Setelah melakukan perjalanan selama satu hari penuh tanpa beristirahat, akhirnya Aksyatra dan rombongan pun sampai di Pegunungan Surez. Dari salah satu puncak gunung itu Aksyatra melihat ke bawah, area lembah yang akan menjadi tempat pertempuran besok.
"Aksyatra..." panggil Panglima Yusya membuat Aksyatra yang termenung sesaat itu tersadar.
Aksyatra menoleh ke belakang menatap Panglia Yusya. "Semua orang sudah menunggumu di tenda, ayo!" Ajak Panglima Yusya dan dijawab dengan anggukan oleh Aksyatra.
Sebagai pimpinan pasukan, keduanya memang memutuskan untuk melakukan rapat singkat yang membahas strategi perang mereka besok. Sebenarnya di sepanjang perjalanan mereka menuju ke medan perang, mereka sudah banyak berdiskusi. Namun, rapat kali ini hanya untuk memantapkan strategi mereka saja.
Dalam tenda Aksyatra, mereka berkumpul.
"Bagaimana jika kita membagi pasukan kita menjadi dua?" tanya Aksyatra kepada yang lainnya.
Panglima Yusya dan yang lainnya mengangguk setuju dengan saran itu. Namun, Panglima Yusya juga menambahkan satu usulan lagi, dia meminta agar mereka memperbanyak pasukan kuda pemanah, meninjau dari jumlah pasukan mereka yang kalah jauh jika dibandingkan dengan jumlah pasukan musuh.
"Baiklah, kita akan memperbanyak pasukan kuda pemanah." sahut Aksyatra.
Setelah selesai membahas strategi perang untuk besok, Aksyatra dan yang lainnya pun menyudahi rapat itu. Namun, belum sempat mereka beranjak pergi, salah seorang prajurit yang bertugas menjadi mata-mata tiba-tiba datang memberi kabar.
"Ada kabar apa?" tanya Aksyatra pada prajurit yang kini berdiri di hadapannya.
"Ada kabar buruk, Tuan." jawabnya membuat seketika suasana menjadi tegang.
"Ada masalah apa" tanya Aksyatra yang berusaha tetap tenang di tengah ketegangan kawan-kawan sejawatnya.
"Iya, Tuan." jawab prajurit itu. "Saat aku memata-matai musuh, aku melihat kehadiran Pangeran Atyich, dia bersiap untuk ikut perang besok."
"Itu bagus, kau mata-mata yang bagus! Kita jadi bisa bersiap lebih matang untuk melawan musuh." Ungkap seseorang tak di kenal.
Sontak, semua mata memandangnya tak terkecuali Aksyatra. Mereka bertanya-tanya siapakah orang yang bisa seenaknya masuk saat mereka masih berdiskusi.
"Siapa kau?" Lempar Panglima Yusya dengan pertanyaan interogasi.
Pria paruh baya itu tertawa dengan santainya dan berjalan masuk mengelilingi tenda itu.
"Siapa kau?! Kenapa kau bisa masuk ke sini?!" Tambah yang lainnya ikut melemparkan pertanyaan interogasi.
"Jawab atau aku panggil para prajurit untuk menghajarmu!" Tekan Panglima Yusya lagi dengan penuh emosi.
Di tengah-tengah keadaan yang menegangkan itu tiba-tiba Aksyatra mengangkat suaranya dan menengahi. "Tenang teman-teman, jangan khawatir aku kenal dia."
"Dia Lazzar, sahabatku... sekaligus guru pedangku." Lanjut Aksyatra menjelaskan kepada mereka lalu tersenyum ramah pada Lazzar yang juga tersenyum kembali padanya.
"Pangeran Atyich adalah orang yang cerdas, dia adalah ahli strategi perang." Ungkap Lazzar. "... dia sangat kejam, berbeda dengan mendiang ayahnya yang lembut dan bijaksana."
"Tapi jangan takut, kalian harus ingat bahwa kalian punya Aksyatra yang juga seorang ahli perang." Jelas Lazzar lagi seraya melirik Aksyatra.
"Entahlah Lazzar, kita tidak boleh meremehkan lawan kita." jawab Aksyatra.
"Aku setuju denganmu." Sahut Panglima Yusya menanggapi ucapan Aksyatra.
"Intinya kalian harus berhati-hati, aku mencium ada aroma rencana yang sangat jahat dari pasukan Tychiza." Ungkap Lazzar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lari Ke Hutan
FantasyPenyebab kematian Raja Atyich yang simpang siur memicu perselisihan antara dua kerajaan besar. Raja Samkhatra dituduh mengirim mata-mata untuk membunuh. Sementara itu, Aksyatra sebagai penasihat kerajaan pergi ke negeri musuh untuk mencari obat pe...