Empat

296 36 3
                                    

Waktu itu Jimin terbangun masih pagi buta sebelum Yoongi, ia masih merengkuhnya, ditatapnya lamat wajah teduh tidur Yoongi, tetap cantik, dalam hati membatin bila saja hatinya belum tertambat pada teman lamanya mungkin ia akan jatuh hati pada perempuan ini terlepas dari ia pernah tidur dengannya atau tidak, perempuan dewasa yang terlihat kuat diluar namun lemah hatinya, Jimin masih mengingat jelas wajahnya yang menangis tersedu-sedu, dan wajah tak berdayanya saat sakit semalam, ingin sekali Jimin melindungi dan menjaga namun tak berhak.

Singkat Jimin memandangi, ia teringat tentang Jungkook yang akan datang ke apartemennya hari ini. Perlahan ia baringkan kepala Yoongi pada bantalnya yang nyaman, lalu turun dari ranjang dan berlalu dari apartemen Yoongi tanpa berisik. 

Saat Jungkook datang ia baru saja selesai mandi, ia membuka pintu yang diketuk Jungkook.

"Kau memberiku nomor yang salah Jimin" kelakar Jungkook begitu saja masuk dalam apartemen, Jimin berpikir apa yang dimaksud Jungkook.

"Ini... " Jungkook menyodorkan layar ponselnnya saat telah duduk di sofa tanpa dipersilahkan "1307 bukan 1306, apartemen sendiri lupa"

Jimin paham sekarang, tapi juga tak habis pikir, berarti Jimin memberikan nomor unit apartemen Yoongi bukan miliknya, sial.

"Untung kakak cantik disebelah orangnya baik, tidak terganggu olehku" Jungkook menggerutu.

Jadi Jungkook sudah bertemu Yoongi, haruskah Jimin kenalkan Yoongi kepadanya? Tapi sebagai apa? Tetangga yang sering tidur bersama?

"Bisa jadi aku salah ketik, kau sudah sarapan?" ucapnya mengalihkan perhatian.

"Belum" Jungkook total teralihkan. Jimin sedikitnya lega.

"Baiklah kita pesan makanan kalau begitu, aku juga belum sarapan" Jungkook langsung terlihat senang, mudah sekali tergiur, pikir Jimin.

Jimin tinggal sendiri diapartemennya, tidak bisa memasak, lebih sering pesan makanan atau beli langsung ditempatnya. Jadi langsung saja ia memesan lewat ponselnya.

Jungkook memang baru pertama kali ini datang ke apartemennya sejak kepindahannya, itu juga Jungkook yang memaksa, alasannya karena skripsi, dia terdesak perlu materi dari Jimin. Meski dekat sekali dengannya,  Jimin tak ingin Jungkook berkunjung ke apartemennya, selain jarang di tempat, Jimin juga tak ingin terlalu nyaman menumpuk rasa sukanya kepada kawannya itu jika melulu Jungkook berada dalam lingkaran hidupnya sebelum ia mengambil resiko dan mengutarakan perasaannya yang sesungguhnya terhadap teman lamanya itu.

Selesai sarapan, Jungkook tak langsung pada tujuannya, malah duduk berselonjor di sofa depan TV, mengajak Jimin main video game bersama lalu berakhir ketiduran bersama sampai petang, barulah saat bangun dia meminta materi yang diperlukannya pada Jimin, yang sudah disiapkan dalam flashdisk. Tapi karena sudah malam ia memutuskan untuk mengantarkan Jungkook sampai rumah, Jungkook hanya pasrah saja, senang juga tak perlu repot pesan taksi.

Tak disangka mereka berdua malah bertemu Yoongi dalam lift, Jimin telak canggung, berada diantara orang yang ia suka dan orang yang suka ia ajak tidur bareng. Ia hanya bisa bungkam saat Jungkook menyapa Yoongi yang sempat diperhatikannya, wajahnya memang sedikit terlihat pucat namun baik-baik saja. Syukurlah batin Jimin, kalau Yoongi sudah tidak sakit lagi.

Tapi sekali lagi Jimin dibuat terkejut, saat Yoongi menyebutkan untuk apa dan dengan siapa ia keluar apartemen saat larut seperti ini. Meski tak bisa menanyakan lebih lanjut, tapi dalam hati tetap bertanya-tanya sembari memperhatikan kepergian Yoongi, entah ada rasa tak rela saja bila Yoongi menemui lelaki yang Jimin sangka menyukai perempuan itu.


*

Selama perjalanan menuju rumah Jungkook, Jimin masih tak berhenti memikirkan Yoongi dan Taehyung yang sempat dilihatnya tadi, terlihat dekat dan nyaman persis seperti dirinya dan Jungkook, serta pelukan tangan Jungkook yang semakin mengencang diperutnya.

PURPLE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang