4. End

203 35 71
                                    

Fyneen melangkah cepat menuju aula KSM* bedah. Tempat di mana kekasihnya, Adit sedang melakukan upacara pelepasaan dokter spesialis. Di tangannya terdapat rangkaian bunga yang sengaja ia pesan khusus dari tiga hari yang lalu.

Gadis itu mengedarkan pandangannya di sekitar depan Aula KSM. Beberapa stand makanan sudah dibuka, bahkan beberapa junior Adit ada yang sudah mulai mencicipi makanan. Pintu Aula baru saja dibuka dan beberapa tamu yang berkumpul di depan aula karena dilarang masuk mulai mencari para peserta didik yang lulus termasuk Adit juga.

"Wah, Mbak Fyneen cantik banget," sapa Indra yang masih menggunakan atasan putih dan bawahan hitam, khas residen Bedah.

Gadis itu kali ini menggunakan satu set dress berbahan batik dengan model kerah dan kancing menyerupai model cheongsam. Ia memang jarang menggunakan rok di area rumah sakit, wajar beberapa rekan juga teman Adit pangling melihatnya.

"Bisa aja, Pak. Pak Adit mana?"

"Itu dia, uda liatin kita. Saya pamit deh, takut di marahin Pak Adit dikira godain ceweknya lagi. Mari, Mbak," pamit Indra masih dengan tawa jenakanya. Fyneen hanya tertawa dan menganggukkan kepala.

"Diapain kamu sama Indra?" Suara berat milik kekasihnya membuat Fyneen membalikkan badan.

Fyneen mengerjapkan matanya saat melihat Adit yang baru kali ini memakai satu set jas warna hitam lengkap dengan dasinya. Kekasihnya ini nampak naik level ketampanannya dibanding hari-hari biasa.

"Nggak ada, Mas." Gadis ini tersenyum lembut pada lelaki yang kini menjadi seorang spesialis bedah.

"Ini, selamat ya Mas Adit sayang. Semoga bisa menjadi dokter spesialis bedah yang amanah dan sukses." Fyneen mengangsurkan buket bunga yang ia tenteng tadi.

"Terima kasih, sayang." Setelah menerima pemberian bunga dari Fyneen Adit pun tanpa malu memeluk Fyneen dengan tangannya yang bebas.

"Kamu juga sangat berpengaruh dalam prosesku menjadi dokter spesialis ini, tanpa adanya kamu mungkin dulu aku gagal dan nggak ada di aula ini, terima kasih banyak, sayang," bisik Adit di telinga Fyneen seraya mengingat masa lalu tepatnya saat tahun kedua ia menempuh PPDS. Gadis itu menepuk punggung Adit, lalu mengusapnya lembut. Ia bangga ada di proses hidup Adit dalam meraih cita-citanya.

Waktu itu pasien yang ia operasi mengalami perdarahan cukup parah dan sayangnya berakhir meninggal. Adit mendapat konsekuensi cukup berat hingga mengakibatkan ia ingin mundur dari pendidikannya. Meskipun setelah di lakukan investigasi bukan murni faktor operasi yang membuat pasien itu meninggal. Jika bukan keberadaan Fyneen saat itu mungkin ia tak akan berdiri bersama rekannya di tempat ini lalu menyandang M. Biomed., Sp. B seperti sekarang.

"Ada Papa, Mas," ucap Fyneen seraya mendorong tubuh Adit.

"Gitu tuh, Fyn. Suka lupa daratan kalau ada kamu," sindir Rendra, Papa dari kekasihnya ini. Fyneen maju mendekati Rendra, menjabat tanganya lalu mencium punggung tangan salah satu orang tua Adit ini.

"Sendiri, Pa?" Fyneen sudah dibiasakan memanggilnya Papa sejak ia dikenalkan kepada lelaki ini.

"Sama adiknya Adit, Mamanya nggak dateng sekarang kok, Fyn. Tenang," Rendra menepuk bahu Fyneen. Seolah tahu kecemasan gadis itu. Fyneen hanya mengangguk lalu tersenyum canggung.

"Udah Pa, sayang, makan dulu yuk. Eh, nanti kita makan malem bareng ya, Yang. Mumpung Mama belum bisa datang hari ini. Lusa datangnya," terang Adit. Fyneen hanya mengangguk patuh. Ia lega masih ada sosok Papa Adit juga adiknya yang menerima dirinya.

Malam pun tiba sesuai janji Adit siang tadi, saat ini Fyneen bersama keluarga kekasihnya tengah berkumpul di sebuah resto hotel yang tak jauh dari ikon Semarang, Tugu Muda.

ROSC (Return Of Spontaneous Circulation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang