Kita adalah satu kata asing yang tidak pernah bertemu di titik saling.
***Fay tak bisa berhenti mengintip ke arah ponselnya. Rasa cemas menyergapnya mengingat Putra menghilang tanpa kabar sejak kemarin. Hari ini, seharusnya lelaki itu sudah berada di Bandung.
Seharusnya ia tidak gusar berlebihan. Sang pujaan hati mungkin sedang beristirahat karena kelelahan. Jadi, belum sempat membalas pesannya. Fay hanya perlu menunggu dengan sabar.
Namun, hingga esok tiba, nama Putra tidak muncul di layar berbentuk persegi empat tersebut. Beberapa pesan yang ia kirim bahkan tidak terbaca sama sekali.
Pada akhirnya, Fay menyerah untuk tetap menunggu. Gadis itu bangkit dari posisi tidurannya dan berjalan ke arah lemari untuk mengambil kardigan berbahan satin. Kebetulan ia hanya mengenakan kaos berlengan pendek, sedangkan Fay sendiri lebih nyaman menutupi lengannya hingga pergelangan.
Menyantolkan sling bag ke bahu, ia berjalan ke arah pintu lalu menarik knop. Keterkejutan muncul di wajahnya melihat seseorang yang tidak ia harapkan kedatangannya.
"Kak Ayyas," ucapnya tercekat. "Kenapa ... Kak Ayyas bisa di sini?"
Lelaki di depannya tersenyum lebar, berbanding terbalik dengan ekspresi Fay.
"Mau ngajak jalan, tapi kamu udah siap aja." Enteng sekali lelaki itu berbicara. Seolah hidup Fay hanya didedikasikan untuknya.
Ada rasa kesal yang menyergap. Kian hari, Ayyas semakin lekat menempelinya. Lelaki itu bahkan tak kunjung kembali ke kampung halaman dengan alasan tengah menikmati waktu libur semester.
"Kak Ayyas harusnya chat dulu kalau mau dateng dan ... ruang tunggu ada di bawah." Fay menekankan bahwa Ayyas sudah melewati batas.
Di bawah sana, ada tempat khusus untuk tamu. Beruntung keadaan kosan sepi karena banyak mahasiswa yang tengah mudik. Tersisa anak-anak semester akhir yang sedang menyelesaikan study. Bisa-bisa ia menjadi bahan gosip kalau mahasiswa lain tahu.
"Tadi Nita bilang aku naik aja. Dia juga yang ngasih tau nomor kamar kamu," jelas Ayyas karena tidak mau disangka bersikap tak sopan.
Fay merutuki teman satu kosannya. Nita memang tampak paling bersemangat menggodanya, apalagi setelah mendengar pengakuan Ayyas tempo hari.
Embusan napas keluar dari bibirnya. Fay menatap lelaki di hadapannya. Ia harus segera pergi, tapi bingung bagaimana cara mengusir Ayyas.
"Aku mau ada keperluan. Jadi, nggak bisa pergi sama Kak Ayyas." Fay melewati lelaki itu yang berusaha menyamai langkahnya menuruni tangga.
Ayyas meraih lengannya hingga sang empunya refleks menoleh. "Aku anter."
Sebuah gelengan Fay berikan. Ia melepaskan diri dan memberikan jarak. Berusaha bersabar walau rasanya ingin sekali berontak. Fay masih memiliki rasa hormat pada lelaki yang rentang usianya berbeda empat tahun tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cutie Fay (Pre Order)
Teen FictionBagi Pringgabaya Putra, jatuh cinta adalah hal paling rumit dan membutuhkan banyak waktu. Namun, anggapannya salah ketika ia dipertemukan dengan sosok Fay, seorang kakak tingkat yang datang tanpa diundang membawa serta sepucuk surat cinta untuknya. ...