28 | Luka Lama

88 21 0
                                    

include: kata-kata kasar.

═════════•°•⚠️•°•═════════

Renjun sudah lebih baik. Ia diberi satu setel piyama dan tempat tidur yang layak. Seperti sebuah kamar hotel dengan kamar mandi dalam. Ia pula telah diberikan sepiring makanan untuknya malam ini. Sayangnya saja, ia tak nafsu. Ia dikunci di dalam dan dijaga dari luar. Ia dipaksa beristirahat ketika pikiran Renjun saja masih terngiang akan setiap kalimat yang perempuan itu ucap.

Perang?

Perang bagaimana? Perempuan itu akan berkelahi? Demi dia? Gila! Bagaimana Renjun bisa tidur tenang jika ada seseorang yang akan babak belur diluar sana karena dirinya? Ponselnya pun tak boleh dipakai. Sebagai gantinya, ia diberikan sebuah tablet untuk meredakan bosan. Di kamarnya pula ada televisi dan dapur kecil untuk membuat kopi atau sereal.

Jackson—si penjaganya yang banyak omong itu—bilang, jika Renjun butuh sesuatu bisa memanggilnya dengan menelpon lewat nomor yang sudah tersedia di dalam tablet yang diberikan. Ah, rasanya dari Sofia ia akan menjadi Rapunzel.

Rapunzel, ya? Nama itu mengingatkannya pada seseorang. Ia yang selalu mengepang rambut hitamnya dengan rapi meski ketika rambut sepunggung itu tergerai akan nampak lebih indah.

Rapunzel, kamu sedang apa?

[]

Rabu pagi di sebuah hutan dengan lapangan yang luas di dalamnya, perang itu akan berlangsung. Pagi-pagi sekali, ketika ayam jantan baru saja berkokok, para bawahan Jaehyun datang lebih dulu. Informasi kapan pertarungan akan dimulai telah diberikan pada pihak Jeno, si musuhnya, yang ternyata telah lebih dulu sampai.

Ada banyak ekspresi yang tercipta dari tatap muka itu. Kedua kubu sudah siap untuk bertarung. Tapi sesuai kesepakatan awal, ketika matahari memunculkan wujudnya, saat itulah perang dimulai.

Masih ada satu jam lebih. Mereka-yang kembali bersitatap dengan sang masa lalu-mengeraskan rahang. Ada amarah, ada dendam, ada pula biru hati yang kembali memunculkan rindu. Banyak. Banyak sekali dari mereka yang sengaja untuk bergabung dengan salah satu kubu dan bertarung hari ini. Banyak pula alasan yang tercipta, ketika mereka memutuskan untuk kembali bertemu dengan sang luka lama.





















"Jisung..."

Sang empu nama pada barisan musuh itu membungkam mulutnya untuk bicara. Tatapan mereka memang bertemu, tapi Jeno... tak lagi mampu untuk membuka mulutnya dan bersuara.

Jisung memutus kontak mata mereka, beralih pada tanah yang dipijaknya. Genggaman tangannya menguat seiring otaknya penuh akan potongan-potongan adegan masa lalu. Ketika ia... tak pernah berpikir untuk bergabung dalam sebuah kelompok penuh kekerasan seperti sekarang.

Lengannya disenggol, ada wajah penuh senyum mengejek di sampingnya. Jisung mengerutkan dahi tak suka.

"Senyum dikit, Sung. Cepet tua ntar lo."

Lelucon itu tak membuat Jisung tertawa. Ia tak acuh, melewatkan tawa renyah dari Jangjun, sang rekan. "Lebih baik lo fokus sama lawan di depan lo. Lihat aja wajahnya, berasa mau hancurin bumi yang lo pijak."

Jangjun mendecih, ia lantas melihat penuh sinis oknum yang Jisung bicarakan. Hancurkan bumi yang Jangjun pijak? Memangnya bisa? Ia kembali mendecih, senyum remeh ia patri. Jangjun menjulurkan lidahnya dan bersikap masa bodoh. Bahkan, setelah ia melihat raut wajah yang semakin kaku di depannya itu, ia bergerak untuk duduk dan menunggu dengan santai.

Aram Temaram - Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang