kayaknya nggak." Lalu Bella menoleh pada Yani lagi dan melanjutkan pembicaraan mengenai beberapa detail lagi.

Setelah selesai, Yani mengajak Bella melihat venue. Tara mengekor di belakang. Rasa lelah sudah semakin menggerogoti. Ia butuh berbaring. Mungkin sampai acara nanti ia akan lebih banyak berbaring. Biasanya ia akan bedrest seminggu jika ada kegiatan selama satu hari penuh. Betul-betul menyimpan tenaga.

Sambil berjalan, pikiran Tara ke mana-mana. Ia merasa terdampar di Semarang tanpa pekerjaan, sakit dan potensi mendapatkan jodoh rasanya makin minus. Bukan berarti ia menggebu ingin mendapatkan dokter tersebut hanya ia berharap atau bisa dikatakan bermimpi bisa tiba-tiba bertemu jodoh bak di FTV. Mungkin memang Bella benar bahwa ia terlalu sering melihat drakor dan sinetron karena kenyataan sering tak seindah harapan. C'est la vie kata orang Perancis. Itulah hidup.

Ya, itulah hidup.

Tapi saat ini ia lebih baik fokus sembuh, fokus pulih. Terserah kata orang. Semua bisa dipikirkan nanti saja. Toh, ia sudah kenyang dengan omongan orang yang hanya melihat dari luar.

Tak terasa mereka sampai di venue. Hall yang dipakai lumayan besar juga. Sepertinya bisa menampung tamu seribu lebih. Atau malah dua ribu. Jika mengingat relasi orang tua Bella dan kedua mempelai sendiri tak menutup kemungkinan itu.

Begitu selesai urusan venue, Bella mengajak Tara pulang yang diangguki lega. Benar saja begitu sampai mobil, Tara langsung memejamkan mata.

"Kamu drop lagi, Dek?" tanya Bella khawatir.

Tara membuka matanya dan menatap sepupunya. "Nggak kok, cuma masih perlu penyesuaian aktifitas aja. Maaf ya, Mbak, habis ini mungkin seminggu full aku mau bedrest dulu," katanya tak enak.

Bella mengangguk sambil tersenyum. "Iya. Istirahat aja biar bisa hadir di nikahanku nanti." Lalu ia pun mulai menjalankan mobilnya. Pulang.

🥯🥯🥯

Akhirnya di hari terakhir Oktober ini bisa jumpa lagi. Selamat membaca 💃🏽

Sidoarjo, 31/10/2021

ROSC (Return Of Spontaneous Circulation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang