Chapter 22

3.8K 546 25
                                    

"[Name] hari ini kamu jangan masuk sekolah dulu," [Name] mengernyit heran. Ada apa dengan ayahnya? Wajahnya tampak khawatir.

Di ruang makan, suasana tampak canggung. Apalagi ayahnya yang jarang berbicara, dan ibunya yang sibuk memarahinya jadi suasana dirumah selalu canggung dan sepi.

Namun, ayahnya sekali bicara mengejutkan dirinya dan ibunya. Tentu saja ibu akan mengajukan protes, kenapa anaknya tidak masuk sekolah.

Ayah bicara dengan lembut, "kamu enggak dengar ada tiga korban di sekolah? Perempuan lagi. Pelakunya belum di temukan. Tentu saja [Name] harus di rumah agar aman. Dia bisa belajar dirumah."

Tiga? Bukannya dua? Sebentar— kenapa jadi bertambah korbannya?

[Name] berdiri. Ia mengejutkan kedua orang tuanya. "Maaf ayah— aku akan sekolah saja. Shinsuke sudah datang—" [Name] dengan buru-buru pergi dari ruang makan.

Ia bergegas membuka pintu dan terlihat Shinsuke yang tersenyum. "Ada apa denganmu? Kenapa terburu-buru seperti itu? Masuk sekolah masih lama kok–hei, kenapa matamu melihat ku dengan tajam seperti itu?" Shinsuke meraih pergelangan tangan [Name], ia melihat wajah gadis di depannya ini sedang menahan amarah dengan tatapan sendu.

"Jangan sentuh." [Name] mencekal lengan Shinsuke.

"Kamu marah kepadaku? Ada apa? Aku salah apa– ohh kau sudah tau rupanya." Tatapan sendu itu menghilang.

"Shinsuke jangan pura-pura tidak tahu–"

Shinsuke memberikan tatapan dingin. "Kau ingin kita bertengkar pagi-pagi? Di depan rumahmu? Kita omongin ini sambil jalan saja. Ayo," Shinsuke mengulurkan tangan.

[Name] menatap wajah kekasihnya dengan pandangan tak percaya. Ia tak tahu isi pikiran Shinsuke. Isi pikirannya kebanyakan plot twist. Ia ragu untuk menerima uluran tangannya.

Jika di pikirkan lagi, dirinya marah karena apa?

Bersama dengan Shinsuke dirinya tidak pernah tenang. Jika ia marah, Shinsuke akan lebih marah dan mengancamnya. Emosinya selalu dibuat naik-turun. Terkadang ia luluh dengan sifat lembut Shinsuke, lalu takut dengan sifat Shinsuke yang kejam.

Ia seperti tidak punya pendirian.

"Ayo? Jangan bengong." Shinsuke masih setia menunggu [Name] menerima uluran tangannya.

"Kau lama, seperti siput. Kalau masalah tentang pembunuhan itu saja baru cepat." Sindir Shinsuke, ia menarik paksa tangan [Name].

[Name] hampir jatuh kalau saja dirinya tidak cepat mengimbangi jalannya Shinsuke. Shinsuke mencengkram erat tangan [Name]. Tidak akan membiarkan gadisnya lepas, kabur dan apapun itu yang membuatnya jauh dari Shinsuke.

"Kau tahu pelan-pelan kan?"

"Maaf–aku kira karna kamu sering lari dariku makanya kamu tidak lambat." Sindir Shinsuke sembari tersenyum. Shinsuke mulai menyukai situasi ini.

"Kau– kenapa terus menyindirku sih?" [Name] berusaha melepaskan cengkraman tangan Shinsuke.

Shinsuke masih setia mencengkram kuat tangan [Name] malah kukunya mulai menyakiti kulit [Name]. "Aku suka melihat raut wajahmu."

"Siala– Shin! Lepaskan aku! Kau menyakitiku."

"Bersyukur karna aku hanya melakukan ini, jika aku mendengar kamu berkata kasar lagi. Aku bisa membuat pahatan di tangan mu [Name]."

[Name] hampir menangis. "Kau jahat Shin. Aku hanya ingin bebas? Kau seharusnya tidak berlebihan seperti ini... Kau terlalu posesif dan overprotektif."

"Aku seperti itu karena tidak ingin kau terluka [Name]. Hanya itu saja, aku tidak suka melihat dirimu menangis. Jujur aku ingin sekali membunuh ibumu yang membuat dirimu sampai depresi saat itu." Shinsuke tertegun sejenak, ia menghela nafas panjang. Menatap mata hitam milik kekasihnya itu. Pupilnya melebar tak menyangka jika Shinsuke berpikiran seperti itu.

"Aku–"

Setelah jeda, Shinsuke kembali berkata. "Aku tahu, kau perfeksionis. Itu turun dari ibumu tahu. Sadar atau tidak, kau selalu ingin menjadi nomor satu. Sejak SMP pun kamu juga begitu."

"Shin?"

"Kau tak ingat?" [Name] mengangguk tanpa sadar.

"Kita satu sekolat saat SMP. Ingat SMP Fueneku? Saat itu kita sekelas saat kelas akhir, dan ada pertanyaan yang tidak aku pahami, kau bisa menjawab pertanyaan itu. Padahal saat itu belum di pelajari. Aku sudah menyukaimu saat itu, apalagi saat kau tersenyum kepada temanmu. Aku menyukai senyumanmu."

"Lalu k-kau mencari tahu tentangku?" Shinsuke mengangguk, membuat [Name] ketakutan.

[Name] melirik sekitar, ia harus lari. Kabur kemana saja asal tidak akan bertemu Shinsuke. Tubuhnya merinding saat [Name] melirik ke arah Shinsuke, dan ia tersenyum. Senyuman itu sangat berbeda.

"Aku ingin kita selalu bersama. Kehidupan selanjutnya pun harus begitu. Aku akan menemukanmu [Name]."

*

*

*

TBC

gatau berapa chapter lagi abis itu tamat😟

🚩𝐎𝐁𝐒𝐄𝐒𝐒𝐈𝐕𝐄; k.shinsuke ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang