30 | Iblis dan Orang-Orang Kotor

86 23 3
                                    

include: kata-kata kasar.

═════════•°•⚠️•°•═════════

Tak lama, perang sebentar lagi akan dimulai. Perang antar dua kubu yang dulunya juga ricuh, kembali berseteru. Bedanya, ada seseorang yang dulunya begitu murka dengan kubu pengkhianat. Bersumpah akan membantai habis anggotanya dan sang pemimpin. Namun, seseorang itu sekarang malah bergabung pada kubu sang pengkhianat.

Pengkhianat.

Dia sudah bagian dari mereka. Dia pengkhianat. Harusnya dia mati. Ia seharusnya tak sekuat ini untuk menahan malu karena telah berkhianat. Tapi keselamatan Renjun membuat wajahnya tebal. Dia tidak boleh mati sebelum Renjun bisa kembali bebas.

"Berapa menit lagi?" tanyanya. Ada sebuah senjata yang khas oleh Bruce Lee dengan tiga besi pukulan di tangannya. Ia sebisa mungkin akan menahan diri.

Mark kemudian menjawab, "Lima menit." Agak lesu. Tapi perempuan itu masa bodoh. Toh, Mark hidup atau mati itu tak akan berpengaruh padanya.

"Heh! Itu yang bawa pistol, mending buang aja!"

Jackson bersuara. Haechan, sang tersangka mendelik tak terima. "Enak aja! Ini senjata gue, anjing!"

"Bangsat. Bukan gelut namanya kalau lo pakai pistol! Buang isinya!"

"MAHAL BERENGSEK! ENGGAK! IYA, INI BAKAL GUE SIMPEN. SIALAN EMANG. SIAPA SIH, LO? GUE MAU BIKIN PERHITUNGAN!"

"JACKSON! SIAPA LO?!"

"LEE HAECHAN! INGET YA, BERENGSEK! LO LAWAN GUE!"

"GAK MAU! GUE UDAH ADA PERHITUNGAN SAMA YANG CUMA PAKAI CELANA ITU!"

Semuanya melihat ke arah Bambam yang sibuk garuk-garuk kepalanya yang gatal. Lupa. Dia belum keramas. Seketika tatapan mengarah padanya, dia mengerutkan dahinya tak paham. Situasinya kenapa malah seperti dia yang akan dibantai?!

"Lo! Siapa nama lo?!" tanya Jackson menunjuk Bambam. Yang ditanya menjawan santai.

"Si ganteng."

"Anjing! Mark! Pukul berapa?!" Jackson bertanya tak sabar. Mark kemudian mulai menghitung dalam hati. Sebelum berteriak.

"Ayo maju!"

Setelah itu, perang kedua resmi dimulai.

Terdengar banyak senjata tumpul bertubrukan. Kayu, besi, dan juga kepalan tangan. Ada sebuah peraturan yang memang melarang mereka untuk membawa senjata tajam. Apalagi pistol. Hanya saja, Haechan begitu tak rela meninggalkan benda kesayangannya itu. Dia paling ahli dalam menembak, tapi bukan berarti tanpa pistol dia jadi lelaki lemah. Timah panas yang terlontar dan menembus kulit musuh itu sebuah kesenangan baginya. Tapi mengalahkan musuh itu lebih utama.

Peluru memang telah disimpan. Tapi pistol kosong itu masih dipegangnya. Senjatanya tetap sama. Haechan memang setia.

Dugh!

Gagang pistol ia gunakan sebagai pemukul. Satu musuh tumbang. Tinggal banyak lagi. Ah, lelah rasanya. Padahal seharusnya sekali tembak bisa menghemat tenaganya hingga lima puluh persen. Peraturan sialan.

Haechan terus berkilah, menggerakkan tubuhnya untuk menghindari pukulan yang akan ua terima. Langkahnya terus maju, melawan para anggota musuh yang begitu mudah untuk ia kalahkan. Hingga tiba pada sepasang kaki bersepatu rapi dengan kaos kaki. Haechan mendengkus. bisa-bisanya lelaki itu memperhatikan penampilan ketika hendak mati ditangannya.

"Heh! Ayo, lawan gue!" Haechan mendongak. Seketika menyerang lelaki musuh di depannya yang dengan gesit pula menahan serangan Haechan yang akan meninju wajahnya. Ada tongkat kayu yang dibuatnya menahan, Haechan tersenyum senang. Ia suka sekali dengan gerakan tanggap yang lelaki itu punya.

Aram Temaram - Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang