"bagaimana kabar mu Tine?" Tania bertanya kepada Tine yang sedang duduk di taman sekolahnya menunggu jemputan sang kakak.
"Phi Tania" Tine tersenyum melihat Tania dan kemudian memeluknya.
"Sudah lama aku tidak melihat Phi Tania" Tine melepas pelukannya dan menatap Tania penuh tanya.
"Phi sibuk belajar untuk persiapan ujian" Tania tersenyum kemudian memberikan paperbag yang dari tadi di pegang nya.
"Apa phi Tania masih membenci Phi Win?" Tine menatap Tania bersedih.
Tine ingat dulu ketika mereka di pertemukan Tania menangis histeris walaupun Tine tau kejadian itu sudah lama, tapi Tine yakin Tania belum ingin bertemu dengan kakaknya.
Tania memang sering mengunjungi Tine di sekolah, papanya yang menyuruhnya agar setidaknya trauma Tania bisa sedikit berkurang, bagaimana juga Tine masih kecil ketika itu, Tine tidak bersalah sedikitpun pada Tania dan Bright.
Tania juga tidak di ajarkan membenci Tine oleh sang papa tapi juga tidak melarang Tania membenci Win, bagaimana pun masa lalu Bright dan Tania merupakan kenangan pahit bagi Bright dan Tania.
Bright memang melupakan masa lalu mereka saat sang papa dinyatakan meninggal, Bright melakukan itu demi Daddy mereka, agar sang Daddy tidak merasa bersalah lagi.
"Bagaimana kabar phi Win?" Tania bertanya lembut sebagai jawaban atas pertanyaan Tine.
"Phi Win baik, phi Win sudah memiliki kekasih sekarang" Tine tersenyum kemudian teringat sesuatu.
"Phi Win sedang dalam perjalanan menjemputku, sebaiknya phi segera pergi" Tine mengingatkan Tania. Bagaimana pun Tania pasti harus menghindari Win agar tidak memicu traumanya.
"Baiklah phi permisi dulu Tine, semoga lain kali kita mempunyai waktu yang banyak untuk bicara" Tania memperbaiki letak alat bantu pendengaran nya dan kemudian pergi dari sana, dia benar-benar tidak ingin bertemu dengan Win.
.
.
.
."Siang papa" Bright mencium pipi sang papa yang sedang menyiapkan makan siang untuk keluarga mereka.
"Kapan kau datang" Gulf membalas ciuman di pipi sang anak sulungnya itu. Seperti biasa setiap hari Sabtu Bright akan pulang kerumahnya.
"Baru saja pa, hai jagoan" Bright duduk di sebelah pawat yang asik memainkan mobil mainan mininya di atas meja makan.
"Phi Bai" pawat dengan ceria langsung minta di pangku sang kakak. Dan dengan senang hati Bright memangku adiknya itu.
"Kau tidak mengajak kekasihmu? Kapan kau akan mengenalkannya pada kami" Gulf menyiapkan piring untuk putra sulungnya itu.
"Dia masih malu pa kalau di ajak bertemu dengan papa dan Daddy" Bright menghela nafas. Gulf sadar akan masalah sang putra sulung.
"Paw, bisa panggilkan Daddy, phi Alex dan phi Nata? Makan siang sudah siap" Gulf menatap putra bungsunya yang sedang di pangku Bright. Tania sedang membantu sang papa menyiapkan makan siang hari ini. Pawat merengut karna merasa waktu bermainnya dengan sang kakak terganggu.
"Cepat lakukan, nanti phi Bai beri hadiah" Bright membujuk sang adik dan pawat dengan semangat berlari ke kamar sang Daddy dan papanya.
"Jadi apa masalahnya Bright?" Gulf duduk di sebelah Bright.
"Dia tidak ingin hubungan kami di publikasikan" Bright menghela nafas.
"Dia pasti punya alasan kan?" Gulf berusaha menenangkan Bright.
"Dia penerima beasiswa pa, berpacaran dengan ku hanya akan membuatnya di hujat seluru mahasiswa di kampus" Bright terpaku. Bagaimanapun alasan Win menutupi hubungan mereka sangatlah logis. Orang-orang akan menuduhnya matre jika berpacaran dengan Bright, dan Bright tidak mau Win mengalami itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Come Back, Papa END
أدب الهواة"jika aku memberimu satu permintaan, apa yang akan kau lakukan Bright?" wanita tua itu bertanya pada bocah 12 tahun yang telah menolongnya "aku ingin papa kembali" Bright tertunduk. setiap kali ditanya keinginannya Bright akan selalu menjawab kalau...