Selesai

430 33 2
                                    

Hari-hari berikutnya kembali berjalan seperti semula. Yoongi yang sudah kembali bekerja, juga ayahnya yang sudah kembali ke kampung halaman. Yoongi memang memutuskan untuk tidak ikut tinggal bersama ayahnya meski sebenarnya sangat ingin. Karena bagi Yoongi, baik dirinya dan juga ayahnya sudah memiliki kehidupan masing-masing pasti kecanggungan itu akan ada, dan Yoongi sama sekali tak suka itu. Yang terpenting ia tahu bahwa ayahnya selalu menyayanginya dan peduli padanya, lagi pula ia bisa berkunjung kapan saja saat ia rindu ayahnya, jarak bukanlah masalah.

Masa berduka Yoongi sendiri pun tidak lama, karena baginya ada atau tidak adanya ibunya tetaplah sama, ia sudah hidup sendiri sejak lama.

Dan untuk masalah Jimin, Yoongi menganggapnya sudah selesai, meski ya... sepertinya Jimin tidak akan mudah menyerah.

Setelah pembicaraanya waktu lalu, Jimin memang tidak lagi mengganggunya membuat Yoongi berpikir mungkin Jimin merelakan keputusannya. Sudah tenang hati Yoongi, namun nyatanya yang Yoongi dapati Jimin justru kembali tinggal di apartemen sebelahnya di hari berikutnya.

"Hai Yoongi!!!" sapa Jimin saat kebetulan bertemu Yoongi yang baru pulang kerja di depan pintu apartemennya yang membuat Yoongi sangat terkejut.

"Aku kembali tinggal disini" ujar Jimin ceria seolah membawa kabar bahagia di seluruh negri padahal bagi Yoongi justru kabar buruk yang ia dengar.

"Tidak perlu sampai seperti ini Jimin" keluh Yoongi.

"Memangnya apa???" Jimin dengan santai membntah.

Yoongi membuang nafas jengah, percuma meladeni Jimin tak akan ada habisnya, toh keputusannya sudah jelas dia tak akan mudah terpengaruh, Yoongi lebih memilih untuk masuk ke dalam apartemennya meninggalkan Jimin yang sudah tersenyum jahil memandang kepergian Yoongi. Pasti akan ia dapatkan kembali Yoonginya, yakin Jimin.

Pindahnya Jimin tentu menjadi masalah lain bagi Yoongi, menguji kesabaran Yoongi yang kadarnya memang tak seberapa. Lihat saja bagiamana setiap kali berangkat kerja Jimin seolah sengaja keluar apartemen dalam waktu yang sama dengan dirinya, seolah memang Jimin sudah berdiri di balik pintu sejak lama dan keluar begitu Yoongi membuka pintu.

"Mau berangkat bersama" goda Jimin yang Yoongi tahu niatnya. Maka tak perlu Yoongi tanggapi lagi, ia berlalu saja, lalu Jimin akan mengikutinya sampai ke lift hingga baseman dengan ocehan-ocehan yang tak pernah Yoongi respon.

Begitu terus setiap harinya.

Belum lagi saat di kantor, Jimin selalu  mmmeberinya kejutan kecil di meja kerjanya, snack ringan dengan susu hamil kemasan untuk Yoongi tak lupa juga memo kecil yang selalu Jimin sertakan. 

Aku mencintaimu
Jimin

Dan selalu semua akan berakhir masuk ke dalam laci Yoongi tanpa ia sentuh lagi, meski dalam hati Yoongi merasa senang juga.

"Berhenti keras kepala Yoongi... Ku lihat Jimin bersungguh-sungguh" ujar Seokjin mengintip dari bilik meja kerjanya. Seokjin yang memang sudah tahu cerita lengkap kisah Yoongi dan Jimin sudah tak tahan lagi untuk tak berkomentar.

"Ku rasa juga begitu" gumam Yoongi pelan, bukannya dia tidak tahu hanya saja rasa kecewanya terhadap Jimin belum mau hilang padahal dirinya sendiri mengakui bahwa Jimin tidak lah bersalah.

Seokjin menghela nafas mendengar jawaban Yoongi, merasa iba melihat sahabatnya.

"Lalu kenapa tidak coba menerima Jimin kembali" nasehat Seokjin.

Yoongi hanya mengangkat bahu acuh. Entahlah dia sendiri juga tidak tahu, sebenarnya apa yang membuatnya begitu sulit menerima Jimin kembali, mungkin memang dirinya hanyalah seorang pecundang pesimis yang takut akan resiko jika suatu saat nanti Jimin akan meninggalkannya, mungkin saja di saat dirinya tak lagi hamil, atau di saat Jimin sudah tak bernafsu padanya.




PURPLE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang