35 | Anak dan Ayah [ Jeno vs Jisung ]

97 20 3
                                    

include: kata-kata kasar and another warning that perhaps makes you uncomfortable such as killing scene and blood.

saran: baca ulang chapter 28.

═════════•°•⚠️•°•═════════

Jeno mungkin sudah menduga. Ia memang telah menduga, bahwa Jisung akan ikut perang kali ini. Beberapa meter di depannya, berdiri seorang laki-laki yang lebih muda darinya dua tahun. Lelaki itu membelakanginya, tapi Jeno masih hapal sekali dengan perawakannya. Meski, memang, terlihat lebih berisi.

"Jisung," panggil Jeno. Punggung itu menegak, kakinya berhenti untuk menginjak dada musuhnya yang masih naik-turun dengan lemah. Jisung menoleh, ada darah segar di ujung bibirnya. Pula dengan keringat menetes dari pelipis.

"Pasti gerah, ya?" nada lembut tanpa ada maksud mengejek itu dilontarkannya. Jeno tersenyum simpul. Mengamati bagaimana Jisung mulai membalikkan badannya untuk berhadapan dengan Jeno.

Jeno beralih menatap darah yang masih mengalir dari sudut kanan bibir Jisung. Otomatis, telunjuk kanan Jeno terangkat untuk menunjuknya. Lalu, Jisung pun membuang ludahnya yang telah bercampur dengan darahnya. Menyeka kasar bibir berdarahnya dengan punggung tangan. Jeno meringis, seolah ikut merasakan bagaimana perihnya Jisung ketika mengusap lukanya.

Seharusnya dia pelan-pelan saja, kan?

"Kenapa lo? Mau tarung sama gue?"

Tatapan sinis Jisung berikan ke Jeno yang tetap saja menampilkan senyum manisnya tanpa lelah. "Boleh." Ia mengangguk. "Tapi kalau gue menang, lo harus turutin apa mau gue ya?"

"Cih, lo nggak akan bisa menang!"

"Keputusannya nanti, Jisung. Sekarang, terima tawaran gue atau enggak?" Jeno melepaskan jaket bombernya, menyisakan kaos putihnya yang sudah penuh dengan darah musuh yang tumbang tak berdaya di atas tanah. Tapi wajah tampannya itu tetap berseri.

"Oke!" Jisung menjawab. "Tapi kalau ternyata lo yang kalah, jangan harap bisa sebut nama gue leluasa! Jangan cari... dan jangan ganggu hidup gue setelahnya."

Mata Jeno kembali menghilang. Cantiknya bulan sabit yang tercipta akibat tarikan kedua sudut bibirnya ke atas itu terlalu manis. Hingga Jisung sendiri tak mengerti,

"Jisung, nggak perlu maksain diri. Gue nggak akan sekasar itu."

"Sialan!" mengapa... kakaknya itu selalu memperlakukannya seperti anak kecil yang tak bisa berkembang?!


















"Lumayan. Tinjuan lo udah cukup baik."

Jisung menggertakkan giginya. Setengah wajah Jeno menyembul dari balik tangan yang menahan serangan Jisung ke wajahnya. Jeno menyeringai.

"Sekarang waktunya gue, ya?"

Suara hantaman terdengar keras. Tendangan Jeno pada perut Jisung membuat pemuda itu terpukul mundur. Namun, Jeno masih belum selesai menyerang. Ia berputar dan menekuk kaki kanannya untuk melancarkan tendangan kedua. Lengan kiri Jisung menjadi sasaran. Sialnya saja, pemuda itu tak sempat menghindar.

Side kick itu berhasil membuat Jisung kembali terpental. Jisung mendecak dan kembali siaga. Wajah serius Jeno berubah untuk menampilkan senyumnya.

"Mau nyerah, Jisung?" tanyanya. Ia sangat berharap Jisung mengatakan iya. Tapi Jeno juga tahu, Jisungnya akan menolak.

"Nggak usah ngimpi, Kak!"

Tinju dan tendangan Jisung kemudian menyerang Jeno dengan beruntun. Jujur saja, Jeno sedikit terpukau. Adiknya ini... hebat juga. Apa Jeno akan kalah hari ini?

Aram Temaram - Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang