Malam itu, tanpa mengenakan pakaian atasnya, Aksyatra berjalan menuju pembaringan yang nampak empuk itu. Ia lalu berbaring di atasnya sementara selimut membalut separuh tubuhnya.
Entah mengapa malam itu Aksyatra merasa sulit untuk tidur. Padahal ia sudah berusaha memejamkan matanya, namun tetap tidak bisa ia paksakan. Ia tetap terjaga sementara malam semakin larut. Mungkin karena dia terlalu gelisah, terus memikirkan siapa orang yang telah berkhianat pada kerajaan.
Akhirnya karena sudah bosan memaksakan diri, dia putuskan untuk membuka jendela kamarnya dan mencari udara segar. Dia lalu duduk tepat di samping jendela sementara matanya memandang ke pemandangan di bawah - halaman istana.
Lalu, dari atas sana dilihatnya halaman istana yang sepi, dan nampak hanya ada beberapa pengawal kerajaan yang mondar mandir menjalankan tugasnya. Mereka berjaga dari setiap sudut istana hingga ke jalur-jalur masuk istana. Memastikan kondisi keamanan istana tetap aman dari para penyusup yang bisa saja masuk.
Kemudian, udara berhembus dari arah Barat istana dan seketika terasa oleh kulitnya udara dingin malam itu. Karenanya matanya pun kian terasa segar tanpa rasa kantuk sedikitpun. Seolah udara malam itu sedang mengundangnya untuk pergi keluar dan bersenang-senang.
Tanpa pikir panjang, Aksyatra pun mengikuti keinginan hatinya itu dan pergi keluar istana. Meskipun ia tidak tahu pasti apa yang ingin dilakukannya di luar larut-larut malam seperti itu. Pada akhirnya ia tahu bahwa dia hanya sedang ingin berjalan-jalan mengeliling sekitaran komplek istana.
Sambil menyapa beberapa pengawal istana yang sedang berjaga, Aksyatra berjalan menuju salah satu tempat yang menjadi tempat favoritnya di sana. Tempat itu adalah taman istana, tempat yang memiliki nilai historis dalam hidupnya.
Selain itu, taman itu juga sangat indah, ada banyak bunga tulip di sana. Tulip adalah bunga favorit mendiang ibunya. Dan salah satu alasannya itulah dia bisa bernostalgia mengenang masa kecilnya di sana. Oleh karenanya, tidak mengherankan mengapa dia menyukai tempat itu.
Setelah cukup lama berkeliling di sekitaran istana dan berakhir di taman bunga, tak sengaja pandangan Aksyatra menangkap sesuatu yang menarik perhatiannya. Dari kejauhan, Aksyatra melihat seorang pria sedang duduk sendirian di salah satu bangku taman. Dan melihat dari postur badan pria itu, sepertinya Aksyatra mengenalinya. Dan karena penasaran, Aksyatra pun berjalan mendekati pria itu yang duduk membelakanginya.
Saat pria itu menghadapkan wajahnya ke salah satu arah, nampaklah olehnya bahwa pria itu adalah Panglima Yusya. Dalam hatinya ia bertanya-tanya, sedang apa Panglima Yusya malam-malam begini di taman?
Lalu, nampak oleh Aksyatra wajah dari sang panglima itu khawatir. Entah apa yang dikhawatirkannya, Aksyatra pun tidak tahu. Hal itu membuatnya semakin penasaran dan akhirnya memutuskan untuk menghampiri sang panglima dan langsung menanyakan kabarnya.
"Aksyatra?!" Ucap Panglima Yusya yang terkejut dengan kehadiran Aksyatra yang muncul dari belakangnya.
"Apa yang sedang kau lakukan disini?" tanya Aksyatra pada Panglima Yusya.
"Aku juga punya pertanyaan yang sama untukmu." Balas Panglima Yusya tersenyum seolah menutupi wajah khawatirnya sebelumnya.
"Aku hanya sedang berjalan-jalan karena belum mengantuk." Jawab Aksyatra.
"Hm, begitu ya." Ujarnya lagi. "Kalau aku, hanya sedang menikmati udara malam yang terasa segar ini, bukankah kau merasakannya juga?"
Aksyatra tertawa menyeringai lalu menyahut, "Ya, benar. Udaranya terasa segar sekali."
Lalu, Panglima Yusya menatap kepada Aksyatra yang hanya berdiri beberapa jarak darinya.
"Kenapa berdiri? Ayo duduk dan berbagi cerita!" Ajak Panglima Yusya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lari Ke Hutan
FantasiPenyebab kematian Raja Atyich yang simpang siur memicu perselisihan antara dua kerajaan besar. Raja Samkhatra dituduh mengirim mata-mata untuk membunuh. Sementara itu, Aksyatra sebagai penasihat kerajaan pergi ke negeri musuh untuk mencari obat pe...