bagian 11

585 72 3
                                    

Berlatarkan taman belakang bangunan di mana pesta meriah itu kini tengah berlangsung, Yibo mendudukan tubuhnya di salah satu kursi kosong kala Irene sudah pamit pergi terlebih dahulu.

Sebuah dalih, hanya untuk menghindari sosok yang sejak tadi tidak berhenti merajam hatinya begitu tega.
Sebenarnya tidak ada panggilan apapun, tidak ada pertemuan apapun, Yibo hanya meminta Irene untuk sedikit berdusta dan meminta nya pergi bersama gadis itu.

Hingga berakhir di taman sepi ini. Dia meminta gadis itu pergi saja dan membiarkan dirinya hanyut dalam sepi. Menyatu dengan lara yang membuat pembuluh darahnya terasa semakin berdesir kala rasa pilu dari luka yang masih ada itu tergores kembali dengan begitu dalam.

Dia tidak menyangka jika epeknya akan sebegini hebat.
Melihat orang yang masih menjadi tujuan hatinya hingga saat ini di kenalkan sebagai pasangan orang lain ternyata rasa sakitnya tidak main-main. Telak membuatnya merasa sekarat kala senyum tipis sosok Xiao Zhan mengembang begitu saja untuk Sehun yang tidak lain adalah kakak sepupunya sendiri.

Padahal, sudah lama sekali sebenarnya sejak hari itu.
Dimana Xiao Zhan yang menghilang dan dirinya yang di paksa untuk rela.
Rasa kecewa yang begitu sukar berdamai dan dirinya yang di minta untuk sabar. Juga sebuah luka menganga yang begitu dalam kala tidak ada satu pun kata masuk akal untuk sebuah pertanyaan dan kepastian, sedang dirinya di haruskan untuk ikhlas dan melepas.

Sudah lama sekali, tapi rasa sakitnya masih terasa seperti baru.

Sakit sekali. Perih sekali.

Namun apa daya dirinya selain menerima. Dia bukan lekaki bajingan yang akan berontak meminta perjelasan kala sang pujaan kembali dengan kehidupan lain di depan nya.

Bukan kah sebelumnya juga mereka sudah berakhir walau tidak begitu jelas.

Jadi apa hak nya untuk marah saat sosok lain itu pun terlihat baik-baik saja tanpa dirinya.

Yibo merasa jadi pihak paling bodoh di sini karena masih berkutat dengan masa lalu. Sedangkan Xiao Zhan terlihat sudah bisa mengukir masa depan begitu indah.

Mata tajamnya memejam, satu tetes air mata itu meleleh di pipi putih tirus miliknya. Tubuhnya menggigil, rasa sakit itu mendera terlalu dalam.
Dia butuh pelukan, butuh penenang, sedangkan Jungkook kini tidak ada di sisinya. Sang Adik yang biasa menenenangkan nya jika rasa sakit ini hadir tanpa permisi.

Yibo memukul dadanya pelan, sesak itu enggan pergi. Diam-diam terkekeh miris kala Xiao Zhan selalu saja punya cara sendiri untuk membuat tubuhnya breaksi sebegini hebat.

Masih sama seperti dulu.

Persis seperti awal pemuda itu memutuskan meninggalkan nya. Dimana dirinya yang mengamuk brutal hingga melukai Jungkook yang berniat meredakan amukan nya.
Hingga sang adik di larikan ke rumah sakit karena mendapat luka di perut akibat pukulan Yibo juga pelipisnya yang terluka.

Dirinya hampir berada di ambang kematian jika saja Irene tidak segera membawanya ke dokter spesialis.
Membuat otaknya perlahan kembali bisa berpikir normal dan menekan luka hati yang Xiao Zhan tinggalkan.

Perjuangan nya untuk kembali normal seperti sedia kala bukan lah main-main. Sebab Jungkook pula menjadi bulan-bulanan nya jika rasa kesal dan kecewa itu kembali datang.
Hingga Irene terpaksa memisahkan keduanya untuk beberapa waktu dan berakhir Yibo yang menjemput sang adik dan menangis pilu kala melihat bekas luka yang begitu jelas di pipi Jungkook. Hasil perbuatan Yibo kala Jungkook mencoba meraih pisau yang akan Yibo tusukan pada tubuhnya.

Membuat Yibo begitu merasa bersalah dan berjanji akan melindungi adiknya dari siapapun yang berniat menyakitinya.

Waktu menunjukan hampir tengah malam kala di rasa dadanya mulai merasa sedikit mereda.
Yibo mengirim pesan pada Irene jika dia putuskan pulang lebih awal.
Meninggalkan tempat tersebut dengan segala rasa yang bergelung dalam hatinya.

Ponselnya di buat silent dan di letakan begitu saja di kursi samping dirinya mengemudi.
Pikiran Yibo melanglang buana hingga tidak menyadari jika sedari tadi ponsel miliknya terus menyala dengan panggilan yang sama dari nomer baru yang masuk.

.........................

"Bagaimana?"

Xiao Zhan menoleh sembari menggigit bibirnya gelisah. Menggeleng pada Irene yang berdiri di depan nya.

"Dia pamit pulang padaku satu jam yang lalu, mau ku antar ke rumahnya saja?"

Xiao Zhan menimang, berniat mengiyakan saja. Dia merasa sungguh sangat tercengang kala putuskan bertanya lebih jauh pada Irene.
Merasa sangat payah kala saat itu, saat dia lihat Irene bersama Yibo yang bercengkrama begitu dekat layaknya kekasih, langsung putuskan pergi tanpa bertanya jelas pada Yibo.

"Jika tidak membuatmu repot, aku mau."

"Tidak kok."

"Sebelumnya terima kasih banyak. Dan maafkan aku."

"Tidak usah berkata begitu, tadinya aku tidak mau ikut campur. Tapi kala melihatmu kalang kabut mencari Yibo, aku jadi merasa kasihan. Lagian kalian terlibat salah paham besar rupanya."

"Begitulah. Aku terlalu gegabah mengambil tindakan."

Irene tersenyum dan mengangguk. Berjalan lebih dulu setelah mengajak Xiao Zhan untuk pergi dengan nya menuju mobil yang di parkir di tempatnya. Tentang Sehun, Xiao Zhan sudah tidak ada lagi urusan dengan pemuda itu kala dirinya sudah selesai menemani nya di pesta ini.

Saat hendak membuka pintu mobil Irene, Xiao Zhan berhenti sebentar sebab ponselnya berdering ribut dan panggilan dari sang Adik hadir di layar pipih benda dalam genggaman nya tersebut.

Sejenak dia terdiam, lantas memutuskan menolak panggilan bahkan hingga beberapa kali setelah dirinya naik mobil Irene dan melakukan perjalanan menuju kediaman Yibo.

Namun, punggungnya tiba-tiba saja merasa seperti di guyur air es kala sebuah pesan masuk dari sang Adik untuknya. Lengkap dengan foto seorang anak kecil yang amat dia kenal. Xiao Nara, putri semata wayangnya.

Xiao Zhan, pulang.
Atau kau tidak akan lagi melihatku setelah ini.

.............................

 ETERNITY (YIZHAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang