Bagian 4

201 44 12
                                    

Katanya, perempuan adalah satu mahluk yang paling sulit dimengerti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Katanya, perempuan adalah satu mahluk yang paling sulit dimengerti.
***

Dua hari sudah terlewati. Putra yang awalnya percaya diri bahwa gadis itu akan datang padanya kini mulai kehilangan harapan.

Sepanjang jalan menuju gedung fakultas atau saat hendak pulang, ia akan memelankan langkah, berharap Fay memanggilnya dan meminta revisian skripsi dengan raut memerah menahan malu. Ia juga beberapa kali mengecek ponsel, mungkin saja Fay akan mengiriminya pesan meski mustahil karena gadis itu pasti tidak memiliki nomornya.

Hh, sudahlah. Mungkin Fay memang tak membutuhkannya.

Helaan napas keluar dari bibir lelaki itu. Putra menyandarkan punggung ke kursi. Suasana kelas yang ramai tak ia pedulikan. Fokus Putra hanya pada lembaran kertas di pangkuannya. Kebetulan dosen mata kuliah Metode Penelitian tak masuk dan hanya menyuruh mahasiswanya untuk tetap melaksanakan presentasi. Hasilnya? Jangan ditanya. Dua SKS penuh yang terdiri dari 100 menit hanya diisi dengan presentasi selama tidak kurang lebih 15 menit. Sisanya para mahasiswa sibuk dengan kegiatan masing-masing.

"Kenapa lo? Beberapa hari ini keliatan nggak semangat banget."

Putra menoleh ke arah lelaki di sebelahnya. Jendra yang merupakan teman sekelas sekaligus tetangga kosannya menatap heran.

Bukannya tidak ingin bercerita, Putra hanya merasa belum waktunya. Mendapati Jendra yang melengokan kepala untuk melihat sesuatu di tangannya, ia segera menyembunyikan kertas revisian milik Fay, memasukan ke tas yang ia simpan di atas meja.

Jendra sempat berdecak sebelum kemudian bangkit dan berjalan ke arah segerombolan teman perempuannya. Lelaki itu ikut nimbrung lalu tertawa keras mendengar cerita lucu dari mereka. Putra memilih diam di tempat. Rasanya terlalu malas harus bergurau dan membicarakan sesuatu yang tidak penting.

Bukan berarti Putra tidak pernah berinteraksi. Jika diperlukan, ia akan berbicara seperlunya, bahkan saat kegiatan presentasi, Putra cukup aktif bertanya, menyanggah dan berpendapat. Itu juga yang membuat beberapa teman perempuannya diam-diam menjadi pengagumnya.

Sebenarnya saat awal masuk perkuliahan di semester satu, Putra cukup dikenal karena raut mukannya yang di atas rata-rata meski selalu berpenampilan sederhana. Namun, ia yang terkesan cuek membuat mereka mundur teratur, kecuali satu orang yang tak ia sebutkan namanya.

"Oi, gue balik duluan nggak apa-apa, kan?" teriakan Arian yang sudah berdiri di pintu kelas membuat atensi orang-orangan di ruangan teralih. Lelaki yang kerap dipanggil Koko karena matanya yang sipit seperti keturunan Tionghoa itu tersenyum lebar. "Boleh, ya? Bapak sama Ibu gue jenguk, nih. Mereka nunggu depan kontrakan."

Beruntungnya Jendra sebagai ketua kelas mengizinkan. Setelah kepergian Arian, para mahasiswa ikut membubarkan diri, termasuk Putra yang melangkah ogah-ogahan menuju kantin. Ia tidak langsung pulang karena bermaksud untuk pergi ke perpustakaan mencari bahan referensi tugas mata kuliah.

Cutie Fay (Pre Order)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang