33 | Mereka di Tengah-Tengah Perang

93 22 0
                                    

═════════•°•⚠️•°•═════════

Suara gesekan daun-daun kering yang jatuh di tanah dengan sepatu karet itu terdengar setelah Bambam menendang Jackson tanpa aba-aba ketika lelaki itu masih bicara. Jackson mendecih, senyumannya terlihat kesal akan tingkah Bambam yang tak tahu sopan santun.

"Gue lagi ngomong, bisa tunggu gue selesai dulu gak sih?" protesnya. Beruntung, ia bisa menghindar tepat waktu. Jika tidak, mungkin badannya akan terpental ke samping dan menubruk pohon.

Bambam mendengkus masa bodoh. "Gue ke sini buat dapetin makan, bukan dengerin ocehan lo."

"Hah?" Alis Jackson menukik, tak mengerti apa maksud lelaki di hadapannya yang tengah menggaruk kepalanya berulang kali.

"Gue nggak berharap lo paham. Tapi kalo lo mau tarung sama gue, cepetan, gue udah laper."

Decihan jengkel Jackson terdengar. Ia membuang napasnya kasar, lantas menatap penuh amarah Bambam yang sudah kembali mendekatinya.

"Yah, terserah. Tapi lo harus tahu, gue bener-bener dendam sama lo. Jadi jangan harap lo bisa makan setelah ini!"

Bugh!


















Ada banyak rintihan dari orang-orang yang telah dihajar. Sebagian besar telah terbaring di tanah karena pingsan. Sisanya lagi karena kaki mereka telah tak mampu lagi untuk berdiri dan menyeimbangkan tubuh.

Perempuan yang mereka hadapi masih berdiri kokoh dengan senjata besinya yang menjuntai menjadi perisai pribadi agar tak ada yang mampu menyentuhnya. Selama beberapa jam, memang belum ada yang sanggup menyentuh barang seujung jari.

Padahal... dia hanya seorang perempuan. Tapi kenapa justru para lelaki yang lebih besar itu kalah dalam hitungan detik?!

"Dia... adeknya Ketua, kan?" seseorang mulai berbisik.

"Iya. Gue pernah lihat dia pas Ketua jalanin bisnisnya. Dia jadi salah satu penjaganya, sama kayak gue," sahut satunya.

Lalu yang lain pun berkomentar. "Sial. Gue denger rumornya. Tapi gue nggak nyangka bakal segila ini juga. Hampir setengah udah dia kalahin, kalau begini terus, si pengkhianat bakal-!"

"Berhenti bisik-bisik." Suaranya agak meninggi, namun tetap datar. Perempuan itu menatap tajam orang-orang yang membicarakannya secara terang-terangan. Tapi sekarang bukan saatnya untuk bergosip. "Kalau kalian mau menang, lakuin dengan sungguh-sungguh. Jangan banyak omong."

"Anjing! Lo itu harusnya dipihak kami, kenapa malah berkhianat?!" Nampaknya, seseorang itu tak lagi bisa menahan kesalnya. Setelah itu, banyak tatapan tak terima yang terarah ke perempuan yang masih siaga itu.

Perempuan itu mendengkus. Ia tersenyum tipis. "Maaf, tapi waktu bicaranya udah habis."

Duagh!

Pertempurannya kembali dimulai. Sekali lagi, dengan masih mempertahankan wajah tebalnya, perempuan itu memukul habis semua bawahan kakaknya. Entah bagaimana nanti ia akan menjelaskan pada Yuta, tapi ia sudah siap menanggung resiko jika memang harus mati setelah ini.

Oleh tangan kakaknya sendiri.

[]

"Kita harus bilang?" Yuto bertanya ragu. Namun, Sakura mengangguk yakin.

"Kak Yuta udah kasih kita amanah buat jagain adeknya, tapi kita gagal. Gabung ke kubu Jaehyun buat selamatin temannya... lo tahu sendiri Jaehyun nggak bisa dipercaya! Meski y/n nanti menang, dan Renjun berhasil selamat. Tapi apa lo yakin, kalau cewek itu bakal baik-baik aja setelah khianatin keluarganya sendiri? Enggak, Yuto. Dia pasti... bakal bunuh dirinya sendiri."

Aram Temaram - Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang