30. Selalu kamu

27.6K 1.7K 34
                                    

...
2
8
2
...





"Nayla atau aku?"

"Kamu."

Vanya menatap Arlan dalam-dalam kemudian didetik berikutnya ia menghambur kedalam pelukan Arlan, kembali terisak disana.

"Aku pilih kamu, akan selalu pilih kamu." Bisik Arlan seraya mengeratkan pelukannya

Vanya melepaskan pelukannya menatap sang suami penuh ketulusan, Vanya mendekat memberi kecupan keseluruh wajah Arlan.

"Tolong jangan buat aku kecewa lagi." Arlan mengangguk cepat kemudian kembali menarik tubuh ramping Vanya ke tubuhnya.

Tangisan yang baru saja Vanya keluarkan seketika berubah menjadi sebuah senyuman penuh kemenangan, siapa sangka semuanya hanya drama.

Nayla menatap penuh heran karna Arlan dan Vanya yang menuruni tangga dengan barang-barang mereka.

"Ka-kalian mau kemana?" Tanya nayla terbata

"Mas arlan memutuskan untuk ga ketemu kamu nay sampai nanti diwaktu kamu melahirkan." Ujar Vanya dengan suara serak

Nayla melirik Arlan yang juga tengah menatapnya, tatapan keduanya bertaut dalam diam.

"Saya harap kamu mengerti nay," Lanjutnya

Nayla beralih pada Vanya kemudian mengangguk pelan. "Nay ngerti, maaf kalo nay buat mbak vanya cemburu, maaf karna nay buat mbak vanya hampir kehilangan mas arlan."

Vanya hanya tersenyum kecil menanggapi ucapan Nayla.

"Jaga diri baik-baik nay, mak dayu kabarin saya kalo ada sesuatu." Mak dayu mengangguk patuh

"Ayo." Kata Arlan kemudian berjalan mendahului Vanya.

Jika batin Arlan diberi kesempatan untuk berbicara mungkin akan ada teriakan keras untuk ia menolak permintaan Vanya.

Suami mana yang tega meninggalkan istrinya yang sedang hamil selain Arlan?

"See? Arlan is mine, jangan salahin saya kalo nanti dia yang akan pergi." Bisik Vanya seraya melirik kearah perut Nayla.

Nayla hanya bisa menatap punggung keduanya menjauh hingga hilang dalam kendaraan mereka.

Nayla kembali kecewa, nyatanya kebahagiaannya semalam hanya sebatas perpisahan.

...


Vanya menatap dirinya sendiri dihadapan cermin, perlahan tangannya merayap menyentuh kerutan kecil didahinya, ia berdecak kesal pada penuaannya.

"Apa iya aku setua itu?" Gumamnya

Namun kemudian ia tersenyum, melepaskan cermin kecil ditangannya kemudian menatap seseorang yang tengah sibuk dengan Ipadnya.

"Apa iya aku setua itu?" Vanya mengulangi pertanyaannya

"Tua atau mudanya kamu aku ga peduli." Balas dia acuh tak acuh

"Menurut kamu aku harus main kasar kayak kemarin atau pelan-pelan aja?" Tanya vanya sambil menyandarkan dirinya ke kursi

"Main kasar ataupun lembut juga kamu selalu menangkan?" Vanya melirik gilang kemudian mengangguk pelan

Perlahan Vanya bangkit dari duduknya berjalan mendekati Gilang kemudian duduk dipaha lelaki itu.

"Aku harus nunggu berapa lama?" Tanya Vanya

Gilang menatap vanya mengecup bibirnya sekilas. "Sabar ya lagian kita masih punya waktu kok sampe kelahiran nayla."

Vanya mengangguk-ngangguk. "Aku harap waktu berjalan cepat."

"Ga sabar buat happy sama aku atau ga sabar liat kehancuran Arlan?" Tanya gilang menggoda Vanya

"Aku ga peduli sama kehancuran Arlan yang aku peduliin hidup berdua sama kamu." Ujar Vanya

Pintu terbuka memperlihatkan Arlan dengan setelan wibawanya.

Dan semesta kembali membuat keberuntungan untuk Vanya, ia telah kembali ketempatnya sesaat sebelum Arlan datang.

"Ada masalah apa sayang?" Tanya arlan kemudian duduk disebelah gilang

"Gue salah masukin pengeluaran perusahaan, ancur semua datanya." Jawab gilang

Arlan mengangguk kemudian melirik Vanya yang tengah duduk dikursinya.

"Kamu udah makan siang?" Vanya menggeleng kemudian mendekati Arlan

"Kamu kangen nayla?" Arlan mengerutkan keningnya

"Kamu selalu nanya kayak gitu nanti kita berantem lagi," Ucap Arlan yang hanya dibalas anggukan kecil oleh Vanya

"Dia cemburu lan, pekalah!"

"Enggak kok sekarang gue ga cemburu kan arlan udah ga nemuin nayla, iyakan?" Arlan mengangguk dengan berat hati

"Ga nemuin? Kan nayla lagi hamil?" Tanya gilang terkejut

"Disana ada mak dayu lang, lagian gue takut mas arlan kepincut nayla."

"Sayang!" Vanya nyengir kearah Arlan

"Beresin datanya." Arlan segera bangkit dari duduknya

"Mau kemana?"

"Makan." Jawab arlan seadanya kemudian pergi meninggalkan ruangan.

Vanya terkekeh kemudian mencubit lengan Gilang. "Seneng banget mancing keributan!"

"Biar makin ancur sayang." Kekeh gilang

Arlan memasuki mobilnya, menghela nafas panjang disana dengan pikiran berantakan.

Sudah hampir dua minggu ini ia tidak bertemu Nayla, tidak mencium atau bahkan menyentuhnya namun sesekali ia bertanya kabar pada Mak dayu.

Ia tidak bisa menahan lagi rasa rindunya, ia rindu nayla dan darah dagingnya.

"Apa kerumah ya?" Gumamnya

Tok-tok-tok

Arlan menoleh. "Hayo mau makan kemana?"

Vanya masuk kedalam mobil Arlan, menatap sang suami yang tampak gelisah membuat vanya peka.

"Ada apa mas? Kamu baik-baik aja?"

"Aku gapapa."

Vanya meraih tangan Arlan. "Kenapa? Aku tau kamu gelisah, ada apa mas?"

"Aku inget nayla." Tukas arlan yang seketika membuat Vanya terdiam

"Kenapa?"

Arlan terheran. "Kenapa?"

"Kenapa kamu selalu inget dia? Aku tau kamu inget dia bukan karna obrolan tadi, kamu emang selalu inget nayla kan?"

Arlan menggenggan tangan Vanya, menatapnya dalam-dalam. "Wajar kalo aku inget nayla kan-"

"Ada anak kamu disana." Potong Vanya seraya menganggukan kepalanya

"Sayang,"

Vanya membalas tatapan Arlan. "Kamu kayak gini karna kamu terobsesi sama seorang anak mas, tapi gimana kalo anak yang nayla kandung ternyata bukan darah daging kamu? Kamu masih mau inget dia?"

"Maksud kamu?"

~282 day~
Happy reading!!!
Besok satu lagi.



282 day [PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang