1 | Dia

343 67 7
                                    

note: kebanyakan aku fokusin narasi ke tokoh si renjun ya.

═════════•°•⚠️•°•═════════

Haechan mengerutkan alisnya heran. Renjun, temannya itu tengah terdiam layaknya patung menatap lurus ke arah papan putih di depannya. Duduknya tegak, seolah memang semua sendinya tak bisa bergerak. Haechan mengembuskan napasnya ketika telah mampu menerka apa sebab Renjun begitu nampak seperti orang bodoh.

Ia mendekat, menepuk punggung Renjun hingga membuat sang empu mendelik kaget dan reflek memegangi bekas tangan Haechan mendarat. Renjun mendesis, matanya memicing mengarah pada sang teman yang hanya tersenyum lebar tanpa rasa bersalah.

"Lo beneran mau gue potong ya, jarinya?!"

Haechan menjauhkan dirinya, mengangkat kedua tangannya sebatas dada untuk mengisyaratkan bahwa ia hanya bercanda.

"Tenang kawan, gue cuma mau sadarin lo biar gak kerasukan. Lo pasti bingung mau pakai lagu apa kan?" tebak Haechan sok tahu. Renjun mendecak.

"Jajan mana jajan?" Tanpa peduli, Renjun mengadahkan tangan kanannya ke hadapan Haechan yang seketika merubah ekspresi cerianya menjadi datar.

"Lo emang gak tahu diuntung, ya?" sebalnya.

Namun Haechan tetap saja menurut. Keresek hitam berisi beberapa jajanan ringan ia berikan begitu saja. Membiarkan Renjun mengeksekusi apa yang Haechan beli. Ia menggeleng pelan ketika melihat Renjun mulai membuka bungkus makanan itu satu persatu. Tak lupa sebuah susu kotak yang ia sedot hingga setengah.

"Lo gak makan di rumah?"

Renjun menggeleng. Ia lebih memilih mengunyah roti cokelat di mulutnya sebelum menelan dan menjawab pertanyaan Haechan. "Makan kok. Roti sama selai."

"Kek orang miskin."

Bugh!

"Jangan merendahkan gue ya. Belum aja itu mulut lo gue jahit."

Haechan bergidik. "Lo bisa gak sih, jangan kayak psikopat?! Ngeri anjir!"

"Ke lo doang kok."

Nadanya memang seperti para manusia penebar gombalan. Tapi rasanya ada yang salah. Haechan justru tambah bergidik ngeri ketika senyuman tipis nan manis Renjun terkembang untuknya.

Renjun mengedipkan sebelah matanya, yang mana kembali membuat bulu kuduk Haechan berdiri dan ia pun bergerak keluar dari dalam kelas. Tak lupa, diiringi dengan teriakan menggema yang akhirnya mampu membuat Renjun tertawa girang.

"LO EMANG GILA!"

Namun setelah itu, ia kembali dengan pikirannya sebelum Haechan datang. Tentang si ketua organisasi yang ternyata datang hanya untuk membicarakan perihal keikutsertaan Renjun ke acara sekolah minggu depan. Biasanya si ketua tak pernah turun langsung perihal ini. Meski akan canggung, tapi Renjun akan berusaha profesional.

"Aduh, lupa belum bayar si Haechan."

Ya... urusan dengan si ketua itu nanti saja. Toh, sepulang sekolah nanti mereka akan bertemu.

[]

"Eh?"

Haechan memundurkan langkahnya ketika mencari Renjun setelah dari kantin sebelumnya. Anak itu biasanya akan pulang bersama Haechan, kecuali jika Haechan ada urusan. Tapi niatnya yang akan ke arah parkiran terhenti begitu melihat sosok si teman yang tengah berbincang dengan seseorang.

Si ketua OSIS—yang kabarnya, meski banyak yang merasa tertekan karena auranya, si ketua itu masih disukai oleh banyak kalangan karena aturannya yang tak memberatkan. Apalagi bagi para laki-laki yang biasanya akan ada saja kelompok yang membolos ataupun melanggar peraturan yang lain. Ada rumor yang beredar di kalangan siswa lelaki, yang mana pernah sempat kepergok meloncati dinding belakang sekolah untuk kabur. Para pemuda itu yakin betul, bahwa sang ketua OSIS itu melihat mereka. Tapi entah kenapa ia seolah buta dan acuh. Ia melenggang pergi begitu saja dan besoknya, tak ada kabar mengenai aksi para pemuda itu ketahuan oleh para guru.

Kejadian itu hanya akan menjadi rahasia bagi para siswa. Mereka tak mau para guru tahu dan malah membuat aturan sekolah diperketat. Mereka hanya bersyukur, ternyata si ketua yang mereka punya itu asyik juga. Mereka jadi menyesal untuk golput.

Lantas disela kilas balik, kedua remaja yang masih Haechan amati diam-diam di belakang itu berhenti. Renjun nampak terkejut, pun dengan Haechan yang jadi mengerutkan alisnya bingung. Hingga ketika dua pasang mata menoleh untuk melihatnya, Haechan yang gantian terkejut. Ia ingin bersembunyi, tapi rupanya telah diketahui lebih dulu. Maka cengiran bodoh ia berikan. Lalu si ketua menoleh kembali pada Renjun, seolah berpamitan. Sebab setelah senyum tipis dan anggukan pelan perempuan itu terima, ia pergi.

Haechan segera menghampiri Renjun begitu melihat sosok si ketua itu menjauh. Ia menepuk bahu Renjun agak keras. Balasan lebih keras pun Haechan terima.

"Aduh! Lo kok mukul balik sih?!"

"Ya lo duluan!"

"Gue reflek???" jawab Haechan. Seharusnya Renjun kan, tak perlu membalas tangan refleknya ketika hendak mencerca Renjun dengan segala pertanyaan karena aksinya yang mengobrol dengan si ketua yang memang jarang sekali terlihat banyak berinteraksi dengan orang baru.

"Ya bodo amat???" balas Renjun. Ia mendecak kesal. Tapi urung sebab tak ada gunanya marah pada Haechan dengan masalah sepele. Lagipula, ia masih butuh Haechan untuk dijadikan ojek. "Ayo pulang aja kita."

"Eh?! Biarin gue puasin rasa kepo dulu! Lo ada apa sama si ketua itu? Nggak mungkin pacaran kan?" desak Haechan.

Renjun memberi ancang-ancang ingin memukul Haechan dengan bogemannya saking pertanyaan sang teman yang terlalu melantur. "Ngaco lo ya! Deket aja enggak, gimana bisa suka!"

Haechan terkejut. Ia tersenyum jahil setelahnya. "Waduh! Berarti nanti kalau udah deket, bisa dong? Haha!"

Plak!

"Aw!"

Renjun menatap tajam Haechan di depannya. Menunjuk wajah yang perlahan mundur karena takut itu untuk menekankan bahwa, "Gue. Gak. Bakal. Cinta. Sama. Siapa. Pun. Inget itu Lee Haechan."

Renjun kemudian melenggang pergi lebih dulu ke parkiran. Meninggalkan Haechan yang terdiam sebelum mendengkus dan tertawa kecil kemudian. Ia mengangguk, mengiyakan.

"Iya, Ren. Jangan jatuh cinta, ya. Apalagi ke dia."

Selepasnya, ia menyusul sang teman—yang Haechan khawatir akan kembali mengamuk jika ia tak segera datang dan membawa Renjun pulang ke rumah dengan selamat. Ah, memang dasar si pemarah. Mana ada yang mau juga perempuan pacaran dengan lelaki macam Renjun. Yang ada bukan si perempuan yang mengoceh, justru Renjun yang paling sering membuat jengah.

"Sabar-sabar aja sih, pacarnya Renjun nanti. Wkwk!"

═════════•°•⚠️•°•═════════

Tuesday, 12 April 2022

(+) hai hai hai!

ketemu lagi kita, xixi. lama ya? ya sengaja sih, hehe. sukses terus buat puasanya ya! hampir setengah jalan nih 🤩

udah nemu inti cerita yg bakal dibahas belum? 😃 aku gak janji ini bakal wow banget, tapi apa ekspektasi kalian baca cerita ini? menurut kalian, aku pakai konsep cerita yg gimana nih? jawab ya! 😈

Aram Temaram - Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang