Setelah pergi meninggalkan pos pertahanan yang merupakan tempat bagi pasukan Samkha beristirahat, kini Aksyatra berjalan memasuki hutan. Tidak lupa dia juga membawa sekarung gandum yang dipikulnya di bahunya. Itu bertujuan untuk menyempurnakan penyamarannya.
Saat itu, langit masihlah gelap, menunjukkan waktu yang masih dini hari. Namun, hal itu tidak menghentikannya untuk terus berjalan menyusuri hutan dan menuju perbatasan. Sesekali ia berwaspada, melihat ke sekelilingnya kalau-kalau bertemu prajurit Tychiza.
Dari Lembah Surez, melewati hutan dan menuju perbatasan Negeri Tychiza. Jalur itu sebenarnya cukup rawan untuk dilalui olehnya, karena berada dekat dengan pos pertahanan pasukan musuh.
Namun, dia yakin pada dirinya sendiri, bahwa dirinya bisa mencapai perbatasan dengan selamat. Hal itu dikarenakan strategi baru yang ia rencanakan kemarin, bersama raja dan para petinggi lainnya.
Dia yakin sekali, pasti sekarang pasukan Samkha telah menyerang pasukan musuh. Yang mana artinya adalah Aksyatra bisa menuju perbatasan dengan selamat karena pasukan Tychiza sedang kerepotan melakukan perlawanan terhadap serangan yang tiba-tiba itu.
Sekarang Aksyatra hampir sampai di perbatasan Negeri Tychiza. Dilihatnya dari kejauhan, ada dua orang prajurit yang sedang berdiri sambil memperhatikan sekitarnya. Sementara dua prajurit lainnya lagi tengah berpatroli di sekitaran perbatasan itu.
Perlahan tapi pasti Aksyatra berjalan mendekati perbatasan. Sementara itu, kedua prajurit yang sedang berdiri tadi kini berjalan menghampiri Aksyatra.
"Tunggu!" Seru penjaga itu menghentikan langkah Aksyatra.
Aksyatra menatap dua prajurit itu lalu tersenyum. Sementara yang ditatap membalas hanya dengan ekspresi datar. Aksyatra tersenyum bukannya tanpa alasan, tetapi dia tersenyum untuk menghilangkan kecurigaan dari para prajurit itu.
Padahal jauh di dalam hatinya Aksyatra sudah merasakan bahwa tidak akan mudah bagi dia untuk melewati keduanya. Tetapi, Aksyatra adalah orang yang optimis. Dia tidak akan lari dari tugasnya yang belum selesai, meskipun resiko yang dia tanggu sangatlah besar.
Aksyatra rela mempertaruhkan nyawanya demi menjaga Raja dan Kerajaan Samkha. Itu semua ia warisi dari sifat ayahnya. Ayahnya adalah seorang pahlawan, begitupun dirinya.
"Maafkan aku Tuan, aku hanyalah budak, semua gandum ini adalah milik majikanku yang baru aku beli di negeri Suba." Ujar Aksyatra dengan wajah memelas.
"Dari negeri Suba?" balas prajurit itu bertanya.
"Lalu mengapa kau lewat di sini?" prajurit yang satunya lagi ikut menambahkan.
"A-aku terpaksa lewat sini," jawab Aksyatra terbata sambil mencari alasan.
Para prajurit itu masih menatap Aksyatra dengan tatapan menunggu jawaban. Untungnya Aksyatra yang cerdik bisa menemukan alasan yang tepat dan cepat.
"Apa kalian tahu di perbatasan Suba sering terjadi perampokan dan pembunuhan?" Tanya Aksyatra kepada kedua prajurit itu.
Kedua prajurit itu saling lirik satu sama lain lalu menjawab bersamaan. "Ya, kami tahu."
Aksyatra kembali tersenyum. "Itulah sebabnya aku memilih untuk lewat sini." Ucap Aksyatra lagi.
Kedua penjaga itu masih terlihat tak percaya dan masih belum mengizinkan Aksyatra untuk lewat. Namun, Aksyatra tak kehabisan akal. Ia pun menurunkan karung gandumnya, membukanya dan dari dalam karung itu ia keluarkan sebuah kantung kecil berisi koin emas.
"Kumohon terimalah ini dan izinkan aku lewat." ucap Aksyatra seraya menyodorkan kantung kecil berwarna cokelat itu.
Salah satu dari prajurit itu tertawa dengan keras seraya mengambil kantong itu dengan cepat. Sementara itu, prajurit yang satunya hanya menatap heran kawannya. "Hei, apa yang kau lakukan? Jika sampai atasan kita tahu, kita akan dipecat!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Lari Ke Hutan
FantasyPenyebab kematian Raja Atyich yang simpang siur memicu perselisihan antara dua kerajaan besar. Raja Samkhatra dituduh mengirim mata-mata untuk membunuh. Sementara itu, Aksyatra sebagai penasihat kerajaan pergi ke negeri musuh untuk mencari obat pe...