Lafitte berbalik wajahnya yang dingin langsung berubah dalam sekejap menjadi secerah mentari kala Ilaria mendatanginya dan langsung memeluk dirinya, "Ila, aku kangen banget!!"
"Hihi iya Ila juga kangen kak Afi!"
Lafitte menatap ke arah belakang Ilaria, menatap tajam sekumpulan orang-orang di sana.
"Kak Afi duduk bareng aku mau?"
"Boleh!"
Ilaria menarik tangan Lafitte dan menyuruh nya duduk di sampingnya. Zeigler mendengkus tak suka lalu menarik Ilaria agar lebih dekat dengannya.
"Lafitte benar?" Tanya Gama.
Ilaria dan Lafitte menatap Gama, diam-diam Ilaria merasa cemas sendiri.
"Ya, perkenalkan aku Lafitte."
Gama langsung heboh "kau mahasiswi dengan nilai tertinggi saat ujian masuk itu? Waah aku tak menyangka akan bertemu dengan mu seperti ini, sungguh sebuah kebetulan yang sangat aku tunggu-tunggu!" Gama berucap heboh.
Ilaria menatap Zeigler yang tak menghiraukan sekitarnya yang ada sebelah tangan kakaknya itu sedari tadi bertengger di pinggangnya.
"Aku Gamaliel, senang bertemu dengan mu!"
Lafitte menerima uluran tangan Gama, senyumnya terlihat terpaksa namum Ilaria tak menyadari itu. Mata Lafitte menatap Jeune begitupun sebaliknya, Ilaria tiba-tiba merasa was-was karena aura di sekelilingnya tak mengenakan.
Bukankah dalam cerita Lafitte akan menunduk malu dengan telinga memerah lucu, tapi kenapa sekarang begitu kental akan hawa permusuhan? Ini bukan hanya perasaannya saja bukan?
"Kak Afi, sudah makan?" Ilaria berucap berniat menghentikan perang dingin diantara mereka.
Lafitte tersenyum lebar "belum, nah itu dia pesanan ku!"
Pesanan Lafitte datang bersamaan dengan pesanan Gama, Karel dan Jeune. "Mau?" Tawar Lafitte.
"Tidak perlu!" Seru Zeigler.
Lafitte berdehem "aku tidak bertanya padamu!"
"Aku punya hak menjawab, Ilaria adik ku!" Balas Zeigler.
"Meskipun kau kakaknya kau tak berhak untuk mewakili Ila jika dia sendiri tak memintanya!" Lafitte tak ingin kalah.
"Kau!"
"Apa?!"
Ilaria menepuk keningnya pelan "kakak, kak Afi stop!"
Keduanya sontak terdiam "waah aku menonton pertunjukan yang menarik!" Ujar Karel sambil bertopang dagu.
"Hu'um aku pun!" Timpal Gama.
"Diam!!" Lafitte dan Zeigler kompak berteriak.
Ilaria semakin di buat pusing, sifat Lafitte sangat bertolak belakang dengan yang tertulis di novel. Ilaria menghela napas pelan, alisnya tertaut dengan ekspresi kebingungan.
Jeune tersenyum tipis, "ah~ lihat lah dia... aku ingin sekali menculik nya!" Gumam nya pelan.
***
Ada yang aneh dengan Lafitte, Ilaria sudah curiga sejak awal. Tapi, bukankah bagus? Jika Lafitte benar-benar berubah maka akhir tragis tokoh Lafitte juga pasti akan berubah kan?!
Benar-
Ding!
|Quest|
Mencegah 3 kemalangan Lafitte Amora(0/3)Kening Ilaria mengkerut, jadi meskipun Lafitte berubah dan berbeda dengan penggambaran dalam novel kemalangan Lafitte akan tetap terjadi, Ilaria mengacak surainya frustasi.
"Aku lupa apa saja 3 kemalangan Lafitte, bukan Max, karena nyatanya pria itu sekarang malah menjadikan ku targetnya!"
Max, pria yang seharusnya terobsesi dengan Lafitte sekarang malah mengincarnya sebagai sasaran utama. Apalagi jika mengingat nanti malam pria itu akan datang ke rumahnya, entah untuk apa, dan alasan apa. Tetapi melihat raut wajah tak suka dari Zeigler dan Andre sendiri Ilaria yakin ada hal buruk yang akan terjadi.
Ilaria ke luar dari kamarnya "bibi tau Papah?"
Dea tersenyum ke arah Ilaria yang baru saja keluar dari lift "Tuan besar sedang ada di dapur nona."
Mata Ilaria membulat, Andre di dapur? Sedang apa? Memasak, tidak mungkin pria tua itu sama sekali tidak bisa menyalakan kompor mana mungkin memasak. Dea yang melihat raut kebingungan nonanya terkekeh kecil, "nona bisa melihatnya langsung."
Ilaria rasa bahwa tubuhnya sekarang sangat lemas, kepalanya mendadak pusing "Pah, apa yang sedang papah lakukan?"
Andre menoleh "Ila? Sini Papah sedang buat sarapan untuk mu."
Ia menoleh ke arah Dea yang tengah menahan tawanya "Papah tau apa yang sedang Papah lakukan?"
"Memasak!"
Ilaria menepuk keningnya "ingin sekali aku memukul kepala orang tua ini, tapi aku sadar jika itu kulakukan hilang sudah kartu hitam ku!" Gumam Ilaria pelan.
Andre masih dengan tampang polosnya atau bodoh menatap putrinya datang dengan aura mengerikan. Ilaria tersenyum namun terlihat seperti ingin membunuh orang- tanpa sadar Andre menelan ludahnya dengan susah payah.
"Papah memasak eoh? Waahh bagus sekali sampai-sampai bisa membuat dapur seperti di terpa angin tornado!" Ilaria bertepuk tangan pelan.
"I-Ila, lihat Papah buat pancake untuk mu!" Andre meletakkan satu piring berisi satu buah pancake di depan Ilaria.
"Ini... pancake?" Ilaria mengambil pancake itu menatap makanan bulat hitam itu dengan wajah bodohnya, lantas pancake itu ia benturkan pada sisi meja pantry hingga menimbulkan suara.
Trakk!
Trakk!
Trakk!
Andre menggaruk kepalanya tak gatal "itu keras." Katanya polos.
Ilaria semakin melebarkan senyumnya "iya ini keras dan hitam!" Lalu menggigitnya "apa ini medali dengan bahan baku baru?"
"Dea, berhenti tertawa!" Andre menunjuk Dea yang tertawa di belakang Ilaria "maafkan... saya Tuan!" Ucap Dea sambil kembali menahan tawanya.
"Apa sarapan sudah siap?" Zeigler tiba-tiba datang.
Ilaria menggeser piring berisi pancake ke arah Zeigler "ini menu sarapan kali ini."
Pandangan Zeigler merendah menatap hina pada sepiring pancake di depannya "siapa yang membuat makanan ini? Sangat buruk!"
"Papah!"
"Ha?"
"Papah!" Ucap Ilaria lagi.
Zeigler menatap tak percaya pada Andre yang hampir separuh badannya terlumuri tepung "Papah masih waras?"
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Happy Ending for the Protagonist
Romance[COMPLETED] Arielle menyerah untuk hidupnya, tenggelam dalam kepasrahaan dunia yang sama sekali tak membiarkannya bahagia. Lalu kembali di permainankan oleh takdir yang membuatnya masuk ke dalam sebuah novel yang mana ia di berikan misi agar bisa me...