5. Obat Penawar

8 1 0
                                        

Aksyatra pun berlari melewati perbatasan itu. Masuk jauh ke dalam hutan yang gelap karena pepohonannya yang tinggi menjulang telah hampir menutupi pemandangan langit. Padahal kala itu langit cukup cerah, namun hanya ada sedikit cahaya matahari yang dapat tembus, masuk melalui celah-celah antar dedaunan pohon yang lebat.

Selain itu, nampak juga kondisi tanah hutan yang masih basah dan beberapa pohon yang tumbang karena hujan badai semalam. Bahkan, ada salah satu pohon besar yang tumbang dan jatuh melintang menutup jalan yang akan dilalui oleh Aksyatra.

Namun, kondisi itu tidak menghentikan perjuangannya. Walaupun awalnya ia merasa sedikit kesusahan karena kondisi pohon yang berlumut begitu licin dan bisa saja membuatnya terpeleset. Tetapi, ia tetap berusaha. Dengan cakap ia memanjat batang pohon yang telah menghalangi jalannya itu, naik ke atasnya, lalu melompat ke jalan selanjutnya untuk melanjutkan perjalanannya.

Sesekali ia berhenti untuk menghela nafas, mungkin karena sudah terlalu lelah berlari. Tetapi, kemudian ia kembali teringat akan kondisi Raja Samkhatra yang membutuhkan pertolongan cepat dan itulah alasan ia lanjut berlari, bahkan lebih cepat dari sebelumnya.

Di saat ia berlari, tiba-tiba muncul di pikirannya sesosok orang yang baru dikenalnya. Sosok itu adalah Puteri Zatyach. Puteri dari Negeri Tychiza.

Bagaimana bisa Aksyatra melupakan sosok puteri yang pemberani itu. Sosok yang telah dengan beraninya mengacungkan pedang ke arah Aksyatra dan meminta untuk dipertemukan dengan Raja Samkhatra. Lalu, seketika Aksyatra tersenyum. Rupanya ia teringat akan kecantikan Sang Puteri.

Tak terasa kini Aksyatra sudah begitu dekat dengan perbatasan Negeri Samkha. Terlihat olehnya dari posisinya saat itu, bendera Samkha yang berkibar dengan sempurna di atas menara.

Rupanya sudah beberapa hari ini para prajurit Samkha berjaga di perbatasan untuk menanti kedatangan Aksyatra. Namun, di hari itu, kebetulan Panglima Yusya yang juga sedang bertugas memeriksa keamanan di perbatasan, mendapatkan kabar akan kedatangan Aksyatra. Oleh karena itulah, akhirnya ia pun ikut menyambut kedatangan Sang Penasihat dari Kerajaan Samkha itu.

Di depan pintu gerbang masuk, Panglima Yusya berdiri menyambut Aksyatra bersama para prajurit lainnya. Ia tersenyum menatap Aksyatra begitupun juga sebaliknya Aksyatra. Keduanya berpelukkan setelah beberapa hari tidak berjumpa.

"Selamat datang, Aksyatra!" Ujarnya dengan wajah senang seusai berpelukkan.

"Terima kasih, Yusya." Balas Aksyatra dengan wajah yang tak kalah senangnya.

Panglima Yusya begitu senang melihat sahabatnya itu telah kembali dengan selamat. Ia juga tidak sabar mendengar kisah tentang perjalanan mencari obat itu, langsung dari mulut sahabatnya itu. Namun, belum sempat ia bertanya sesuatu, sahabatnya itu sudah lebih dahulu mengajukan pertanyaan.

"Bagaimana keadaan Yang Mulia?" Tanya Aksyatra dengan nada cemas.

Seketika wajah Panglima Yusya pun berubah sedih dan juga khawatir. Tetapi, kemudian ia menatap Aksyatra lagi dan kembali wajahnya menunjukkan rasa berharap.

"Aku harap kau membawa obatnya, karena kondisi Yang Mulia semakin hari semakin memburuk." Jawab Panglima Yusya terdengar begitu sedih namun penuh harap.

Mendengar itu, Aksyatra pun langsung merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah botol kaca berukuran kecil yang berisi ramuan obat untuk Sang Raja. Ia lalu menunjukkan botol itu kepada Panglima Yusya.

"Yusya, sebaiknya kita segera meberikan obat ini kepada tabib istana, dia tahu apa yang harus dilakukan." Ucap Aksyatra yang dengan cepat langsung disetujui oleh Panglima Yusya.

"Baiklah, aku setuju." Ungkap Panglima Yusya lalu memanggil salah seorang prajurit.

Prajurit itu datang menghampiri Panglima Yusya dan Aksyatra lalu memberi salam hormatnya. "Ada apa, Tuan?" Tanya nya dengan sopan.

Lari Ke HutanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang