Delapan

308 32 3
                                    

Hari itu, saat Jimin baru saja meninggalkan rumah sakit ia bergegas menghubungi ayahnya lewat telpon, meminta janji temu di rumah yang ternyata di setujui sang ayah.

Semalaman Jimin telah merenung dan memutuskan untuk bertanggung jawab penuh pada Yoongi dan bayi mereka, maka hal pertama yang ia butuhkan ialah sokongan materi, meski dengan begitu ia harus mengesampingkan ego mengingat hubungannya dengan ayahnya yang kurang baik akhir-akhir ini, karena yang dipikirnnya kini bukan lagi tentang hidupnya saja, tapi juga tentanh mereka sebagai tanggung jawabnya.

Jimin lalu memberhentikan taksi yang lewat untuk pulang ke rumahnya, ia lupa membawa kunci mobil Yoongi yang semalam dikendarainya, malu jika harus kembali, ada dua teman Yoongi.

Sesampainya di rumah ia langsung disambut sang ibu tersayang, dipeluk rindu.

"Nanti bicara yang baik ya dengan papa. Jangan buat papamu marah lagi. Mama sedih tidak ada Jimin" ujar ibunya saat Jimin hendak masuk ke ruang kerja ayahnya, dimana beliau berada.

Ayahnya sedang sibuk dengan tablet kerjanya saat Jimin masuk ditemani sang ibu. Sadar kedatangan anak dan istrinya, sang ayah meninggalkan tablet di meja untuk memberi atensi.

"Papa pikir petualangmu masih lama anak muda" tegur sang ayah menyindir.

Jimin ingat terakhir kali berdebat dengan ayahnya karena dirinya yang tidak ingin terlalu diatur oleh sang ayah, dipaksa masuk ke perusahaan setelah lulus kuliah, Jimin yang berjiwa bebas menolak keras, lalu meninggalkan rumah beberapa bulan lalu. Siapa yang sangka jika pelariannya justru mempertemukan dirinya dengan Yoongi, dan sekarang menyeretnya untuk kembali ke rumah orang tuanya. Tidak ada yang tahu takdir bukan?

"Skripsiku sudah selesai, tinggal menunggu wisuda. Jadi aku bisa bergabung ke perusahaan papa sekarang" tutur Jimin berusaha tenang tidak ingin terpancing emosi oleh sang ayah.

Sedang ibu Jimin sudah senang bukan main mendengar perkataan anaknya, berucap bangga dan senang dengan keputusan Jimin.

"Tapi apa alasannya??? Terakhir papa ingat kau ingin melarikan diri dari perusahaan" ayah Jimin bukan orang yang mudah tentu saja, itu sebabnya ayah dan anak itu sering beradu mulut.

Jimin menghela nafas pelan sebelum kembali berbicara, menahan sekuat hati gengsinya.

"Aku akan segera bergabung dengan perusahaan sesuai keinginan papa, asalkan aku diizinkan menikah secepatnya"

"APA???" ayah Jimin langsung berdiri dari duduknya kaget mendengar perkataan anaknya. Ibunya juga terlihat sama kagetnya.

"Iya... Aku ingin menikahi seseorang segera"

"Park Jimin jangan bercanda!!!"

"Aku tidak"

Sepasang ayah dan anak itu saling menatap tajam, seolah beradu lewat pandangan.

Akhirnya selalu sang ayah yang akan mengalah, anaknya terlalu batu.

"Baiklah... Tapi kenapa tiba-tiba menikah?" tanya sang ayah.

"Iya Jimin... Menikah dengan siapa? Apa Jungkook?" sang ibu ikut bertanya.

"Bukan... Kalau Jungkook pasti sudah ku katakan sejak awal"

"Lalu siapa?"

Jimin menghela nafas lagi, bersiap dengan reaksi kedua orang tuanya dengan apa yang akan dikatakannya.

"Dia... Salah seorang pegawai papa. Dan kami..." Jimin menjeda untuk mengantisipasi perubahan raut muka kedua orang tuanya, dan.. Inilah saatnya...

"Kami akan memiliki bayi"

PURPLE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang