15) Bersama Wendy

480 75 20
                                    

Yeri bangun dari tidurnya, nyenyak sekali jika ia tidur dirumah Wendy. Suasananya sangat nyaman, meski tempat ini masih terasa asing baginya.

Ia berusaha mengumpulkan nyawanya, Yeri melihat sekeliling. Dan dari jendela nampak matahari yang baru terbit. Jujur saja ada rasa aneh dihati Yeri, ini pertama kalinya ia jauh dari rumah tanpa sepengetahuan Seulgi.

Tok tok tok

Wendy masuk dan melihat Yeri yang sedang duduk di kasur. Wendy teringat kembali akan putrinya.

"Udah bangun?"

"Iya tante"

"Kamu mau mandi atau sarapan dulu?"

"Hmm tapi aku ga ada baju tante"

"Di lemari sini banyak baju kok, kamu pake aja"

"Yaudah deh tante, aku mandi dulu"

"Selesai mandi kamu turun yaa, biar sarapan bareng"

"Makasiih tante"

Wendy hanya tersenyum lalu meninggalkan Yeri sendiri di kamar. Yeri pun membuka lemari yang dimaksud Wendy, terdapat banyak pakaian disana. Bahkan semuanya sangat harum jika dicium. Sebegitu sayangnya Wendy dengan anaknya.

Yeri pun segera membersihkan tubuhnya. Lalu ia turun ke bawah untuk sarapan. Disana ada Wendy dan seorang laki-laki, yang tidak Yeri kenal.

"Sini Yeri duduk"

Yeri menurut dengan Wendy, ia duduk sambil menunggu Wendy meletakkan makanan di meja makan.

"Sayang ini Yeri yaa?"

"Iyaa, dia cantikkan?"

"Hahaha iyaa"

Yeri hanya mendengarkan pembicaraan mereka. Dari cara bicara mereka, sepertinya lelaki ini adalah suaminya Wendy.

"Naah ini sarapannya"

Mereka pun memakan sarapan dengan hening. Wendy juga menyuruh Yeri untuk menambah makanannya, tetapi Yeri menolak dengan halus. Karena ia sudah merasa kenyang, makanan yang berada di meja memang sangat banyak.

Wendy mengantarkan suaminya ke depan. Melihat cucian piring yang penuh, Yeri berinisiatif mencuci piring.

"Yaampun Yeri, ga usah dicuci"

"Gapapa tante"

Wendy memaksa Yeri untuk tidak mencuci piring, katanya akan ada pembantu yang datang. Jadi tidak perlu repot-repot mencuci piring. Yeri hanya rajin di rumah orang.

Kemudian Wendy mengajak Yeri menonton TV, mereka bersantai di pagi hari yang cerah ini. Oh iya, Wendy sadar. Apakah Yeri tidak sekolah hari ini?

"Yeri"

"Iya tante?"

"Kamu ga sekolah?"

Yeri terdiam, ia melupakan hal itu. Huh, masalah hidupnya saja belum selesai. Jika ia pergi kesana pasti akan ketahuan, lagi pula sekarang ia juga tidak memiliki seragamnya.

"Maaf kalau tante nanya ini"

"Ah gapapa tante"

Wendy pun melanjutkan tontonannya, tetapi tidak dengan Yeri. Jujur saja ia sedang memikirkan apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Tidak mungkin ia akan terus tinggal disini, sangat merepotkan bukan?

Apa ia pergi ke panti asuhan? Tidak, pasti bunda Sowon akan memberitahu keberadaannya. Ke rumah Joy? Sama saja, pasti ia akan mendapat berbagai ocehan dari sahabatnya itu. Lalu kemana ia akan pergi?

Yeri pusing sekarang, kenapa masalahnya sangat rumit? Ia pun menghela napasnya.

"Kenapa Yer? Kamu menghela napas sampe segitunya"

Yeri hanya tersenyum. Wendy tahu pasti Yeri sedang dalam masalah. Tidak mungkin Yeri kabur pada saat hujan, tanpa adanya alasan. Itu tandanya adalah orang gila.

"Tante"

"Iya sayang?"

"Yeri mau cerita, tante mau denger ga?"

"Oke, tante bakal dengerin"

Wendy memencet tombol pause pada remote. Lalu duduk menghadap Yeri. Oke, mereka sedang berada di mode serius.

"Hmm jadi gini..."

Diceritakanlah masalah hidupnya, dari awal sampai akhir. Kenapa dia bisa berada di jalanan, dan semua pertanyaan-pertanyaan yang berada di otak Wendy perlahan-lahan terjawab.

Menurutnya, si Yeri ini adalah anak yang berani. Yaa, berani mencari masalah. Memang diusianya yang masih remaja, Yeri menganggap dirinya selalu benar (?)

Ia ingin membantu Yeri terlepas dari masalah ini. Wendy tidak mau Yeri bernasib sama dengan almarhum anaknya, yang mengakhiri hidupnya dengan menyayat dirinya.

Hanya karena kurangnya perhatian yang Wendy berikan, itu bisa berakibat fatal. Dan sampai saat ini Wendy tidak mau memiliki anak lagi, ia merasa dirinya gagal menjadi seorang ibu yang baik.

Yeri menangis, Wendy hanya bisa memeluknya. Dan mengucapkan kata-kata motivasi. Bahkan Wendy juga ikut menangis, tidak bisa ia bayangkan betapa hancurnya almarhum anaknya dulu.

"Ma-maaf tante Yeri nangis"

"Hey, gapapa sayang. Nangis itu wajar, luapin aja semuanya yaa"

Huh, pagi ini memang penuh drama. Yeri masih bingung dengan apa yang akan dia lakukan. Sedangkan Wendy teringat akan almarhum putrinya. Hidup ini memang pahit...

ㅇㅇㅇ

Setelah acara tangis-tangisan tadi, Wendy mengajak Yeri pergi jalan-jalan di sekeliling komplek. Kegiatan ini dilakukan agar Yeri merasa lebih baik.

"Yeri mau balon?"

"Tante... aku udah SMP"

"Hahaha, mungkin aja kamu masih mau gitu"

"Yaudah boleh deh tante, yang gambar hello kitty yaa"

Childish Yeri sepertinya kambuh, akhirnya Wendy pun membeli balon helium yang bergambar hello kity.

"Makasiih tante"

Tidak sampai disitu, mereka juga keliling di taman komplek. Suasana disini ramai, banyak anak-anak yang bermain disini.

Mereka juga membeli makanan yang dijual oleh pedagang sekitar. Ada es krim, telor gulung, siomay, cilok, dan masih banyak lagi.

"Enak banget tante ininya"

"Itu namanya cilok sayang"

"Nah iya, maksud Yeri itu, cilok!"

Maklum, Yeri baru pertama kali memakan makanan ini. Karena Seulgi sangat ketat dalam hal makanan. Jadi Yeri tidak diperbolehkan memakan jajanan dari pinggir jalan.

"Uhuk uhuk~"

"Pelan-pelan sayang makannya. Ini minum dulu"

"Aah, makasii tante"

Baru sehari Yeri bertemu Wendy, tetapi ia sudah merasa nyaman. Bahkan ia merasa Wendy sudah sangat dekat dengannya. Begitu juga dengan Wendy, ia mengangap Yeri sebagai putrinya. Setidaknya kali ini Wendy tidak kesepian.






















punten, saya akhirnya update. maaf agak lama, yaa udah mulai sibuk dengan kehidupan. tapi tenang saja, saya masih semangat nulis kok. cuma emang agak lama aja publishnya. jangan lupa comment sama vote yaaa, love love 💗🌿

Verleden ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang