2. Calm Down

247 41 23
                                    

Jam dinding di ruang RR* menunjukkan pukul 04.00, Adit baru saja keluar dari OK 5. Hampir 4 jam ia melakukan tindakan operasi. Kejadian di luar perkiraan saat operasi berlangsung membuat waktu operasi menjadi lebih lama dibanding perkiraan.

"Nanti saya ke ruang pasien yang post operasi itu jam delapan aja ya, Pak Reza," ucap Adit sebelum melangkah menuju ruang ganti.

"Nggak usah Pak, biar saya aja yang cek pasiennya. Saya yang stase* kok. Bapak istirahat saja, lumayan 2 jam sebelum jaga IGD," jawab Reza yang masih sibuk dengan laporan pasiennya.

"Oke, saya tinggal," pamit Adit lalu meninggalkan Reza menuju ruang ganti.

Setelah mengganti baju operasi menjadi baju jaga ia pun meninggalkan IBS* menuju kamar residen. Jaga hari ini ia tak sempat mencuri waktu untuk sekedar napping.

Ia meraih ponselnya dari kantong lalu, menghembuskan nafas pelan. Pesan dari sosok yang ia harapkan ternyata tak ia temui. Sejak pertemuan mereka di balkon, gadis itu tak menghubunginya. Ini yang ditakutkan jika gadisnya tahu semuanya.

Dokter umum yang sedang menempuh PPDS bedah ini baru saja membaringkan tubuhnya saat ponselnya berdering. Lelaki itu berdecak kesal karena sang penelepon menghubunginya disaat tak tepat. Hampir saja ia memarahi sang penelepon jika ia tak melihat siapa yang menghubunginya. Fyneen, sang kekasih akhirnya menghubunginya juga.

"Sayang?"

"Mas," panggil Fyneen dengan nada ragu.

"Iya?"

"Nggak di pasien?"

"Baru kelar operasi, ini lagi di kamar residen," terang lelaki itu seraya bangkit lalu beralih duduk di sofa.

Ada jeda cukup lama di seberang. Adit tahu Fyneen pasti ragu untuk berbicara.

"Fyneen?" panggil Adit sekali lagi.

"Iya, Mas, bukankah kita lebih baik selesai aja?" Adit yang mendengarnya langsung menegakkan tubuh.

"Fyn!" panggil Adit dengan nada sedikit dinaikkan.

"Toh, Mamanya Mas tetap nggak suka kan sama Fyn."

"Aku yang akan bujuk Mama, Fyn, mau nggak mau kamu harus diterima!" jawab Adit cepat.

"Tapi,.."

"Fyneen, tolong ijinin aku berjuang sekali lagi!" pinta Adit dengan nada sarat permohonan.

"Mas, tahukan perasaan Fyn?"

"Tentu sayang, dan kamu tahu pasti kan, aku juga mencintaimu. Lebih malah. Jadi tolong percaya sama aku." Adit bernafas lega.

Calon dokter spesialis bedah ini sungguh takut akan kehilangan gadisnya. Namun, keras kepala sang Mama juga merupakan hambatan yang cukup menguras pikirannya. Ia sangat mengenal wanita yang melahirkannya itu. Bagaimana kerasnya tekad sang Mama kadang sampai melakukan semua cara agar terwujud. Titah sang Papa pun juga tak bisa merubah kekeras kepalaan wanita itu.

"Mas istirahat dulu gih, maaf ya, ganggu tidurnya. Selamat jaga. Nanti mau Fyn antar di mana sarapannya?"

"Makasih cantik, nanti aku kabarin, ya. Eh, tempat biasa aja deh, mau ketemu sebentar."

"Siap Pak," jawab Fyn dengan nada ceria. Hal itu menular kepada Adit, ia turut tersenyum mengetahui gadisnya kembali ceria.

Setelah panggilan ditutup ia membaringkan tubuhnya untuk sekedar mengumpulkan tenaga. Suara kekasihnya cukup membuat lelahnya berkurang meski ada beban yang harus ia tanggung.

🩺🩺🩺

Setelah mandi dan mengganti baju jaganya dengan yang baru, Adit melangkah ke IGD. Ia harus operan jaga dulu sebelum ia melarikan diri sejenak untuk bertemu dengan Fyneen.

ROSC (Return Of Spontaneous Circulation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang