7. Temu

196 37 38
                                    

Andai aku bisa memutar waktu,
Aku tak ingin mengenalmu,
Mengapa ada pertemuan itu,
Yang membuat aku mencintaimu,

Bagaimana kalau aku tidak baik-baik saja,
Terus mengingatmu,
Memikirkanmu,
Semua tentang dirimu,

(Judika-Bagaimana Kalau Ku Tidak Baik Baik Saja)

Suara merdu milik Judika dengan diiringi musik yang mengalun indah memenuhi gendang telinga Fyneen melalui airpods yang ia gunakan. Gadis itu memejamkan mata, berkonsentrasi pada makna lagu itu.

Apakah aku baik-baik saja? Lalu, apa kamu baik-baik saja, Mas di sana?, batin Fyneen.

Musik yang mengalun di kedua telinga Fyneen juga suasana kereta yang mendukung membuat hatinya kembali mengingat luka yang sebenarnya masih belum mengering itu. Kedua hal itu membuat semua kenangan sejak bersama Adit dengan seenaknya berputar di kepalanya.

"Mas, besok libur ke Jogja, ya," ujar Fyneen menghadap Adit yang sibuk dengan laptopnya itu. Mereka sedang ada di kontrakan Fyneen.

"Hmm," jawab Adit sekenanya. Fyneen hanya mengerucutkan bibirnya. Ia tak diperdulikan.

"Mas, ihh!" Adit hanya tersenyum mendengar kekasihnya merajuk. Lelaki itu menutup laptopnya lalu menggeser ke sisi lain.

"Apa sayang?" Adit kini menatap serius gadis dihadapannya.

"Kita libur ke Jogja, ya," ulang gadis di hadapannya itu mata yang berbinar, ekspresi yang menggemas. Ekspresi yang Adit harap hanya ditunjukkan di depannya.

"Terus?"

"Terus kita pergi jalan-jalan ke Malioboro." Fyneen lalu menceritakan impiannya berkeliling kota gudeg itu. Tiba-tiba sebuah kecupan mendarat di pipi gadis itu yang akhirnya menghentikan celotehannya. Semburat merah yang awalnya muncul di kedua pipi kekasih Adit itu merambat ke kedua telinganya lalu menjalar ke leher.

"Mukamu kenapa, yang?" goda Adit yang kemudian dibalas pukulan oleh Fyneen. Mereka tertawa bersama.

Sesaat lagu itu berganti. Fyneen membuka mata lalu menarik napas berat. Sesak. Ia pun baru menyadari air mata menetes di kedua pipinya. Beruntung kursi yang ia ambil ada di paling ujung hingga tidak ada yang akan menyadari bahwa ia menangis. Penumpang prameks kali ini tak begitu ramai mungkin karena bukan weekend dan musim liburan. Masih ada beberapa kursi yang kosong.

"Masih aja nangis, sih," kesal Fyneen pada dirinya sendiri kesal. Diusapnya kasar air mata itu.

"Oke Fyneen, kamu ke Jogja lagi liburan. Jangan ingat-ingat lagi semua hal tentang dia. Kamu bisa," lirih Fyneen. Bersamaan dengan itu suara pemberitahuan bahwa kereta akan berhenti di stasiun Tugu terdengar di semua gerbong. Gadis itu meraih tas punggung yang ia letakkan di rak bagasi atas kepalanya. Ia mempersiapkan diri untuk turun.

Fyneen tersenyum lebar saat ia menginjakkan kaki di stasiun Tugu Jogja. Akhirnya ia liburan juga di Kota ini. Memang tak seperti harapannya beberapa waktu lalu akan menghabiskan waktu berdua dengan Adit. Tapi ia bersyukur, masih berdiri tegak sampai detik ini dan berdiri di tengah peron stasiun dengan senyum di wajahnya. Dengan sosok Fyneen yang baru tanpa Adit di sisinya.

Jogja, let's have some fun, batin Fyneen seraya membenarkan ranselnya juga tas selempangnya.

Gadis itu tersenyum tipis mengingat sesuatu tentang Jogja. Sesuatu yang membuatnya tersenyum geli. Jogja dan sosok laki-laki bernama Arka. Sosok yang selalu mengiriminya pesan singkat yang kadang tak dibalasnya. Pesan singkat yang lebih sering absurd dan juga tidak penting.

ROSC (Return Of Spontaneous Circulation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang