Cptr 15. Libur Telah Tiba

1.8K 237 11
                                    

"Lo? Siapa?"

Plak!

"Durhaka lu sama gua."

Di hari Sabtu yang tenang Rafaella berniat bermain komputer dari pagi sampai pagi lagi, namun sayangnya rencana indahnya itu harus berakhir karena bel apartemen nya berbunyi.

Ia mendapati seorang laki-laki yang menurut Rafaella tidak bisa menggunakan baju dengan benar di depan pintu apartemen nya.

"Siapa?" bukannya menjawab pertanyaan dari Rafaella laki-laki itu masuk ke dalam apartemen dengan seenaknya.

"Memang bener sih kata gua, lu kayaknya kena alzheimer," ucap laki-laki  yang telah duduk di sofa sambil membuka kacamata hitamnya.

Rafaella menatap lama, otaknya berfikir mencari orang ini di dalam memori. Nah, sepertinya memorinya penuh hingga sulit mencari keberadaan orang ini, atau memang benar ia terkena alzheimer?

"Yah elah Raf, jahat bener lu, enggak kasihan noh sama bini-bini lu nungguin." mau orang ini itu apa? Bicara bukannya makin paham malah makin ngang-ngong.

Sebagai pemilik apartemen, Rafaella mendekati orang itu, menatapnya lamat-lamat sampai satu nama terlintas di kepalanya.

"Laron?"

"AARON WOY!!"

Sekarang Rafaella mengingatnya, Aaron teman online-nya yang waktu itu.

"Nama orang main lu ganti aja, nama lu Rafaella gua ganti Ellanjing mau lu?" mendengar ucapan tidak ramah dari Aaron, Rafaella memutar bola matanya.

"Biasanya juga gitu," ucap Rafaella sambil berjalan menuju dapur untuk membuat minum.

Aaron meringis, ia ingat sudah beberapa kali ia memaki gadis pemalas yang amat disiplin ini, tapi memangnya siapa yang tidak kesal ditinggal AFK oleh teman satu timmu sendiri?

Menghela nafas berat adalah reaksinya. Merasa bersalah tapi juga tidak, karena menurutnya Rafaella pantas-pantas saja dimaki seperti itu.

"Anu ... Gua ke sini mau ajak lu ke tempat biasa, udah lama lu gak ke sana," ucap Aaron saat Rafaella telah kembali dari dapur membawa secangkir kopi panas.

Aaron mengulurkan tangannya ingin menerima cangkir itu, namun lama menunggu cangkir itu tak kunjung berpindah tangan, Aaron malah mendapati Rafaella yang duduk sambil meminum kopi itu.

"Lah? Bukan buat gua?"

"Mandiri, gak usah manja." sungguh Aaron menyesal karena telah mengulurkan tangannya, ia lupa bagaimana Rafaella itu.

Rasanya ia ingin memukul kepala Rafaella dengan panci abadi emaknya yang sudah ada dari zaman nenek buyutnya, namun rasa takut kalau kepalanya hilang membuat Aaron mengurungkan niat.

"Udahlah, gimana lu mau ikut gak?" pertanyaan Aaron membuat Rafaella berhenti menghisap kopinya.

"Mungkin enggak bis–"

"Raf, bini-bini lu belum lu nafkahi ya anjir, enak aja lu nolak." Aaron tidak membiarkan Rafaella menolak ajakannya.

''Enggak ada enggak ada, lu kudu ikut, ayo!" tangan Rafaella ditarik oleh Aaron agar berdiri.

Tidak ada bekas ingatan yang jelas tentang Aaron dan sisi kehidupan Rafaella yang lain, hal ini membuatnya ragu untuk ikut dengan Aaron.

"Tap–"

"Raf!"

Baiklah, hilang sudah hari libur tenangnya.

***

RAFAELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang