5

16K 1.9K 4
                                    

Ilaria berbincang banyak bersama Lafitte, mereka tertawa dan saling bertukar cerita. Namun, sepertinya ada yang janggal... entah kenapa kesan Lafitte berbeda dengan di novel, tegas, elegan, dan lebih berani. Padahal di novel bukankah sifat Lafitte sangat mencerminkan sosok gadis polos yang baik hati.

Ia berpikir ah mungkin hanya perasaannya saja dan kini keduanya tampak berdiri di parkiran, Ilaria memaksa menemani Lafitte menunggu jemputannya. Padahal terik matahari sangat panas terbukti kulit Ilaria yang mulai muncul ruam-ruam kemerahan.

"Ah, itu dia adik ku sudah datang!" Tunjuk Lafitte saat sebuah sepeda motor mendekat.

Lafitte tersenyum ke arah Ilaria "terima kasih sudah mau menemani ku, Ila."

"Hu'um, sama-sama kak Afi!"

Jeremy Amon, adik Lafitte sudah sampai di depan keduanya "Ila, aku pergi dulu. Aku harap kita bisa bertemu lagi!" Lafitte melambaikan tangannya.

"Iya, hati-hati di jalan kakak!"

Ilaria sedikit menundukkan kepalanya pada Jeremy, motor yang membawa Lafitte keluar dari daerah kampus. "Dia siapa kak?"

"Teman baru ku, aku membantu nya tadi." Jawab Lafitte.

Jeremy mengangguk "dia.. albino?"

"Benar, dia sangat cantik kan?"

Jeremy tak menjawab sebab dia sendiri saja tak benar-benar melihat wajah Ilaria dengan jelas karena terhalang topi yang di kenakannya.

Ilaria sendiri menghembuskan napasnya lelah, dadanya sesak, dan kepalanya pusing. Ia baru saja berbalik dan di buat terkejut saat mendapati Zeigler dengan wajah tertekuk seram berdiri di hadapannya.

Ilaria menunduk, "bukankah sudah ku katakan untuk menunggu ku, Ilaria!"

Ilaria mengangguk lemah "kau tau itu, tapi kenapa kau kabur hm? Sejak kapan kucing kecil ku jadi pembangkang seperti ini?!"

"Ka-kakak!" Ilaria mendongak menatap Zeigler "a-aku ingin pulang, bisakah kita pulang sekarang?"

Karena sungguh ia sudah tak kuat lagi, Zeigler diam namun dia segera mengangkat tubuh kecil adiknya lalu menggendongnya bridal. Ilaria yang nyaman pun meletakkan kepalanya pada dada sang kakak.

"Kita pulang!"

***

Semuanya berubah saat ia pulang, loteng yang menjadi rumahnya kini kosong semua barang-barangnya hilang tanpa terkecuali. Ilaria tak habis pikir dengan jalan pikiran dua pria berbeda umur itu, Ilaria kini memiliki tempat di manor D'Angelo.

Bukan lagi loteng kecil, melainkan kamar luas yang hampir empat kali lipat dibandingkan dengan kamar kost-sannya dulu.

"Tiba-tiba?" Ilaria menatap Andre dengan pandangan bertanya-tanya.

Andre yang tengah sibuk duduk di balik meja kerjanya pun menatap Ilaria "kamu putri ku."

"Bukan itu yang ku tanyakan, Papah." Ilaria mulai kesal "kenapa sekarang, kenapa baru sekarang saat aku mulai berdamai dengan keadaan? Kenapa tidak sejak dulu, apa Papah tidak mau memiliki anak cacat sepertiku, yang membunuh ibu kandungnya sendiri, kenapa-"

"Ilaria!!"

Deg!

[Guncangan emosional membuat persentase stamina anda menurun. Persentase stamina anda berada di angka 28%]

Andre marah, tapi Ilaria tidak peduli "kenapa Papah marah? Bukankah itu fakta, Papah dan kakak membenci ku maka dari itu kalian menempatkan ku di loteng. Kalian bahkan tak pernah mengunjungi ku, kenapa?" Bulir-bulir air mata menetes, wajahnya begitu sendu menatap Andre.

"Jika kalian memang peduli padaku, katakan! Bukan diam dan membuatku salah paham, aku mengharapkan kasih sayang kalian, cara ini bukan yang aku inginkan Papah~!" Ilaria semakin terisak, kepalanya menunduk. "Papah dan kakak pikir aku akan bahagia dengan mengacuhkan ku selama ini? Aku menderita, aku sendirian, aku kesepian, aku ingin-"

Tiba-tiba saja Andre memeluknya erat membuat tubuh kecil Ilaria terkubur "maafkan Papah Ilaria, Papah hanya tidak tau bagaimana caranya menjaga mu sesuai amanah Jessica. Papah hanya mencoba menggunakan cara Papah-"

"Tapi cara mu membuatku tersiksa!" Teriak Ilaria.

"Maafkan Papah Ilaria, apapun, apapun akan Papah kabulkan semua permintaan mu agar kamu mau memaafkan Papah, Ilaria." Andre mengelus lelehan air mata di pipi putrinya.

"Papah akan menebus semua kesalahan Papah karena mengabaikan mu" wajah Andre begitu penuh penyesalan. "Mari kita mulai kembali semuanya dari awal, kamu, Papah, dan Zeigler." Andre menatap ke arah pintu, di sana ada Zeigler tengah berdiri bersandar pada pintu.

Sejak awal dia mendengarkan pembicaraan Ilaria dengan Andre, langkahnya mendekat dan langsung memeluk Ilaria. Ketiganya berpelukan, terlihat lucu karena Ilaria diapit kedua raksasa.

[Selamat]
[Anda berhasil membuat impian kecil tokoh Ilaria Nascha D'Angelo terkabul, poin karma didapatkan.]

[Poin karma : 400]

Tanpa kedua pria itu sadari Ilaria tersenyum puas, ternyata sangat mudah membuat kedua pria ini bertekuk lutut padanya. Namun, tak ayal terselip rasa bahagia dalam hatinya.

Dan mari kita buat kehidupannya di dunia ini bahagia, lalu selanjutnya adalah membuat Lafitte mendapatkan happy ending!!

Tbc.

A Happy Ending for the Protagonist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang