11. Bucin (?)

36.8K 2K 28
                                    

...
2
8
2
...


Nayla berhasil dibujuk oleh Gilang agar kembali ke mobil, namun didalam mobil justru hanya ada situasi mencekam.

Tanpa kata dan suara keduanya tetap diam.

"Gue harus kemana ini?" Tanya gilang setelah sampai didepan rumah

Nayla turun terlebih dahulu, memilih masuk ketimbang berlama-lama bersama Arlan.

"Lo balik aja, ntar gue suruh supir kesini." Ujar Arlan kemudian pergi

"Okey baby, i'm come."

Arlan menelisir mencari keberadaan Nayla yang nihil ia temukan.

"Neng nayla kekamar den," Arlan mengangguk, menaiki tangga kemudian mengetuk pintu kamar Nayla

"Nay buka pintunya,"

"Enggak!"

"Nay, jangan sampe gue dobrak!"

"Terserah!"

"Nay, buka ga?!"

"Apaan sih orang ga dikunci?!" Ucap nayla bersamaan dengan Arlan yang berhasil membuka pintu

Arlan berdehem kemudian mendekati Nayla.

"Gue minta maaf soal tadi, ohya lain kali awas aja pergi diem-diem lagi gue iket kaki tangan lo." Ancam Arlan

"Iket aja siapa takut!"

"Dan jangan pernah minum soda!" Tekan Arlan

"Orang bayinya yang pengen masa nay nolak? Lagian ga sampe segalon," Balas Nayla yang justru membuat kekesalan Arlan kembali naik

Arlan duduk disamping Nayla, menoyor kepalanya pelan. "Kalo dibilangin ga usah ngelawan!"

"Makan pedes ga boleh, makan micin ga boleh, makan mie ga boleh, minum es ga boleh, minum soda boleh, sekalian aj--"

Nayla diam, bibirnya telah dikunci oleh bibir Arlan, Arlan menciumnya, sedikit melumatnya dengan kasar.

Nayla memukul dada bidang Arlan, namun lelaki itu memperdalam ciumannya, membiarkan Nayla hampir kehilangan nafas dibuatnya.

"Mm..mhh!" Nayla mendorong Arlan, menatapnya kesal

"Lama banget, kayak ga pernah ciuman aja!" Dengus Nayla

Arlan tersenyum miring. "Siapa suruh bibirnya enak?"

Nayla memutar bola matanya dengan malas kemudian melirik Arlan.

"Kenapa? Mau lagi?" Nayla segera memalingkan wajahnya

Arlan terkekeh, berdiri kemudian jongkok dihadapan Nayla.

"Sekarang mau apa?"

"Ngeliat muka mas arlan jadi pengen semur jengkol," Pernyataan Nayla membuat Arlan tidak bisa berkata-kata

"Semur jeng--kol?" Nayla mengangguk kecil

Arlan terkekeh garing kemudian mengelus perut Nayla.

"Ayah salah apa nak? Kenapa kamu harus ada dirahim perempuan ngeselin ini?" Tanya Arlan kemudian terkekeh sendiri

"Semur jengkol?"

"Iya, anak mas pengen itu."

Arlan menghela nafas panjangnya kemudian menaikan baju Nayla, memperlihatkan perutnya.

"Kamu yakin mau semur jengkol? Wagyu lebih enak loh,"

"Maunya juga semur jengkol gimana sih?" Arlan mendongkak

"Iyaa ayo cari semur jengkol."

Arlan memijat pelipisnya, ia sudah mencari, berkelana hingga membuatnya pusing hanya untuk mencari semur jengkol.

"Makan yang lain ajalah ya, mau cari kemana siang bolong gini?" Tanya Arlan

"Makanya coba ke warteg mas, jangan kerestoran besar." Gerutu Nayla

"Warteg ga seh--"

"Warteg sehat mas, nay makan diwarteg seumur hidup nay, nay gapapa, ga ada tuh riwayat gagal ginjal abis makan disana!" Emosi Nayla memuncak

"Makan itu ga sehat, makan ini ga sehat, jadi kambing aja sekalian biar makan sayur setiap hari.."

"Lo bisa diem ga? Kalo lo ga bisa diem gue cium sampe sesak napas!" Nayla merapatkan bibirnya

"Nah gitu diem. Kalo bukan kemauan anak gue udah gue bungkam lo dari tadi."

"Semur jengkol." bisik Nayla yang jelas mengundang tatapan tajam Arlan

"Oke warteg."

Arlan bernafas lega setelah mendapatkan keinginan Nayla, namun raut wajah gadis itu berubah setelah mak dayu membuka bungkusan semur jengkolnya.

"Kok bau ya mak?"

"Namanya jengkol ya pasti bau neng," Mak dayu menuangkannya ke mangkuk

"Sok mangga, nasinya masih anget." Ucap mak dayu kemudian pergi dari hadapan keduanya

Nayla menatap semur itu dengan ragu, tidak ada lagi gairah makan seperti tadi.

"Uek!" Nayla buru-buru pergi ke wastafel, bau menyengat membuatnya mual

Arlan tertawa, "Kok ga makan semur jengkolnya?"

Arlan berjalan mendekat kearah Nayla, memijat tekuknya dengan lembut.

"Uek.. Uek..!"

"Emm, nih minum dulu," Arlan meraih segelas air didekatnya, dengan telaten menberikannya pada Nayla

"Udah dibilangin makan yang lain aja, ga nurut apa kata suami sih." Omelnya

"Ya nay kira baunya ga semenyengat itu,"

Arlan mengelus puncak kepala Nayla dengan gemas. "Jadi kira-kira anak gue mau makan apa sekarang?"

"Coba bentar nay telepati dulu," Nayla menutup matanya seolah-olah sedang bertelepati

Arlan tertawa melihatnya. "Cewek aneh!"

"Anak mas arlan lagi ga mau apa-apa, mau ayahnya ada disini aja." Arlan kembali menoyor kepala Nayla

"Ini kemauan bayinya apa elo?"

"Kemauan nay sih hehe," Arlan menggelengkan kepalanya

"Kalo kemauan lo, gue ga mau.."

"Lagian gue ada rapat, kalo bukan karna liat lo minum soda di cafe ga akan gue kesini, gue harus pergi lagi." Lanjut Arlan

Arlan mencium setiap inci wajah Nayla tanpa melupakan bibir yang katanya 'enak' itu.

"Gue akan kesini lain kali, jaga anak gue seperti lo jaga anak lo sendiri. Jangan buat gue marah lagi." Arlan tersenyum, berbalik dan pergi dari hadapan Nayla

"Yakan emang anak nay, adanya juga dirahim nay." gumam Nayla kemudian berlari kecil menyusul Arlan.

"Mas,"

Arlan menghela nafas, "Kenapa?"

"Maaf udah ngerepotin,"

Arlan menyungging senyumannya. "Iya gapapa dari awal juga lo emang ngerepotin."

"Beberapa hari aja tinggal disini bisa ga mas?" Arlan mengerutkan keningnya

"Nay, kalo lo perlu atau butuh sesuatu tinggal telfon gue atau vanya, ya?" Nayla menelan salivanya sendiri, sebuah penolakan yang terlalu berbelit-belit

"Iya."

Arlan melanjutkan langkahnya, pergi meninggalkan Nayla.

'Punya suami siri ga peka banget!'

~282 days~
Vote comennya ya jangan lupaaa!
Happy reading ❤

282 day [PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang