Bagi Pringgabaya Putra, jatuh cinta adalah hal paling rumit dan membutuhkan banyak waktu. Namun, anggapannya salah ketika ia dipertemukan dengan sosok Fay, seorang kakak tingkat yang datang tanpa diundang membawa serta sepucuk surat cinta untuknya.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Katanya cinta adalah satu kata rumit yang mampu menciptakan banyak kalimat menggetarkan dada. ***
Ketiga lelaki keluar dari aula secara beriringan. Mereka sengaja menunggu para mahasiswa lain pergi terlebih dahulu karena malas berdesakan. Kebetulan Pendalaman Materi IPS merupakan salah satu mata kuliah yang banyak diminati, terlebih oleh mahasiswa yang mencintai hidup santai tanpa perlu bergelut dengan angka.
Drs. Ahmad selaku pengampu mata kuliah tersebut selalu menyatukan kegiatan pembelajaran dalam satu ruangan. Berhubung lebih dari setengah mahasiswa angkatan 2019 yang mengikuti peminatan, sang dosen memilih aula sebagai tempat perkuliahan berlangsung.
"Gue nyari mentahan materinya, deh. Elo yang nyusun makalahnya, Put!" Ilham, teman satu jurusannya yang berbeda kelas sedang membagi tugas. "Entar lo sama ... Amena," ucapnya lalu menunjuk lelaki bertubuh tinggi di sebelah Putra. "Nah, elo yang masukin ke PPT, ya, Set."
Setya yang sedang mengetik balasan di ponsel melirik sekilas lalu mengangguk.
"Berhubung kalian udah setuju dan Amena juga nyerahin pembagian tugas ke kita, jadi fix, ya, kita kerjain tugas masing-masing."
Kedua lelaki di sebelahnya mengangguk lagi. Putra percaya pada keputusan Ilham yang memiliki jiwa kepemimpinan tinggi. Lelaki itu sejak masa orientasi sudah terkenal karena memiliki public speaking yang bagus. Ilham merupakan mahasiswa beasiswa sepertinya. Selain aktif di beberapa UKM, ia juga tanpa malu berjualan bakso di kampus dengan mengajak salah satu adik tingkat. Mereka berjaga bergiliran jika tidak ada mata kuliah, bahkan kerap menerima pesanan dan mengantarnya ke kosan atau rumah mahasiswa di kampusnya.
"Fay!"
Suara perempuan yang mulai tak asing di pendengarannya membuat Putra refleks menoleh untuk mencari sumber suara. Ia bahkan sudah mengabaikan ucapan lelaki berambut gondrong di sebelahnya.
Sejak kejadian itu, Putra selalu sensitif saat mendengar nama 'Fay' atau yang hampir mirip dengan nama tersebut. Putra menyipitkan mata melihat dua gadis yang berlari menjauh. Ia tidak bisa melihat wajahnya, tapi punggung dan cara berlari gadis itu sangat ia ingat.
Entah kenapa Putra merasa Fay sengaja menghindarinya.
"Put! Oi!"
Putra tergagap lalu menatap Setya. "Sorry, gimana?"
Akhir-akhir ini konsentrasi Putra terbagi antara pekerjaan, keluarga, dua perempuan yang tak lain adalah Jikara serta si misterius Fay. Pernah Putra iseng-iseng menanyakan gadis bernama Fay pada Rizfan, teman sekelasnya yang merupakan anggota BEM. Namun, lelaki itu bilang di angkatannya tidak ada nama Fay.
Ia sempat berpikir kalau gadis itu mungkin adik tingkatnya. Masalah panggilan yang disematkan padanya, mungkin juga agar terdengar akrab.
Selesai membicarakan pembagian tugas, mereka berpisah karena Setya masih ada mata kuliah, sedangkan Ilham hendak pergi ke kantin mengecek barang dagangannya. Putra sendiri bermaksud pulang ke kosan karena merasa sangat mengantuk. Semalam ia begadang untuk menyelesaikan orderan lukisan. Sebenarnya siang nanti Putra harus ke kampus lagi karena ada mata kuliah lain. Makanya, ia memanfaatkan waktu untuk tidur sebentar.