Limabelas

338 34 6
                                    

Jimin melajukan mobilnya diatas batas normal, satu tujuannya yaitu apartemen Yoongi. Dalam hati tak putus merapalkan doa, semoga Yoongi tidak benar-benar pergi meninggalkannya.

Begitu sampai apartemen Yoongi segera Jimin buka pintunya yang passwordnya sudah sangat ia hafal, tanggal ulang tahun Yoongi. Dan begitu masuk serangan panik langsung menyerangnya melihat seluruh ruangan apartemen Yoongi dalam keadaan gelap, hanya cahaya bulan yang menerus kaca jendela sebagai penerangan.

Oh tidak Yoongi...

Langsung saja Jimin lari ke arah kamar memeriksa lebih jauh. Namun keadaannya sama saja, gelap dan tak ada tanda-tanda siapapun. Belum cukup, pintu kamar mandi ia buka dan hasilnya juga sama, tidak ada Yoongi dimanapun.  

Tidak... Yoongi telah pergi.

Jimin yang sangat kalut sudah hampir menangis di depan pintu kamar Yoongi sebelum melihat sekelebat bayangan di bawah sofa ruang  tengah. Jika dari arah pintu masuk memang tidak akan terlihat tapi jika dilihat dari tempat Jimin berdiri dapat ia lihat bahwa seseorang tengah berbaring dibawah sofa.

"Yoongi!!!" panggilnya otomatis mendekat, berharap bahwa benar itu memang Yoongi.

Dan benar saja, begitu ia dekati, hatinya luar biasa lega. Itu memang Yoongi tengah berbaring di bawah sofa dengan sebuah bantal sofa sebagai penyangga kepalanya. Jimin lalu bersujud di dekat Yoongi untuk memastikan apakah Yoongi benar-benar tidur dan bukanlah pingsan. Dan Jimin kembali bernafas lega tahu bahwa Yoongi hanya tertidur. Tidur yang sangat lelap.

Jimin tersenyum tanpa sadar sudah menitihkan air mata saking leganya melihat Yoongi. Segera Jimin angkat tubuh Yoongi untuk ia pindahkan tidur diatas sofa, namun tak sangka pergerakannya berhasil membangunkan Yoongi yang sudah berhasil ia pindahkan ke atas sofa.

Yoongi yang baru terbangun langsung duduk kaget mendapati Jimin di hadapannya dalam remang apartemennya.

"Jimin..." panggilnya tak yakin, mungkin saja kan hanya imajinasinya semata.

Jimin pun yang semula berdiri beralih duduk bersimpuh duduk di hadapan Yoongi.

"Maaf membangunkanmu... Tapi aku tidak bisa membiarkanmu tidur di lantai" balas Jimin tangannya terulur untuk menggenggam lembut tangan Yoongi yang berada di pangkuannya.

Tak ada sahutan, Yoongi hanya terdiam menatap binar mata Jimin. Meski ada kerinduan disana begitu pun dirinya, tapi Yoongi masih belum bisa lupa rasa kecewa yang dirasakannya saat Jimin mengabaikan dirinya. 

Jimin melihat itu, kekecewaan yang begitu besar dimata Yoongi, wajah lelahnya dengan kantung mata yang mengihitam. Sial. Yoongi pasti melalui hari yang berat tanpa dirinya.

Tak tahan lagi untuk tidak mengaku salah, Jimin menunduk, pasrah ia taruh kepalanya di pangkuan Yoongi sembari mengecupi kedua tangan Yoongi meminta ampun.

"Maafkan aku Yoongi... Aku bersalah... Aku sudah mengabaikanmu... Aku bahkan tak tahu hal berat apa yang sudah kamu lalui... Aku tak ada di saat sulitmu... Yoongi aku benar-benar berdosa padamu. Tolong maafkan aku... Jangan pergi, jangan tinggalkan aku" Jimin memohon sampai menangis tersedu.

Yoongi yang menjadi kasihan tak tahan untuk tak mengelus kepala Jimin untuk menenangkannya. Paham betul jika Jimin tak lain berada di posisi yang sulit. Yoongi tak mampu tak merasa bersalah telah mempersulit Jimin.

"Jangan meminta maaf Jimin... Semua itu musibah, tidak ada yang tahu kapan datangnya. Aku tak akan pergi hanya saja..." Yoongi menjeda kalimatnya saat Jimin beralih menatapnya.

"Hanya apa???" tanya Jimin penasaran, perasaannya sudah tak enak dengan apa yang akan Yoongi ucapkan

"Aku... tak bisa lagi bersamamu"

PURPLE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang