Sepuluh

265 36 3
                                    

Pertemuan itu terjadi, Yoongi duduk gugup ditempatnya. Di seberang meja makan duduk ayah dan Ibu Jimin, sedang Jimin sendiri duduk disampingnya. Setelah berbasa-basi sebentar, keemapatnya mulai menyantap hidangan makan siang dengan tenang, atau berusaha tenang untuk Yoongi, yang inginnya melarikan diri saja, tapi mana bisa. Dia hanya diam saja sembari makan, mana berani membuka topik pembicaraan, berdiam menunggu di tanyai saja.

"Kalau boleh tahu, nak Yoongi ini usianya berapa?" akhirnya si nyonya besar Park yang memulai pembicaraan.

Meski sudah nengantisipasi, jantung Yoongi sudah hampir melompat keluar mendengar pertanyaan bernada intimidasi itu, yang nyatanya tidak, telinganya saja yang terlalu sensitif. Pelan ia menelan makanannya sebelum sekuat tenaga berusaha tenang untuk bisa menjawab.

"Dua puluh sembilan tahun, Bu"

"Eh sudah dibilang, panggil Mama saja, jangan Ibu" sela ibu Jimin langsung.

Yoongi bergumam mengiyakan, tapi dalam hatinya tetap merasa belum pantas dengan panggilan yang diminta.

"Dua puluh sembilan ya... Memang sudah cukup usia untuk menikah dan punya anak" sambung ibu Jimin.

Lagi-lagi entah mengapa perkataan yang terdengar ramah itu justru terasa semakin menyindir di telinga Yoongi, padahal mungkin niatnya tidak, tapi tetap saja membuat Yoongi tidak bisa menanggapi dan hanya tersenyum sopan.

"Kalau usia kehamilannya sudah berapa lama???" tanya Ibu Jimin lagi.

Lagi Yoongi berusaha tetap tenang untuk menjawab "Kata dokter sudah memasuki usia delapan minggu" dan mendapat anggukan paham dari Ibu Jimin dan tidak berkomentar lebih lanjut.

Dengan tanpa kentara ia menghela nafas lega, entah berapa banyak lagi pertanyaan yang akan diajukan padanya, padahal hanya ditanyai seperti itu, reaksi tubuhnya berlebihan .

Sempat ia tak sengaja kontak mata dengan Jimin sejenak, yang seolah terlihat takjup, maklum saja Jimin memang tidak tahu menahu soal usia kehamilannya karena Yoongi yang memang belum menceritakan.

"Kalau orang tua nak Yoongi bagaimana? Mereka tinggal dimana? Apa juga sudah memberi restu?" tanya ibu Jimin lagi, kali ini benar-benar membungkam Yoongi.

"Ma !!!" untung saja ayah Jimin segera menegur istrinya. "Kita sudah bahas ini sebelumnya" membuat ibu Jimin tidak bisa berkomentar lebih jauh.

Hening beberapa saat sembari setiap orang melanjutkan menyantap makanan masing-masing.

Jimin melirik Yoongi, menyadari ketidaknyamanan gadis itu. Sedang Yoongi sendiri, memang seperti yang Jimin lihat benar-benar merasa tidak nyaman, sejak awal memang ia belum siap untuk bertemu orang tua Jimin dan di interogasi seperti ini.

"Nak Yoongi dulu kuliah dimana?" tiba-tiba saja ayah Jimin membuka pembicaraan lagi, keheningan itu memang tak bertahan lama.

"Pa !!!" kali ini langsung saja di tegur oleh Jimin.

Jimin hendak melayangkan protes atas segala omong kosong yang terjadi sebelum sebelah tangannya ditahan Yoongi lembut.

"Tidak apa Jimin... Akan ku jawab jika ayah dan ibumu ingin tahu" ujar Yoongi yang hebatnya tiba-tiba saja terlihat menerima dan tenang, mungkin sadar juga bahwa tidak bisa selalu terus menghindar. Maka dengan meneguhkan hati ia menjawab.

"Saya dulu berkuliah di Universitas Seoul dengan beasiswa. Ibu saya tinggal di Seoul, kalau ayah saya... Saya tidak tahu. Orang tua saya sudah lama berpisah. Dan untuk restu... Belum sempat, semuanya terlalu mendadak, bahkan Jimin saja baru melamar saya sebelum datang kesini" jelasnya sembari menunjukkan jari manisnya yang dihiasi cincin pemberian Jimin di akhir kalimat.

PURPLE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang