Aksyatra baru saja tersadar dan mendapati dirinya kini berada di tempat yang asing. Tempat yang begitu sepi dan gelap. Diliriknya ke sekelilingnya, namun tak ada satu pengawal pun yang berjaga.
Aksyatra mengaduh ketika dirinya berusaha bangkit dari posisinya. Kepalanya masih terasa pusing dan ada memar di sekitar matanya yang masih terasa berdenyut. Entah berapa lamakah dia pingsan dan entah siang ataukah malam saat itu.
Tidak ada jendela untuk melihat langit dan tak ada siapa pun untuk ia tanyai. Hanya ada satu obor yang dibiarkan menyala di kegelapan, menemani kesepiannya.
Aksyatra bersandar pada dinding sel yang terasa dingin itu, menghela nafasnya pelan, dan mencoba menahan sakit di wajahnya. Namun, di saat yang bersamaan itu pula pikiran Aksyatra tidak bisa berhenti memikirkan caranya agar bisa keluar dari tempat itu.
Namun, semakin ia pikirkan semua itu, dadanya terasa semakin sesak. Itu karena ia merasa berada di jalan buntu. Tidak tahu harus melakukan apa, dan dia hampir putus asa.
Dan di tengah-tengah keheningan itu, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki memasuki ruangan. Aksyatra berusaha melihat siapakah itu, tetapi kegelapan menutupi wajahnya. Hanya sedikit siluet yang nampak dan orang itu mengambil obor yang tergantung di dinding.
Orang itu berjalan mendekat namun wajahnya masih diselimuti kegelapan. Dia terus mendekat hingga jaraknya dari sel hanya menyisakan beberapa inci dan saat itu juga dia mendekatkan obor itu ke wajahnya hingga cahaya obor mengungkapkan siapakah dia.
"Apa lagi yang kau inginkan?" cecar Aksyatra sambil tetap pada posisinya. "Sudah kubilang aku tak mau menjadi penasihatmu!"
"Aku datang bukan untuk itu lagi." balasnya seraya tersenyum mengejek.
"Lalu apa yang kau mau, pangeran? Kau butuh hiburan?!" balas Aksyatra mengejek.
"Bukan aku, tapi dia." ucap Pangeran Atyich menunjuk seseorang yang berdiri beberapa inci di belakangnya.
Orang itu pun berjalan mendekat dan berdiri tepat di samping Pangeran Atyich.
"Pangeran Atraz?" raut wajah Aksyatra berubah tak percaya seketika saat melihat siapakah orang yang satunya itu.
Sementara kedua orang di hadapannya itu justru malah menertawakannya.
"Kau salah besar! Aku bukan lagi seorang pangeran." balas Pangeran Atraz lalu diselai dengan tawa sombongnya. "Memangnya kau tidak dengar kabar bahwa sekarang aku sudah menjadi raja."
"Apa yang sebenarnya kalian rencanakan?!" tanya Aksyatra penuh emosi.
"Kami tidak melakukan apa-apa," ungkap Pangeran Atraz. "Kami hanya melakukan sesuatu yang sudah seharusnya dilakukan, yaitu menyingkirkan mu!"
"Apa salahku pada kalian?!"
"Kau bertanya apa salah mu?!" Pangeran Atraz tersenyum kecut seraya melirik Pangeran Atyich lalu kembali kepada Aksyatra.
"Salahmu adalah terus menerus mempengaruhi Ayahku untuk bertindak bodoh." terang Pangeran Atraz.
"Kau tidak punya salah padaku...," tambah Pangeran Atyich. "Tapi aku membutuhkanmu untuk menjadi kambing hitam atas kematian ayahku."
"Lalu apa yang kalian inginkan dari peperangan ini?!" Aksyatra semakin emosi hingga memukul sel jerujinya.
"Perdamaian itu membosankan, aku suka peperangan, membuktikan siapa penguasa sebenarnya." balas Pangeran Atraz.
Lalu Pangeran Atyich menambahkan, "Pertama-tama aku dan Atraz akan berkoalisi untuk menghancurkan kekuatan selain kami. Lalu kami akan menaklukan seluruh wilayah di daratan dan lautan dan membuktikan siapa penguasa sebenarnya di antara kami."

KAMU SEDANG MEMBACA
Lari Ke Hutan
FantasíaPenyebab kematian Raja Atyich yang simpang siur memicu perselisihan antara dua kerajaan besar. Raja Samkhatra dituduh mengirim mata-mata untuk membunuh. Sementara itu, Aksyatra sebagai penasihat kerajaan pergi ke negeri musuh untuk mencari obat pe...