Tidak usah khawatir.
Perihal menunggu, aku ahlinya.
***"Besok gue berangkat."
Gadis berbandana hitam itu sempat terdiam mendengar ucapan lelaki di sebelahnya. Keramaian sekitar membuat hatinya berubah, menjadi terasa kosong. Fay menatap Putra yang ikut memandangnya. Langkah Keduanya terhenti begitu saja.
Bisa dekat dengan Putra adalah hal yang sulit ia percayai. Namun, Fay tidak menyangka, merelakan lelaki itu pergi untuk menjalankan tugas dari kampus membuatnya merasa begitu berat.
Ada rasa takut dalam dirinya. Fay khawatir Ayyas akan kembali hadir saat lelaki itu pergi, seperti dua minggu lalu. Ketakutannya bukan tanpa alasan. Kemarin mamanya sempat menelepon, mengomelinya karena mengabaikan chat Ayyas dan memberikan banyak petuah yang membuat kepalanya terasa hampir meledak.
"Hati-hati." Hanya itu yang keluar dari bibirnya setelah sekian lama menatap Putra.
Sebenarnya Fay ingin jujur tentang Ayyas, tapi ia bingung harus memulai dari mana. Hubungan mereka masih berjalan di tempat walau kian hari keduanya semakin dekat. Fay tidak mungkin mempertanyakan terlebih dahulu. Pikirnya, Putra masih membutuhkan waktu untuk meyakinkan diri.
"Lapar nggak?"
Fay kembali menatap lelaki itu. Gelengan ia berikan. "Gue pingin cobain semua wahana."
Putra tersenyum tipis. Tidak salah ia berusaha memberanikan diri mengajak Fay mengunjungi pasar malam. Seharusnya sekarang ia memeriksa ulang barang-barangnya, memastikan tidak ada yang tertinggal. Namun, Putra memilih menghabiskan waktu dengan sosok yang ... bolehkah ia sebuah sebagai pujaan hatinya sekarang?
Putra sepertinya memang telah benar-benar jatuh hati pada Fay. Walau rasa ragu masih tersisa dalam benaknya. Putra takut hanya karena terbawa perasaan sesaat. Ia membutuhkan waktu untuk benar-benar merasa yakin.
"Boleh nggak?" tanya Fay tanpa sadar menyentuh lengan lelaki itu. Tatapan penuh permohonan ia lemparkan. "Nggak semua, deh. Sebagian aja."
Melihat tingkah Fay, ia sampai penasaran berapa usianya. Haruskah Putra bertanya tahun lahir gadis itu?
"Oke, mau naik apa dulu?" Putra mengarahkan tatapan ke sekitar. Kerlip lampu dari bianglala berhasil menarik perhatiannya. "Itu gimana?" tanyanya menunjuk ke arah wahana tersebut.
Fay mengangguk antusias. Mereka melangkah menuju tempat pembelian tiket. Setelah mengantri cukup lama, keduanya masuk ke sebuah sangkar berwarna biru. Mesin sempat berjalan pelan lalu berhenti lagi untuk memasukan pengunjung ke dalam. Hal tersebut berlangsung secara berulang.
Kedua sejoli itu duduk saling berhadapan. Fay mengarahkan pandangan ke bawah. Ia dapat melihat banyaknya pengunjung, termasuk semua aktivitas yang ada di pasar malam. Ada rasa takut sekaligus senang yang ia rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cutie Fay (Pre Order)
Roman pour AdolescentsBagi Pringgabaya Putra, jatuh cinta adalah hal paling rumit dan membutuhkan banyak waktu. Namun, anggapannya salah ketika ia dipertemukan dengan sosok Fay, seorang kakak tingkat yang datang tanpa diundang membawa serta sepucuk surat cinta untuknya. ...