“Kamu masih perawan?”
‘Pertanyaan gila macam apa ini?’ gerutu ketika Lisa menanggapi keluhanku yang belum bisa membayar uang semester kuliahku.
Dari sekian banyak teman-teman kostku, Lisa tergolong orang yang paling royal. Baju dan tas branded, belum sepatu dan ponsel berlambang apel tak utuh seri terbaru. Kesehariannya yang selalu menunjukkan dia dari golongan kelas berada, membuatku tak segan untuk menceritakan permasalahanku yang saat ini sedang krisis keuangan.
“Bukannya aku enggak mau kasih pinjam kepadamu, tapi kau bisa mendapatkan uang lebih dengan menjual keperawananmu, Cintya!”
“Hah? Kau gila!” Aku terperanjat mendengar ucapan Lisa. Usiaku masih dua puluh tahunan, bahkan cowok pun aku belum punya, memikirkan hal begituan, itu sama sekali tak terlintas dalam benakku sama sekali. Pernah tidak sengaja memergoki teman kelasku sedang menonton film adegan dewasa, tapi aku langsung tutup mata karena merasa geli melihat adegan seperti itu. Mengulum es krim, menjilat kerang mentah. Hueeek ... rasanya aku ingin muntah jika harus melakukannya.
“Tidak sakit kok ... ya awalnya sedikit sih. Tapi lama-lama aku yakin akan bikin kamu ketagihan. Rasanya ... bikin kamu merem melek, Cintya.” Lisa terus mencerocos. Raut wajahnya terlihat sedang membayangkan kenikmatan yang ia dapatkan dari adegan ranjang itu. “Dan yang pasti, kau akan menghasilkan banyak uang.”
“Tidak ... tidak!” tolakku. “Aku akan mencoba cara lain untuk mendapatkan uang untuk membayar kuliahku. Yang jelas aku tak akan melakukan hal sehina itu.” Aku berbalik dan bersiap meninggalkan kamar Lisa yang hanya berseberangan dengan kamarku.
Sebenarnya aku tak terlalu dekat dengannya. Selain kami beda fakultas, tongkrongan kami pun beda. Dia biasa makan di restoran cepat saji atau minum di kafe-kafe gaul, sementara aku hanya tahu cuma warteg. Paling bagus-bagusnya rumah masakan padang, itu pun cari yang ada menu 10.000.
“Kegadisanmu bisa dijual 10 juta lho!” ucap Lisa mencegah langkahku. Dia sepertinya tahu kesulitan apa yang sedang menimpaku. Belum bayar uang semester, uang kos yang sudah telat, belum lagi kabar dari kampung yang mengatakan jika ibu sedang sakit dan dirawat.
Bapak sudah memberitahuku bahwa uang semester dan jatah bulananku tidak bisa ia berikan karena harus menanggung biaya pengobatan ibu. Meski kami menggunakan BPJS, namun tidak semua biaya terkover. Belum biaya sehari-hari dan perawatan ladang bawang yang sempat gagal panen. Aku bisa merasakan bagaimana sulitnya keuangan keluarga kami.
“Bahkan jika kau ketemu orang yang baik, dan kau bisa memberikan kepuasan, kau bisa mendapatkan lebih, Cintya!” sambung Lisa. “Kau lihat aku sekarang ini? Aku bukan dari keluarga berada, aku juga anak seorang petani sepertimu. Tapi sejak aku kenal sama om-om yang butuh kehangatan, kau bisa lihat, kan! Bagaimana aku sekarang? Bahkan aku justru yang mengirim uang bulanan kepada ibuku.”
“Memangnya kalau sudah menjual kegadisan, apakah nantinya ada yang masih mau?” Aku terpancing dengan tawaran Lisa yang terdengar menggiurkan.
“Ya pasti, lah! Sekali saja kau terjun ke dunia enak-enak. Aku jamin, order enggak bakal ada habisnya. Selama kau bisa memuaskan mereka, dari mulut ke mulut pasti orang-orang akan mencarimu. Apalagi ... aku lihat wajahmu juga cantik, body ... lumayanlah, kau hanya perlu membesarkan sedikit payu dara dan bokongmu. Para lelaki akan ketagihan jika kau lihai dalam hal goyangan.”
‘Astaga! Tidak ... tidak! Aku tidak boleh melakukan hal serendah ini.’ Hati nuraniku berkecamuk, aku tahu aku sedang butuh uang, tapi bukan begini jalannya. Aku yakin, pasti ada jalan yang halal untuk aku bisa mendapatkan uang, bukan dengan jalan menjual diri.
“Nanti aku pikirkan lagi,” ucapku menolak halus saran Lisa.
“Iya, kau pikir-pikir saja dulu. Kalau kau sudah kepepet banget, kau bisa kabari aku. Oh ya ... di laptopku banyak film dewasa, jika kau ingin menonton dan belajar. Aku akan meminjamkannya padamu.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Open BO
RomanceWARNING!!! AREA 21++ Banyak adegan mengenakan yang membuat anumu berdiri. Bijaklah dalam membaca. Semua orang tidak ingin terlahir dalam kemiskinan. Namun, impitan ekonomi membuat Cintya harus menjual tubuh demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia semak...