Tidak pernah pudar sedikit pun bagaimana rupa dan bentuk dari seorang Rafaella di kepala para angkatan emas. Dari dulu tubuhnya memang tinggi, tapi rambutnya pendek dan lingkar matanya tidak sehitam sekarang.
Aura yang Rafaella pancarkan selalu berbeda, kepalanya selalu terangkat angkuh menunjukkan kekuasaan yang ia miliki, menegaskan bahwa dialah pemimpinnya.
Sang ketua Organisasi Kedisiplinan, Rafaella Balenciaga.
"Ck, ck, ini sekolah atau hutan? Kenapa banyak binatang liar di sini?" pandangannya meluas, melihat betapa sangat kontras-nya cara angkatan emas dan para adik kelas berpakaian.
"Rafaella? What are you doing here?" matanya terjatuh pada Edward yang tampak terkejut dengan kedatangannya.
Rafaella tersenyum angkuh. "Hi guys ... I'm back," dia menunjukkan kepada semua orang, dirinya sudah kembali dan itu artinya mereka harus bersiap.
Mereka yang kini berada di kelas 12 atau mereka yang mendapat julukan 'angkatan emas' mulai bersorak, pemimpin mereka telah kembali. Mereka semua senang tapi juga tidak, mereka jelas tahu untung dan ruginya keberadaan Rafaella.
"Diam," semuanya senyap hanya dengan satu kata yang keluar dari mulut Rafaella. "Gue udah ada di sini, gue udah tahu semuanya jadi kalian cuma perlu lakuin yang harus kalian lakuin."
Yang harus mereka lakukan adalah diam, tidak memberitahu para adik kelas atau guru-guru baru tentang identitas Rafaella, mereka hanya perlu menaati peraturan dan mereka akan aman. Selain para angkatan emas dan orang lama, tidak boleh ada yang tahu tentang siapa saja anggota Organisasi Kedisiplinan.
"Kalian seharusnya udah paham, sekarang jelaskan apa yang terjadi di sini?" Rafaella yang sebelumnya menatap para angkatan emas kini berbalik, ia melihat sang objek utama yang matanya tangkap.
Faleri. Sebagai seorang perempuan ia mengakui, Faleri berada di atas rata-rata sebagai lelaki tampan, jelas sekali dia adalah idaman semua wanita tapi sayangnya dia bodoh, setidaknya itulah yang Rafaella pikirkan.
"Annastasia?" yang disebut namanya maju selangkah, mendekatkan tubuhnya pada Rafaella.
"Iya," Annastasia tidak merasa takut, dia biasa saja ketika berbicara dengan Rafaella.
Mata Rafaella melirik Annastasia, kemudian tangannya menyentuh dasi yang Annastasia gunakan. "Pasang dasi dengan benar atau leher lo yang enggak berguna ini gue potong," ucap Rafaella pada Annastasia.
Bukan soal posisi siapa yang tinggi tapi Annastasia tahu jika Rafaella tidak pernah bermain dengan ucapannya.
'Monster akan tetap menjadi monster mau berapa lama pun dia menghilang,' ia tidak memiliki keberanian besar untuk mengucapkannya secara langsung.
"Maaf," ini adalah kesalahan, mungkin sepele tapi hal besar bagi para angkatan emas yang selalu 'sempurna'.
Rafaella melupakannya, ia berbalik lalu menatap Faleri dari bawah hingga atas tanpa tahu jika lelaki itu merasa tersinggung dengan tatapan Rafaella.
"Lo bisa berhenti natap gue begitu?" suara khas lelaki terdengar, Rafaella menaikkan sebelah alisnya, lelaki di depannya ternyata bertingkah angkuh, apakah dia merasa hebat menjadi penguasa sekolah saat ini?
"Lo bisa berhenti buat masalah? Tampaknya lo yang angkuh ini punya banyak babu," Rafaella jelas tidak akan kalah, ia melangkah ke depan lebih dekat pada Faleri.
Setelah menatap Faleri sejenak Rafaella mengambil sesuatu dari kantong rok nya, sebuah tabung kecil yang selalu ia bawa ke mana-mana, ia menarik ujung tabung itu sampai memanjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFAELLA
FantasyTentang Rafaela yang bertransmigrasi ke dalam novel ciptaan sahabatnya dan menjadi kakak tiri tokoh antagonis. Rafaela yang 'ini' dan Rafaella yang 'itu' adalah orang yang sama. Sama-sama seorang pecandu internet dan sama-sama seorang pemalas. Karen...