papa 17

1.3K 150 28
                                    

Tania terbangun dari tidurnya begitu mendengar suara burung berkicau pagi ini. Setelah menyesuaikan matanya dengan cahaya dari matahari Tania akhirnya melihat ruangan tempat tidurnya dari semalam.

Kamar ini mungkin tiga kali lipat lebih kecil dari kamarnya yang berada di rumahnya, Tania hanya tidur si atas kasur yang di bentangkan dibatas lantai, bukan tempat tidur yang nyaman seperti di kamarnya.

"Phi sudah bangun?" Tine masuk ke kamar itu dengan membawa nampan berisi bubur, segelas air putih dan obat. Tine meletakan nampan itu di lantai di sebelah tempat tidur.

"Aku tidak bisa mendengar mu" Tania berkata dengan nada yang tidak seimbang, Tania tidak memakai alat pendengar nya. Win yang melepasnya semalam

Mendengar ucapan Tania, Tine langsung mengambil alat pendengar Tania yang di letakan win di atas meja di sebelah koper Tania.

"Apa tujuan phi Tania kesini?" Tine tidak bisa menyembunyikan nada ketusnya. Tine berbicara setelah Tania selesai memasang alat bantu dengarnya.

"Dimana phi Win?" Tania tidak menjawab pertanyaan Tine.

"Phi Win sedang bekerja di kebun teh, phi belum menjawab pertanyaan ku" Tine mengingatkan Tania kembali sementara Tania hanya diam.

"Tidak cukup kah semua ini phi? Tidak kan cukup penderitaan kami sekarang mengganti penderitaan kalian dulu? Kakak ku sudah menandatangi perjanjian agar menjauh dari keluarga kalian" Tine menahan sekuat tenaga agar tidak menangis.

"Kakak ku merasa tidak pantas bahagia karna kesalahan nya, phi Bright yang mendatanginya dan menjanjikan kebahagiaan, dan sekarang, kalian bersikap seolah semua yang terjadi adalah kesalahan phi Win" Tine benar-benar tak habis pikir. Dan sekarang Tania justru mendatangi mereka.

"Aku tau phi trauma dengan kakak ku, tapi kenapa phi masih datang kesini?" Tine menatap Tania.

"Tine, phi mohon... Phi ingin sembuh.. tolong bantu phi, demi phi Bright dan demi phi Win" Tania menggenggam kedua tangan Tine.

Tania harus sembuh itulah yang harus dilakukannya agar kedua kakaknya bahagia.
.
.
.
.

Win mengusap perutnya sudah membuncit itu, kandungannya sudah berusia lima bulan. Win kembali teringat bagaimana dia terbangun di ruang rawatnya setelah keluar dari ruang operasi.

Dokter itu dengan suara sendu bermata pada Win kalau bayi Win baik-baik saja, dokter itu hanya meminta Win untuk merahasiakan kalau Win tidak melakukan operasi itu. Dokter itu juga meminta agar Win segara menjauh dari keluarga Jongcheveevat agar kebohongan mereka tidak ketahuan.

Dan sekarang yang ditakutkan Win mulai muncul, jika Tania sampai tau kalau Win tidak menggugurkan kandungannya, Bright pasti akan kembali dan memasitikan anak mereka tidak akan pernah lahir kedunia.

"Pulanglah Win, kau perlu istirahat, biar bibi yang menyelesaikan sisanya" ibu gun menatap sedih Win yang sedang hamil lima bulan itu harus melakukan pekerjaan berat seperti itu.

"Tapi bi.. aku.."

"Pulang lah, gadis yang semalam pasti sedang mencarimu kan?" Ibu gun memotong ucapan Win. Win terdiam mendengarnya. Win sangat yakin Tania kesini memang ingin bertemu dengannya. Entah harus bagaimana Win harus menghadapinya. Tania trauma padanya dan Win harus menyembunyikan kehamilannya dari Tania.

.
.
.

"Phi sudah pulang?" Tine menatap Win yang sedang meletakan sepatu dan topinya di rak di di dekat pintu masuk rumah.

"Bagaimana keadaan Tania? Demam nya sudah turun?" Win bertanya kepada Tine.

"Sudah phi, tadi setelah makan siang dan meminum obatnya, phi Tania kembali tertidur" Tine Berkata pelan, hari ini Tine memang libur dari sekolahnya untuk menjaga Tania.

Win kemudian menghela napas dan menuju kamarnya dan Tine yang di tempati Tania sekarang, sekedar memeriksa keadaan mantan adik tirinya itu.

"Phi Tania berniat untuk tinggal di sini phi" Tine berkata pelan ketika mengikuti kakaknya menuju kamar. Win terpaku sejenak, bagaimana mungkin Tania tinggal dengannya sementara Tania trauma padanya? Dan lagi apa bisa Tania tinggal di tempat tinggal seperti ini dan berada di desa seperti ini? Banyak pikiran yang menghantui Win sekarang.

Win kemudian mendekati Tania yang tertidur dan memeriksa keningnya. Win sangat bersyukur demam Tania sudah turun.

"Engg.." Tania terbangun begitu merasakan keningnya disentuh. Win terpaku terlambat untuknya menghindari tatapan Tania.

"Phi Win" Tania memeluk Win. Walaupun telinganya berdengung nyeri tapi Tania tetap memeluk Win dengan erat. Win awalnya menolak tapi Tania memeluknya begitu erat.

"Jangan paksakan dirimu Tania, jangan menyakiti dirimu sendiri" Win meneteskan air matanya. Win sudah menghancurkan Tania begitu dalam sampai Tania trauma padanya.

"Aku ingin sembuh phi, aku ingin phi Bright dan phi Win bahagia" Tania menangis.

Win begitu terkejut melihat telinga Tania mengeluarkan darah lagi.

"Aku ada ide phi Win" Tine yang dari tadi melihat itu terpikirkan sesuatu.
.
.
.

Mew menatap jam tangannya dengan khawatir. Jam sudah menunjukan pukul 2 malam tapi Bright belum menampakan dirinya dirumah. Mew sangat susah payah menyuruh Gulf untuk tidak menunggu Bright pulang malam ini.

Mew benar-benar khawarir dengan keadaan putra sulungnya itu. Bright tidak pernah begini sebelumnya.

Sampai akhirnya Mew mendengar pintu utama terbuka dan Bright masuk dengan sempoyongan. Bright masuk kerumah dengan keadaan mabuk. Bright sempoyongan bahkan tidak bisa berdiri dengan benar bahkan hampir saja terjatuh jika Mew tidak menahannya.

"Dad.. inikah karma untukku?" Bright menatap sang Daddy dengan airmata yang mengalir di pipinya.

"Kenapa aku tidak bisa membencinya dad, kenapa aku tidak bisa membencinya" Bright berteriak. Sakit di dadanya tidak mampu lagi di tahannya.

"Kenapa mencintai dan membenci seseorang bisa se sakit ini dad, apa salahku, kenapa tuhan membuatku mencintainya" Bright menangis di pelukan Mew. Mew tidak bisa berkata apa-apa. Mew juga tidak tega melihat putra sulungnya seperti ini.

"Ini kah karma untuk ku karna mengubah masa lalu dad? Kenapa rasanya sakit sekali dad" ucapan Bright melemah sampai akhirnya Bright tidak sadarkan diri.

Mew tau Bright berusaha sangat keras untuk membenci Win, walaupun hatinya menolak dengan sangat keras.

"Ini kah masa depan yang pernah kau lihat sayang?" Mew berkata pada Gulf yang menghampiri nya. Gulf menganggukkan kepalanya. Inilah alasan kenapa Gulf sangat ingin Mew bersikap baik kepada Win dan Tine. Karna bagaimana pun. Seandainya masa depan tidak mereka ubah, Win tetaplah takdir Bright.
.
.
.
.

Pagi ini Win kembali memeriksa telinga Tania, Win terlebih dahulu menyuruh Tania menutup matanya agar tidak melihatnya.

Win lah yang memeriksa telinga Tania, walau bagaimana pun Win adalah mahasiswa kedokteran tahun ke tiga, terlebih lagi tidak ada dokter di desa ini, jadi jika ingin memeriksakan Tania mereka harus pergi ke desa sebelah.

"Aku sudah Membelinya semalam phi" Tine datang dengan membawa topeng yang semalam di belinya.

Topeng yang berbentuk salah satu pahlawan pemimpin Avengers itu. Topeng iron man yang biasa di pakai oleh anak-anak.

Win menatap topeng yang di pegang Tine itu ragu. Apa ini akan berhasil pikirnya.

"Apa kau yakin ini akan berhasil Tine?" Win bertanya dengan ragu kepada Tine.

"Kita coba dulu phi" Tine berusaha meyakinkan, dan akhirnya Win memakai topeng itu. Setelah itu Win akhirnya menyuruh Tania membuka matanya.

Suara tawa Tania lah yang terdengar kemudian ketika melihat Win memakai topeng iron man. Dilanjutkan suara tawa Tine yang sudah di tahannya dari tadi.

.
.
.
.

TBC

Jangan lupa vote dan komen ya..

Semakin banyak komen semakin cepat update..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Please Come Back, Papa ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang